Mohon tunggu...
guntursamra
guntursamra Mohon Tunggu... Buruh - Abdi Masyarakat

Lahir di Bulukumba Sulawesi Selatan. Isteri : Samra. Anak : Fuad, Afifah

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

"Pallu-pallu", Tradisi yang Nyaris Punah Digilas Smartphone

10 Mei 2019   00:40 Diperbarui: 10 Mei 2019   02:51 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makassar, sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, dengan peduduk yang didominasi umat muslim memiliki beberapa tradisi dalam menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan. Salah satunya adalah "Pallu-pallu".

Arti "Pallu-pallu" yang kalau di Indonesiakan adalah "Masak-masak". Tradisi "Pallu-pallu" dilakukan hanya pada bulan puasa saja, dimana kegiatan ini bertujuan untuk membangunkan umat Islam yang ingin sahur. 

Seperti di daerah lain di Indonesia, "Pallu-pallu" dilakukan sambil berjalan dari lorong ke lorong, yang diselingi dengan setengah teriak "Pallu-pallu" dengan maksud membangunkan warga. Bahkan ada yang melakukannya sambil bernyanyi yang diiringi bunyi-bunyian dari peralatan seadanya, seperti priuk, ember, atau bambu yang dipukul. Biasanya, hal ini dilakukan oleh anak muda dengan jumlah tertentu, yang penting bisa membangunkan warga setempat untuk sahur.

Biasanya di beberapa lokasi di Makassar, pada malam-malam tertentu, kelompok "Pallu-pallu" ini menggunakan alat musik modern, seperti gitar agar tidak monoton. Bahkan beberapa ramadhan sebelumnya, kegiatan ini dilombakan, meskipun hanya setingkat RT.

Namun sayangnya, tradisi "Pallu-pallu" ini dalam tiga hari ramadhan tahun ini nyaris tidak terlihat aksinya. Hanya di beberapa lokasi saja yang anak mudanya masih melakukan cara ini untuk membangunkan orang untuk sahur. Padahal, kegiatan ini sangatlah positif, sebab disamping memiliki muatan ibadah karena membangunkan orang untuk sahur, juga telah memberikan nuansa hiburan tersendiri bagi warga.

Boleh jadi, tradisi ini mulai ditinggalkan oleh generasi muda kita dikarenakan tekhnologi yang semakin maju. Dengan menjamurnya smartphone sebagai alat komunikasi jarak jauh, membuat sebagian anak muda kita lebih asyik dengan dunia maya. Tinggal setting alarm ponselnya pada jam bangun sahur, maka urusan sahur bisa dilakukan tanpa menunggu kelompok "Pallu-pallu" teriak dan bernyanyi untuk membangunkannya.

Mereka pada umumnya, lebih senang kirim-kiriman pesan via SMS atau lewat WA untuk saling membangunkan. Bahkan tidak sedikit dari mereka lebih senang main game online sambil menunggu waktu sahur.

Sungguh ironi, kemajuan teknologi yang pesat di zaman yang serba modern ini kembali memakan korban. Tradisi "Pallu-pallu" yang harusnya lestari, nyaris punah digilas smartphone. 

Sinjai, 9 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun