Bila pergi adalah kepulangan, aku mohon sisakan untukku sebaris puisimu. Izinkan sepasang tangan ini menulis kembali, pada sehelai daun yang mulai mengering. Â
Tak perlu hiraukan musim yang merebah di atas dahan. Sebab keheningan telah menjadikannya beku dan sepi. Lantas, apalagi yang bisa terharap, selain kesepian tanpa lantunanmu.
Tatkala do'a-do'a tak lebih dari mantra-mantra dari mulut kecemasan. Lalu, burung-burung berlarian tinggalkan sayap-sayap yang merintih parau. Yakinlah saat itu, kita mungkin tak lebih dari sebuah keletihan yang kehilangan ibu.
Kemudian aku bertanya mewakili sedihku, "Masihkah ada malam untukku dan untuknya, bukan untuk menagih gelapmu, namun sekedar meminjam pekatnya, untuk mencarimu di ujung kealpaanku.
Sinjai, 22 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H