Mohon tunggu...
guntursamra
guntursamra Mohon Tunggu... Buruh - Abdi Masyarakat

Lahir di Bulukumba Sulawesi Selatan. Isteri : Samra. Anak : Fuad, Afifah

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sulitnya Mendapatkan CD yang Berisi Lagu Anak-anak

11 Juni 2019   15:01 Diperbarui: 11 Juni 2019   21:07 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
CD lagu anak-anak (Sumber: www.hipwee.com)

Mendengarkan lagu di dalam kendaraan saat melakukan perjalanan adalah suatu kebiasaan yang nyaris menjadi wajib buat saya dan keluarga. Selain agar tidak jenuh dan ngantuk, mendengarkan musik juga dapat membuat suasana jadi lebih hidup.

Seperti yang saya alami baru-baru ini, tatkala kami berserta keluarga besar sepakat untuk melakukan reuni di salah satu tempat wisata di luar kota. Pertemuan yang bertajuk reuni akbar tersebut adalah pertemuan yang telah menjadi agenda rutin di keluarga kami dan dilakukan tiap tahun sehabis lebaran.

Dengan lokasi yang berada di dataran tinggi, ditambah jalanan mendaki dan berkelok, cukup menantang adrenalin, sehingga perjalanan menuju lokasi wisata itu cukup menuntut konsentrasi tinggi untuk melaluinya. Belum lagi macet yang telah menjadi lagu lama dari tahun ke tahun semakin membuat rasa bosan cepat hadir saat menjalankan kendaraan. 

Untuk menetralkan keadaan tersebut, istri saya membunyikan tape mobil, mungkin sejak tadi telah memperhatikan mimik wajah saya yang mulai jengkel melihat pengendara lain yang dengan seenaknya melewati antrian panjang kendaraan karena macet, tanpa memperhatikan kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan yang lain.

Tape mobil kendaraan kami (Dokumentasi pribadi)
Tape mobil kendaraan kami (Dokumentasi pribadi)
Mendengar lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi idola saya dari tape mobil yang dibunyikan oleh istri saya tadi, membuat rasa jenuh bercampur jengkel di hati saya agak berkurang, apalagi ditambah anak saya yang nomor dua dan masih berumur lima tahun ikut menyanyikan lirik lagu tersebut sangat lucu kedengaran, karena anak saya ini belum mampu menyebut huruf "R" menambah suasana yang tadinya membosankan, berangsur kembali normal. 

Akan tetapi entah mengapa, belum cukup lima buah lagu selesai dinyanyikan oleh penyanyi favorit saya itu, tiba-tiba saja ada yang mengganjal di kepala saya mengenai lagu-lagu yang kami dengarkan melalui CD dari tadi. Seluruh lagu tersebut adalah lagu orang dewasa, padahal dalam mobil ada anak saya yang masih berumur lima tahun dan kakaknya yang berumur delapan tahun.

Macet dalam perjalanan (Dokumentasi pribadi)
Macet dalam perjalanan (Dokumentasi pribadi)
Meskipun sang adik sangat fasih mengikuti liriknya, malah menurut pendengaran saya, dari seluruh lagu yang terdengar tadi hampir seluruhnya sudah dia hafal, akan tetapi tetap saja saya merasa tidak tega memutarkan lagu orang dewasa kepada mereka, sebab lagu itu isinya tentang percintaan, sakit hati dan semacamnya, yang menurut saya pribadi sama sekali tidak sesuai dengan perkembangan mental anak dan nyaris jauh dari unsur pendidikan.

Sambil tetap memperhatikan kendaraan di depan, saya berinisiatif dan meminta tolong kepada istri agar mengganti CD tersebut dengan CD yang berisikan lagu anak-anak. Tapi istri saya tidak menemukan satupun CD di dalam kendaraan seperti yang saya maksud.

Akhirnya, demi suasana agar tetap ceria tanpa melupakan perkembangan mental anak, saya memutuskan untuk tidak memutar lagu lagi, tapi saya tetap bernyanyi bergiliran dengan istri saya yang diikuti kedua anak kami, dan lagu yang kami nyanyikan sudah pasti lagu anak-anak sampai kami tiba di tempat yang kami tuju.

Karena rasa penasaran dengan kejadian mengenai tidak adanya CD tentang lagu anak yang didapatkan istri saya di atas kendaraan tadi, di tengah acara reuni akbar yang sedang berlangsung, saya mencoba membuka beberapa tautan melalui om geogle yang menyebabkan lagu anak-anak susah ditemukan. 

Ternyata dari beberapa tautan yang sempat saya baca, salah satu penyebabnya adalah minimnya dukungan media, utamanya stasiun televisi dalam menggagas program-program yang mengekspos pendidikan anak. 

Seperti yang diungkapkan Tasya Kamila (salah seorang penyanyi cilik di era '90-an) melalui CNN Indonesia (24/06/2018). Tasya yang terkenal dengan lagu "Aku Anak Gembala" ini mengemukakan, ada 4 hal yang memicu kurang banyaknya lagu anak zaman sekarang, yaitu:

  1. Man (manusia), di mana saat ini sudah tidak banyak pencipta lagu yang berdedikasi seperti dulu.
  2. Method (metode), lagu anak tidak lagi memiliki ruang di televisi dan kurang mampu mengimbangi pesatnya era digital saat ini.
  3. Money (uang), jarang ada musisi yang mau memproduksi lagu anak lantaran pasar yang minim.
  4. Media, sekarang tidak ada yang menyuguhkan lagu anak. Saat ini kurang populer, lebih banyak lagu orang dewasa. Alih-alih menampilkan lagu atau acara anak, televisi kini lebih peduli bagaimana mengejar rating dengan menampilkan sinetron yang kurang mendidik.

Lain lagi yang dikatakan oleh Chikita Meidy yang juga merupakan penyanyi cilik seangkatan dengan Tasya. Menurut penyanyi yang mempopulerkan lagu "Kuku ku" ini, pembajakan karya, juga menjadi salah satu alasan mengapa lagu anak kian sedikit. Pembajakan sangat merugikan musisi dan pihak yang memproduksi lagu, karena karya merupakan sumber pendapatan mereka.

Menyikapi hal ini, seharusnya pemerintah segera menyadari untuk menggerakkan kembali roda industri musik anak-anak, dengan cara menggaet media elektronik khususnya stasiun televisi untuk mengadakan lomba dengan tema lagu anak-anak. Meskipun kita akui, ada beberapa stasiun televisi yang menayangkan program pencarian bakat untuk anak-anak, namun sepertinya hal ini tidak dilakukan sepenuh hati, sebab lagu-lagu yang diminta untuk dinyanyikan tetap lagu orang dewasa.

Hal inilah yang menyebabkan para pencipta lagu tidak tertarik dan kehilangan semangat untuk menciptakan lagu bertema anak-anak, sebab mereka tidak memiliki ruang dan wadah berekspresi. Padahal mereka sangat membutuhkan media untuk mengekspos karya-karyanya. 

Di samping itu, dukungan pemerintah sangat minim dirasakan oleh pelaku dan penulis lagu, padahal dukungan ini sangat mereka perlukan untuk menjembatani mereka dengan pihak perbankan maupun non perbankan dalam hal kemudahan mengakses permodalan, sebab mesti diakui untuk melahirkan karya-karya bermutu pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya.

Seperti yang kita lihat dan ketahui bersama, bahwa di era tahun '60-an sampai '90-an, atmosfer lagu anak di masa itu sangat menjanjikan, sebab karya mereka (pelaku dan penulis lagu) bisa mendapatkan popularitas berkat dukungan penuh media khususnya stasiun televisi yang saat itu menjadi platform utama anak-anak dalam mendapatkan hiburan, sehingga tak bisa dipungkiri, lagu bertemakan anak-anak cukup mendapat tempat di hati pemirsa kala itu.

Sebut saja Soerjono atau biasa kita sebut Pak Kasur. Beliau merupakan pencipta lagu anak-anak di tahun '50-an sampai '60-an. Bersama dengan Sandiah (bu kasur), pak Kasur memandu acara Taman Indria di TVRI sebagai satu-satunya stasiun televisi saat itu. Kurang lebih 200 lagu anak-anak telah diciptakan oleh beliau. Lagu yang masih sering kita dengar dan nyanyikan sampai saat ini antara lain, lagu "Naik Delman", "Balonku", dan "Kebunku". 

Pada tahun '60-an, kita mengenal A.T. Mahmud dengan lagu-lagu ciptaannya seperti "Pelangi-pelangi" dan "Anak Gembala". Lalu di tahun '90-an, ada Erwanda atau lebih dikenal dengan nama Papa T Bob dengan tembang andalannya "Bolo-bolo", "Jangan Marah", dan "Tanteku".

Mereka tidak lahir dan tercipta begitu saja, tapi saat itu mereka memiliki wadah dalam mengeluarkan karya-karyanya. Oleh karena itu, tidak berlebihan mungkin apabila saya sebagai penikmat musik sangat menginginkan hadirnya kembali program-program berkualitas bertema anak-anak di setiap stasiun televisi, sekaligus mengantisipasi kesulitan istri saya tatkala mencari kepingan CD tentang lagu anak-anak tatkala kami melakukan perjalanan.

Semoga pihak-pihak media utamanya stasiun telivisi dapat tergugah dan siap merubah mindset pemikiran mereka, bahwa mengejar rating bukan satu-satunya cara mengejar keuntungan, namun dengan pengelolaan program berkualitas yang dilakukan secara kreatif dan positif juga mampu menghasilkan uang lebih banyak. 

Selain itu, stasiun televisi hadir di ruang publik pada dasarnya bukan hanya untuk menyuguhkan hiburan semata, tapi lebih dari itu mereka sejatinya menjadi salah satu pelopor pencerahan, salah satu sumber pendidikan utamanya bagi anak-anak di tengah kepungan arus informasi yang semakin cepat. Salam

Sinjai, 11 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun