Ernest hanya memikirkan kesalahannya pada JK yang terkait salah kutip. Jelas sudah Ernest ngeles, dan menghakimi agar orang maklum, kalau itu hanya kesalahan salah kutip, bukan kesalahan menyakiti. Jadi, pak JK dipaksa maklum, kalau pernyataan itu bukan salah Ernest, tetapi salah sumbernya. Kesalahan Ernest karena tidak teliti, bahkan dianggap khilaf. Padahal beberapa waktu yang lalu Ernest pernah meminta maaf atas kasus penginjakan foto  Anies Mata (Tokoh Partai Keadilan Sejahtera).Begini pernyataannya.
Setelah mendapat kecaman bertubi-tubi, Ernest akhirnya menghapus postingan foto tersebut. "Mempertimbangkan nasehat teman2, saya memutuskan untuk minta maaf atas twit menginjak spanduk. Iya, saya salah," Menurut Ernest, dia cuma menemukan spanduk tersebut tergeletak di tengah lapangan. "Jd diinjek2 semua org. Sumpah bukan gw yg nurunin, niat amat -_-," kicau Ernest.
Jelas, bahwa Ernest hanya ngeles, pernyataan seperti ini justru semakin menyakiti pihak yang telah tersakiti. Sehingga, jika kita harus merespon permintaan maaf Ernest berikutnya, maka boleh lah ada opsi kalau kita menganggap bukan permintaan maaf.
Dalam perspektif metakognisi, meminta maaf memiliki makna mengakui telah berbuat kesalahan. Meminta maaf merupakan wujud sebagai pemohon. Meminta maaf tulus, artinya tidak ada embel-embel untuk dimaklumi. Meminta maaf harus dengan adab sebagai peminta, jadi tidak memaksa agar yang diminta memberikan maaf. Semoga esok, permintaan maaf tidak dijadikan hanya sebatas slogan menyampaikan pesan minta maaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H