Mohon tunggu...
Gunawan Sriwibowo
Gunawan Sriwibowo Mohon Tunggu... profesional -

Insan biasa yg mencoba berbagi hal2 melingkupi kita walaupun kecil namun insyaAllah ada manfaatnya.....

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kembar Tak Selalu "Se-Hati"?

10 Desember 2010   08:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:51 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak bukti dan anggapan, anak kembar sudah hampir pasti selalu sehati (sejiwa). Konon, di kala yang satu sedih, kembarannya juga akan merasa sedih. Jika yang satu sakit, bahkan kembarannya juga ikut-ikutan sakit.

Tapi ada sahabat kembarku nun jauh di sana yang ternyata sejak bayi sudah harus berpisah dengan kembarannya. Lingkungan keluarga yang membesarkannya membuat mereka tumbuh menjadi anak yang "berbeda". Itulah Ketentuan Ilahi yang harus dijalaninya hingga ia berumah tangga.

Dia sebenarnya mau mengungkapkan dengan panjang lebar, tapi karena tak terbiasa jadi sulit untuk melukiskan secara detil. Mungkin kira-kira kejadiannya secara singkat seperti ini.

Terlahir kembar di kota kecil. Entah mengapa, kembarannya sering rewel dan menangis terus. Hingga orang tuanya merasa kewalahan.

Mengetahui hal ini setelah berdiskusi dan bermusyawarah dengan keluarga besar, akhirnya aku "diminta" untuk dibawa dan dirawat di lain kota oleh nenek dan pamanku sejak usia 2 bulan. Usia di mana bayi masih memerah. Aku terpilih karena aku lebih diam, tidak terlalu rewel atau menangis.

Singkat cerita dia dipertemukan kembali dengan orang tua, saudara, juga saudara kembarnya saat mencapai usia masuk 6 tahun. Jadi bisa dibayangkan dan dimaklumi, betapa bocah usia 6 tahun itu merasa asing dengan kembarannya sendiri. Juga termasuk dengan orang tuanya.

Waktu berjalan, dengan perasaan yang asing itu, masa kecil dan masa remajanya dilalui dengan perasaan yang aneh dan terasa kurang begitu indah. Yah.. biasa-biasa saja... Dia malah cenderung gagap.. Sulit berinteraksi dengan orang lain. Melihat orang lain terasa takut (gagap). Mungkin karena faktor keterasingan yang dirasakan sejak kecil (sehingga pikiran bocah kecil itu) merasa dikucilkan.

Lebih parah lagi, dia mulai mengenal teman pria pun baru saat usia 25 tahun. Betapa telatnya . . .

Sempat sih semasa masuk usia remaja, dia berkenalan dan mencoba menarik simpati pria.... Eh ujung-ujungnya pria yang diperhatiin malahan mengalihkan perhatian ke kembaranku.... Dari fisik, kembaranku saat itu memang bagaikan kembang di sekolahnya (primadona)... Tapi dia menghibur diri karena tidak sedikit temannya juga bilang dia lebih cantik dari kembarannya. Mungkin masalahnya adalah dia tidak terlalu pede aja..malah cenderung minder...

Suatu kali dia bertanya pada teman dekatnya "Dosa gak ya..?? jika sampai sekarang aku relatif tidak terlalu dekat dengan orang tuaku ...dibanding dengan nenek yang kini sudah meninggal dunia dan pamanku?"

"Memangnya mengapa . . .?" temannya balik bertanya.

"Terkadang kalau mendengar paman sakit, aku jadi kepikiran dan merasa harus segera nengok...Tapi kalau mendengar orang tua kandungku sakit, kekhawatiranku tidak sehebat ketika pamanku sakit......Tapi Doa Insya Alloh tetep aku panjatkan untuk kedua ortuku...." ungkapnya.

Sang sahabat berujar, "Ya bisa dimaklumi jika begitu... Kamu waktu itu masih bayi, dan idak bisa menolak serta masih bersih dari segala dosa.. Jadi tidak perlu merasa bersalah sih menurutku, asal tetap bisa menjaga hubungan baik dengan orang tua dan saudara.."

"Alhamdulilah dari kecil sampai sekarang aku belum pernah melawan, membantah apapun yang orang tuaku suruh pasti aku kerjain gak seperti saudara-saudaraku yang lain...pasti ada bantahan..." katanya sendu.

"Dari dulu sampai sekarang aku juga merasa sungkan (tidak berani) untuk meminta sesuatu, seperti uang jajan atau yang lainnya, seperti anak-anak pada umumnya....juga merasa sungkan untuk bermanja-manja seperti saudara-saudaraku yang lainnya...."

Sang sahabat terus menyimak dengan empati.

"Hmmmm......padahal kan yang melahirkan aku mereka, bukan nenek dan pamanku ...tapi kok kemistry nya lebih kuat ke pamanku ku yaaa....." katanya sambil menghela napas panjang...

"Bagaimanapun mereka adalah orang tua kandungmu. Terpisahnya dirimu dengan saudara kembarmu dulu pasti sudah dipikirkan masak-masak oleh orang tua dan seluruh keluarga besarnya. Jadi sebaiknya tidak melihat masa lalu, tapi menatap masa depan, tetap menyatangi mereka dan selalu mendoakan kebaikan untuk mereka...."  pesan sang sahabat.

Agar menjadi sebuah inspirasi bagi orang lain, maka sang sahabat minta izin sama dia agar kisah perjalanan hidupnya bisa di-sharingkan di forum Kompasiana ini.  Mulanya dia berat dan menolak, tapi setelah dibujuk sahbatnya, dia bersedia.

Ada saran dan masukan buat si kembar ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun