Mohon tunggu...
Guntur Saragih
Guntur Saragih Mohon Tunggu... -

Saya adalah orang yang bermimpi menjadi Guru, bukan sekedar Dosen atau Trainer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembunuhan SMA Taruna dan Nyali Anak Mileneal

4 April 2017   06:22 Diperbarui: 4 April 2017   21:07 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Raja Kandang

Anak-anak kita juga menjelma menjadi anak raja kandang, berani berlebihan saat ia punya kuasa. Tapi ciut laksana ayam sayur di kandang orang lain. Hal ini tidak lepas dari kelakuan banyak pejabat publik yang begitu angkernya dengan orang miskin, memaki ke anak buah. 

Anak-anak yang tidak beruntung karena status orang tuanya menyebabkan ia tidak mendapat kesempatan belajar. Anak yang begitu dikondisikan dan diistimewakan sebagai raja kandang. Entah karena jabatan ayahnya atau keluarga besarnya. Anak seperti ini tidak diperlakukan adil. Saat ia memukul anak lain tanpa sebab, maka ia akan dibela atau dimaklumi oleh gurunya. Saat ia kalah bersaing atau kalah bertanding, maka wasit akan melindunginya. Saat anak-anak normal merasakan galaknya sang guru, kejamnya dunia sesama teman, anak seperti ini tidak beruntung mendapatkannya. 

Anak Dan Realitas

Setiap anak harus diajari realitas. Film Rambo bukanlah filn jagoan, melainkan propaganda Amerika menutup aib kalah dalam perang Vietnam. Realitas kalau dunia tidak hanya ada dalam kandang, bahkan lebih banyak di luar kandang. Realitas, kalau di hutan rimba, ada banyak hewan yang tidak punya pawang.

Seiring dengan hal tersebut, pelaku anak juga harus menghadapi realitas konsekuensi dari apa yang ia lakukan. Hidup tidak dapat dikendalikan, yang bisa hanyalah mengendalikan diri. 

Karenanya, anak harus keluar dari perangkap isolasi diri. Anak harus belajar menumbuhkan mentalnya kalau ia mampu menghadapi segala aesuatu secara langsung,. Layaknya kekebalan tubuh terhadap respon kehujanan, maka anak juga harus kebal terhadap tekanan. Ia harus mampu mengatasi untuk menghadapi pertangungjawaban atas kesalahannya, apakah ia nanti dimarah guru, bahkan resiko dipecat sekalipun. 

Dengan menghadap-hadapkan dirinya ke alam yang sebenarnya, mudah-mudahan nyali yang ia miliki bukan untuk tindakan pengecut. Besok ia mungkin saja memukul, menendang dalam konteks pertandingan bela diri atau melawan penjahat untuk dirinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun