Sementara kencenderungan ketiga adalah tren pemilih yang "rileks". Mereka berprinsip siapapun yang akan jadi presiden tidak masalah. Mereka akan menetapkan pilihannya di bilik suara.
Dan ada lagi keccenderungan keempat adalah tren pemilih yang "baper". Mereka bisa jadi karena keterbatasan memperoleh informasi, atau bisa juga karena ada faktor keinginan lain yang ingin merepresentasikan kepentingan dan harapan personalnya yang akan dituangkan dalam bentuk dukungan kepada calon presiden/wakil presiden yang dianggap menyenangkan dirinya. Kecenderungan pemilih ini kerap mempertimbangkan subyektivitas terhadap figur, seperti kesukaan, kegantengan, kesalehan, keberanian, kesabaran, atau lainnya.
Di era informasi dan komunikasi yang semakin terbuka, banyak informasi yang bisa diperoleh untuk menentukan pilihan terbaik dalam Pemilu 2019. Tapi jangan semua informasi dicerna mentah-mentah, karena di erah keterbukaan informasi ini berseliweran juga "hoax". Kita sebaiknya memfilter informasi dengan logika.
Mari kita bersikap obyektif terhadap fakta-fakta yang ada dan gagasan pemikiran besar para kandidat baik calon presiden dan wakil presiden, maupun calon-calon anggota legislatif. Pilih calon yang memiliki visi besar, membawa misi untuk kepentingan masyarakat, dan memberikan solusi untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Masa depan Indonesia lima tahun ke depan adalah di tangan Anda. Di tangan kita semua. Mari kita bangun dan jaga Pemilu yang damai, jujur, dan adil. Yuk... kita jaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Siapapun presiden dan wakil presiden terpilih, itulah Presiden Republik Indonesia. Presiden kita semua!
---
Blog penulis: www.guntur.id
Social Media: @guntur.id (IG, FB, Twitter)
Email: guntur3000@gmail.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI