Mohon tunggu...
guntursamra
guntursamra Mohon Tunggu... Buruh - Abdi Masyarakat

Lahir di Bulukumba Sulawesi Selatan. Isteri : Samra. Anak : Fuad, Afifah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sukarno

31 Mei 2019   02:20 Diperbarui: 31 Mei 2019   03:02 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merawat senyummu pada penggalan waktuku yang kupunya, adalah kemustahilan yang sampai kini menggerus kesadaranku. Aku tahu, bukan seperti ini lamunan pada sepimu. Dan aku pun tahu, puisi disetiap orasimu adalah pengharapan akan nasib bangsamu seribu tahun lagi. Lalu masihkan pengorbananmu berdiri tegar di batas akhir keinginan, tatkala jiwa-jiwa kerakusan serta pikiran apatis melanda anak-anakmu.

Tak usah senyummu hilang, tatkala sifat menghargai hanyalah ungkapan dan persatuan tinggallah himbauan. Ia berguna untuk mengobati luka, bukan berfungsi untuk mencegah duka.

Penemuanmu tentang panduan bernegara, yang kau namakan Pancasila itu, kian hari kian terasa kesaktiannya. Meskipun kutahu, ia lahir dari ketidak inginanmu kami liberal atau komunis. Tapi mengapa nyaris kurasa sisa teks tanpa makna.

Ataukah ini bagian kritikan zaman, akan kelalaian menghilangkanmu dari hiruk pikuk kurikulum pendidikan dasar kami.

Entahlah...

Mengenang Hari Lahir Pancasila

Sinjai, 31 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun