Mohon tunggu...
Guntur Cahyono
Guntur Cahyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Belajar untuk menjadi baik. email : guntur_elfikri@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KPK Kembali Digoyang

25 Januari 2015   00:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_393024" align="aligncenter" width="300" caption="Gedung KPK (doc. tempo.co)"][/caption]

Penegakan dan penegak hukum dinegeri bagai bagian infotainment. Mondar-mandir di Tivi tiada henti. Berita perseteruan lembaga besar KPK dan Polri bagai adu domba politik masa kolonial. Teringat saat guru PSPB (Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa) bercerita bagaimana pangeran Dipoegoro dikalahkan gara-gara politik adu domba kompeni.

Apa persamaan dengan kasus KPK dan Polri bisa jadi menjadi bagian materi sejarah anak cucu kita kelak saat belajar sejarah atau materi demokrasi dan hukum. Cerita yang tertulis dibuku materi pelajaran jika kakek-kekeknya pernah mengalami perseteruan atas nama individu atau lembaga.

Pemberitaan tentang penangkapan Bambang Widjojanto (BW) menjadikan perseteruan terasa klimak kembali. Orang awam akan sulit menilai kebenaran apa yang akan dipertontonkan kecuali persetruan dua lembaga dimana saat Budi Gunawan (BG) ditetapkan sebagai tersangka, kemudian gayung bersambut Polri mencari titik celah kelemahan KPK.

Melalui Bareskrim babak baru penegakan hukum dinegeri ini gempar saat isu pertama melalui salah satu stasiun televisi swasta menayangkan wawancara dengan Johan Budi berkaitan penangkapan BG. Yang saat itu pula Johan Budi membantah kebenaran berita tentang penangkapan BW melalui keterang Plt Kapolri.

Awalnya berita ini nampaknya tidak mudah ditebak karena ternyata fakta yang terjadi adalah kebalikannya. Saat itu pula publik memiliki pendapat sendiri dimana pada akhirnya pendapat dan opini publik penangkapan BW sangat "menguntungkan" KPK.

[caption id="attachment_393023" align="aligncenter" width="300" caption="Adnan Pandu Parja (doc.vivanews.com)"]

1422094864771140085
1422094864771140085
[/caption]

Dukungan masif diberbagai media sosial terhadap KPK menjadi angin segar jika KPK ditopang oleh banyak dimasyarakat yang cinta terhadap KPK dan membenci korupsi. Acara bersih-bersih pelaku korupsi KPK tentu tidak disenangi oleh para tersangka atau orang yang dibidik bahkan yang telah dijebloskan KPK.

Perang melawan korupsi memang bukan pekerjaan mudah. Setelah berbagai kasus kriminalisasi KPK periode sebelumnya sebenarnya telah menjadi isyarat jika musuh KPK tdaklah sedikit. Paling menarik adalah penahanan BW oleh Bareskrim Polri yang ditangkap saat mengantar anaknya sekolah.

Kembali saya mengacak-acak berita mengenai kasus BW yang berlebel tersangka karena kasusnya sebagai pengacara mengenai sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, tiba-tiba saya menemukan berita baru mengenai kasus kejahatan 2006 yang menimpa Wakil Ketua PK Adnan Pandu Praja.

Setelah Abraham Samad diserang dan BW  berstatus tersangka kini Adnan harus berurusan dengan kasus hukum denagn kasus yang terjadi tahun 2006. Berita mengenai Adnan Pandu bisa dibaca di http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/01/24/nio19j-adnan-pandu-praja-dilaporkan-atas-kasus-tahun-2006

Apalgi yang akan dipertontonkan tentu publik H2C (harap-harap Cemas). Personil KPK digoyang satu persatu oleh Polri. Itulah berita yang membikin saya sangat cemas samapai saya tongkrongin televisi sampai tengah malam disaat Polri akhirnya melepaskan BW. Sungguh ironi hukum yang makin tidak saya mengerti.

[caption id="attachment_393025" align="aligncenter" width="300" caption="Detik-detik keluarnya BW dari Bareskrim Polri (doc. cnnindonesia.com)"]

14220951072041437947
14220951072041437947
[/caption]

Padahal harapan saya selaku masyarakat adalah tidak ada yang menjadi musuh antar lembaga. Musuh kita adalah para koruptor dan tindak kejahatan lainnya. Polri adalah bagian dari rakyat Indonesia sedangkan KPK adalah wujud dari rakyat yang membenci tindakan korupsi.

Rakyat Indonesia adalah satu dan jangan lagi politik adu domba dimanfaatkan untuk melemahkan sendi-sendi kehidupan hukum di Indonesia. Lalu kemana lagi kita akan mencari perlindungan saat para elite politik masih berseteru. Ingat rakyat malu melihat bapak-bapak sekalian. Cerita apa yang bisa kami sampaikan kepada anak cucu kita kelak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun