Apabila kerinduan adalah kedunguanku mengharapkanmu. Seperti kendaraan di jalanan, lalu lalang tiada henti di kepalaku. Tentang senyummu, tentang wajahmu, atau tentang-tentang yang lain yang mungkin tak perlu diperdebatkan.Â
Jangan karena detak-detak jantung yang bergemuruh tatkala namamu kusebut, ataukah desir-desir aneh yang entah sebabnya apa di hatiku. Lantas aku tak perlu mengakui betapa berartinya hadirmu.Â
Mungkin terlalu naif aku mengajakmu ke sini, malam ini. Pada sekat-sekat hati yang telah lama bergumul sepi. Lalu, seperti apa yang mesti kulakukan selain itu. Bukankah cara paling aman dan paling lazim adalah menghadirkanmu dalam lamunan?
Sebab dengan begitu, aku tak perlu menemuimu untuk sekedar meminta restumu. Tidak, dan kupikir memang tak wajib.Â
Biarlah dengan malam aku menitip kerinduan pada hadirmu, bersama sepi dan kebodohanku.
Sinjai, 4 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H