Jawab Nabi SAW : "Jika benar yang kau ceritakan itu, maka itulah ghibah, tetapi jika tidak benar ceritamu itu, maka itu disebut buhtan (tuduhan palsu, fitnah) dan itu lebih besar dosanya".
Imam AnNawawy memberikan definisi 'Ghibah adalah menyebutkan hal-hal yang tidak disukai orang lain, baik berkaitan kondisi badan, agama, dunia, jiwa, perawakan, akhlak, harta, istri, pembantu, gaya ekspresi rasa senang, rasa duka dan sebainya, baik dengan kata-kata yang gamblang, isyarat maupun kode. Saat ini, meng-ghibah dapat dilakukan dengan tulisan, sms, email, bahkan lewat bahasa tubuh-pun bisa.
Ghibah bisa menyebabkan dosa dobel. Karena selain kita harus memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pengampun, kita juga harus meminta maaf pada orang yang kita gunjing. Terkadang ini menjadi sulit. Apalagi jika yang kita gunjing jumlahnya banyak sekali, dan kita lupa dengan gunjingan di masa-masa lalu.
Jika hanya sekadar membatin, belum disebut ghibah, meskipun hal ini juga termasuk prasangka. Dalam QS Al Hujurat (12) disebutkan bahwa ber-prasangka pun kita sebaiknya berhati-hati, karena sebagian dari prasangka adalah dosa. Dalam hal ini adalah prasangka yang buruk (su'u dzon). Sebaliknya kita dianjurkan untuk selalu berkhusnudzon atau prasangka yang baik. Ingatlah Tuhan itu Maha Mengetahui, baik yang kita ucapkan, maupun yang kita simpan dalam hati.
Berprasangka buruk saja sudah tidak diperkenankan Allah SWT.
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka , karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang . (QS Al-Hujurat:12)
Dari dulu hingga saat ini sejak pertama kali merekrut anak buah, aku selalu berkomitmen untuk bekerja sama sebagai teman, mendukung kemajuan kariernya, dan saling berbagi dalam pemahaman agama. Maksudku adalah agar selain berkembang dalam bidang kerjanya, mereka juga meningkat pemahaman agamanya yang teraplikasi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Memberi ilmu agama tentu lebih bermanfaat di banding memberi ilmu pekerjaan. Apalagi jika ilmu pekerjaan itu akhirnya tidak digunakan untuk kepentingan agamanya, bahkan hanya disalahgunakan, seperti menulis dengan kemahiran tinggi tapi untuk kepentingan tulisan-tulisan yang memojokkan agama sendiri dan bermanfaat untuk alkafiruun.
Keyakinan dan keimanan tentu tidak bisa digadaikan hanya untuk kepetingan dunia sesaat. Bagaimana pun harusnya kita mempertahankan aqidah! Jangan menjadi bunglon, penjilat, musuh dalam selimut dengan cara-cara yang dimurkai Allah SWT..... Naudzubillahi min dzaalik. Tuhan tidak pernah tidur, Dia Maha Melihat dan Maha Mengetahui, yang lahir maupun batin.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H