Mohon tunggu...
Gunawan Mahananto
Gunawan Mahananto Mohon Tunggu... Freelancer - Ordinary people with extraordinary loves

From Makassar with love

Selanjutnya

Tutup

Money

Menuntut Ilmu hingga ke Glodok

23 November 2019   13:39 Diperbarui: 23 November 2019   13:55 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menuntut Ilmu Hingga ke GLODOK.

Waktu menetap di Jakarta awal tahun 1990an dan mulai bekerja di suatu perusahaan swasta , kata Glodok paling saya ingat.
Saat itu saya mulai kerja sebagai marketing tehnik.  Padahal back ground ijasah saya ilmu sosial.  Lengkap lah penderitaan saat itu , disuruh jago hitung dan jualan. Alat tehnik lagi.

Nasehat para "orang tua" dulu ,bahwa  ijasah nggak penting , yang utama kemauan belajar , jujur dan kerja keras.  Ada kesempatan ambil saja. Belajarnya nanti saja.

Ternyata pandangan bos saya pun tidak berbeda.  Tahu saya nol besar di dagang dan tehnik , dia minta saya belajar. Untuk tehnik ,saya diminta sering ke bengkel perhatikan kegiatan pertukangan dan ke dermaga untuk lihat-lihat ruang mesin kapal.

Untuk marketing , saya diberi intruksi lebih nyeleneh lagi.  Sabtu Minggu , saya disuruh blusukan ke pasar Glodok dan Tanah Abang.  Bukan untuk belanja ,tapi saya disuruh perhatikan penjual beraksi di sana.  Katanya ,itulah tempat sebenarnya ilmu  dasar  marketing.  Belajar bisa dari siapa saja dan dimana saja.
Sulit awalnya otak sosial di sulap menjadi otak tehnik dan dagang , jadinya ,masa belajar  lama. Hingga 6 bulan , yang di dapat cuma kulitnya.  Ditanya A jawabnya K.  Inilah kalau dulu kurang daging ,banyak kerupuk dan kecap.

Beruntung saya punya bos sabar. Saya tetap dituntun dan seringkali  diajak bareng  kalau sedang bertemu pelanggan domestik maupun asing.
Ternyata apa yang di presentasikan bos saya  ke pelanggan atau mitra kerja adalah gaya Glodok.  Padahal bos saya PHD lulusan Inggris termuda , super cumlaude. Yang Habibie almarhum pun dibuat kagum.

Kelas  Glodok , yang paling diingat adalah harus memahami  plus- minus suatu produk ,  jujur apa adanya dan tahu apa yang ada di benak pelanggan. Diskon boleh ,tapi yang penting tetap untung.  Kerja nggak rugi pun ,bagi ilmu Glodok itu " buntung". Just Wasting time. Karena  Waktu adalah Uang.
Ternyata " sekolah"  di Glodok tidak sia sia.  Setelah 3 tahun , saya diutus ke Surabaya untuk membuka cabang baru. Sekaligus belajar lagi Ilmu jualan ala Pasar Turi dan Pasar Loak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun