Ada banyak pihak, khususnya pemerintah merasa pencapaian pendidikan nasional diindikasikan dari kemampuan menjawab soal UN. Bahkan sampai ada model kesesatan berikutnya, yaitu kisi-kisi UN. Akibat pemikiran sesat ini, maka pembelajaran disimplifikasi menjadi kemampuan menjawab soal. Padahal, pemerintah ingin menjadikan pembelajaran berbasiskan kompetensi, dimana menjawab soal hanya memenuhi aspek pengetahuan semata.
Akibat kesesatan tersebut, maka pemerintah menutup mata tentang fenomena aneh berbagai lembaga yang mengaku bimbingan belajar (bimbel) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan pendidikan di negeri ini. Bahkan, para guru memberikan les tambahan, atau sekolah bekerjasama dengan berbagai lembaga bimbel. Hal ini sangat membahayakan, karena peserta belajar tidak lagi berorientasi pada pembelajaran (learning oriented), tetapi menjadi berorientasi pada ujian. Bayangkan, guru-guru bimbel yang umumnya tidak berlatar belakang keilmuan pendidikan menjadi sosok yang lebih penting dibandingkan guru. Hal ini dikarenakan guru bimbel memiliki kemampuan yang lebih efisien untuk menyelesaikan soal. Pembelajaran hanya ditujukan untuk menjawab soal, bukan lagi pada sasaran belajar yang telah ditentukan dalam kurikulum.
Hal yang lebih keliru lagi, ketika pemerintah memaksakan hasil UN dipakai PTN menerima calon mahasiswanya. Dasar penulis menyatakan hal ini keliru adalah, ujian penerimaan mahasiswa baru di PTN pada hakekatnya adalah wujud dari seleksi, karena daya tampung yang tidak sesuai dengan peminat. Selain itu, penerimaan PTN dalam rangka mengestimasi kesesuaian calon mahasiswa dengan tuntutan kampus. oleh karena itu, ujian yang dilakukan adalah pengukuran potensi akademik, bukan pencapaian intelektualitas atau keterterimaan materi belajar.
Jika pemerintah ingin melakukan UN, maka sepantasnya hal tersebut tidak dilakukan untuk siswa, melainkan untuk Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, penerbit dan  seluruh pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini penting untuk memastikan apakah pihak-pihak tersebut telah lulus memenuhi standar profesi yang telah ditentukan pemerintah. Dengan mengembalikan kesesatan berfikir kita tentang UN, kita dapat menyelematkan anak-anak kita tercinta dari beban yang tidak perlu, kita dapat memperkuat fungsi evaluasi untuk melakukan perbaikan yang berkesinambungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H