Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Bercermin Melalui Kisah Buruh Kasar Si Kuli Bangunan

31 Desember 2018   20:54 Diperbarui: 31 Desember 2018   21:12 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kuli pun menjawab,"iya pak, ia adalah anak saya. Ia yang saya ceritakan lima tahun silam. Saat ini saya bangga padanya telah melanjutkan perjuangan saya terdahulu. Ia telah membangunkan saya rumah, dan ia membuka kesempatan pekerjaan untuk orang-orang seperti kita. Saya berharap , kuli yang lain mempunya harapan seperti harapan saya terdahulu". Seketika mandorpun terkejut, ketika pria yang berpakaian rapi tersebut adalah atasannya di proyek yang sedang ia kerjakan.

Mandor hanya dapat menundukkan kepala dan bergeliat malu kepada si kuli mantan bawahannya terdahulu. Ia terlihat merenung, dengan sikapnya menyepelekan pandangan orang lain dan melalaikan masa depan nya.

Apa yang dapat kita tarik pemahaman dari kisah ini?

Kita berpandangan seorang buruh kasar tidak mampu merubah masa depannya. Tetapi itu adalah pandangan yang salah. Seorang anak adalah masa depan yang paling berharga. 

Pesan yang ingin disampaikan dalam tulisan ini ialah, "tidak ada orang tua yang menginginkan kehidupannya susah dan miskin. Akan tetapi mereka masih memiliki harapan, yaitu anaknya. Sesusah apapun kondisi kita saat ini, kita tetap harus berjuang untuk masa depan yang lebih baik". Ketika generasi tua tak lagi mampu untuk berbuat, akan hadir generasi muda untuk memenuhi harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun