Aku menyebutmu hujan. Ruang segala rinduku mengadu selain pada sepi dan senja. Pada gemuruhmu terkadang aku sempatkan untuk teriak. Bukan marah. Sama sekali bukan. Tapi karena aku tahu, gemuruhmu mampu menyimpan rahasia.
Aku memanggilmu hujan. Tempatku belajar banyak ilmu dan makna hidup. Tentang tetesan airnya yang tak pernah jenuh memberi kenangan. Pada bekasnya di bebatuan yang tersisa, ataupun mampunya menghapus jejak-jejak kemarau kemarin.
Padamu aku mengharapmu hujan. Celahku membagi keluh dan kesah. Dan dengan airmu yang tak pernah putus itu, kutitipkan jutaan rindu dan kenanganku, baik pada gerimismu maupun lebatmu.
Sinjai, 2 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H