Ini ibu yang kau sebut kota. Tempatnya harapan sebagian manusia bersandar dan disandarkan. Ditinggalkannya kampung serta halamannya, rumah ari-ari dari ketubannya pecah dan ditanam.
Kulihat silau di matamu, tatkala cahaya putih mentari memantul dari dinding-dinding kaca bangunan tinggi dan megah. Isinya adalah kilap, dari sepatu orang-orang sibuk dan berdasi. Sementara di depan pagar bangunan itu, beberapa manusia berkaki debu digenangi peluh mengharap rezeki.
Ini ibu yang kau sebut kota. Tak mengenal siapa dan mengapa. Kepedulian nyaris menghilang dan antik, terganti kesibukan tak henti dan berbatas.
Begitu banyak mimpi terbukti di sini. Begitu banyak mimpi terhenti di sini. Suaranya hanyalah raungan mesin dari knalpot-knalpot letih dan merintih mengejar setoran. Tanpa henti ataupun permisi.
Ini ibu yang kau sebut kota.Â
Sinjai, 5 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H