Mohon tunggu...
Gunawan Sriwibowo
Gunawan Sriwibowo Mohon Tunggu... profesional -

Insan biasa yg mencoba berbagi hal2 melingkupi kita walaupun kecil namun insyaAllah ada manfaatnya.....

Selanjutnya

Tutup

Money

Mau Resign? Dikucilkan Dulu...(Manajemen Apa Itu?)

12 Oktober 2010   08:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:29 2726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini benar-benar terjadi!  Seorang karyawan yang hendak mengajukan pengunduran diri (resign) dengan berbagai cara  "dikucilkan" oleh pihak perusahaan sejak surat pengunduran diri itu diserahkan ke perusahaan hingga tiba waktunya ia keluar dari perusahaan itu.   Tak jarang yang dilakukan perusahaan itu bisa membuat hati sang karyawan terkucilkan, hingga akhirnya hatinya jadi sebel (jika tidak mau dibilang sakit hati).  Melihat teman yang keluar masuk silih berganti terbentuk analisis, ada hal lain yang lebih penting yang sebenarnya bisa menjadi perhatian pihak perusahaan.

"Apa gunanya dia ikut meeting dan aktivitas kami? Toh dia sudah memutuskan untuk tidak bergabung lagi dengan kami....." begitu kilah atasan yang dalam hal ini mewakili pihak perusahaan.  Apa yang ditakutkan pihak perusahaan sebenarnya?

Apakah karena khawatir rencana/program aktivitas diketahui dan dibocorkan??  Sungguh naif, kalau begini.  Karena bagaimana pun strategi kita ditiru (dijiplak) habis-habisan oleh kompetitor sekalipun, selama orang yang menjalaninya tidak mengetahui atau mempunyai pemahaman dan semangat (gairah/ruh) yang benar dalam pelaksanaan strategi itu, tentu tidak bisa terealisasi!  Fasilitas-fasilitas mulai ditarik. Email diblok dan lain sebagainya.  Entah apa lagi.... jika di perusahaan Anda...

Padahal jika seorang karyawan yang hendak resign tetap diberi kesempatan seperti sebelumnya, tentu tenaga, waktu dan pikirannya bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.  Ide-ide dan kritikan dari orang yang hendak resign, apakah itu tentang sistem dalam perusahaan ataupun tentang karakter orang-orang dalam perusahaan, biasanya sangat tajam dan cenderung dekat dengan kebenaran.

Dia tentu nothing to lose, menyampaikan pendapatnya sudah tanpa beban.  (Lain ceritanya ketika masih diikat sebagai karyawan tetap, tentu dia akan berpikir seribu kali jika akan menyampaikan kritikan yang sifatnya pedas, walaupun itu benar dan membangun). Kritikan dia ini tentu bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan perusahaan.

Tapi kenyataannya, pihak perusahaan jarang memanfaatkan momentum tersebut untuk benar-benar menggali masukan dari staf yang mau resign... Bahkan tak jarang, perusahaan menekan dan membuat karyawan benar-benar tak berkutik dan cenderung sakit hati... "Yaaa... ndak apa-apa lah... toh buat kami dia sudah tidak ada artinya....," kata sang manajemen mewakili pihak kantor...

Wadduuuuhh... Jelas saya tidak sependapat dengan pemikiran semacam itu.  Bagaimana mungkin staf yang pernah kerja di sebuah perusahaan tidak ada artinya lagi ketika sudah tidak bergabung dengan perusahaannya??  Dia justru menjadi duta PR (agen promosi berjalan) bagi bekas tempat bekerjanya.

Jika "kenangan" di tempat kerja lamanya baik, tentu dia akan bercerita kepada keluarganya, keluarga besarnya, tetangga,  sahabat, bahkan orang-orang dan teman-teman barunya tentang hal-hal positif perusahaan lamanya.  Sebaliknya jika dia mendapat "kenangan" yang buruk (meskipun itu hanya terjadi belakangan, ketika dia memutuskan mengajukan pengunduran dirinya), tentu dia akan menjelek-jelekkan tempat bekerjanya yang lama.   Paling bagus, dia akan memilih diam (tidak meluruskan) bila ada komentar/pandagan negatif yang berkembang di lingkungan kerjanya yang baru...

Jadi, ketika seorang staf memutuskan berhenti (apakah membangun bisnis mandiri atau bekerja di tempat lain, bahkan kempetitor sekalipun)  bukan berarti hubungan dengan perusahaan putus sudah!  Hubungan personal atasan-bawahan, bekas rekan-rekan sekerja, tentu harus tetap dipelihara.  Artinya hubungan silaturahim harus bisa dijaga.  Dari aspek spiritual, menjaga silaturahim merupakan anjuran Rasulullah SAW yang bisa menambah pintu rezeki dan memperpanjang umur.  (Saya yakin ini juga berlaku untuk sebuah "perusahaan")..

Tak jarang saya melihat kenyataan, perusahaan (yang diwakili oleh teman-teman dari human resourches atau mantan atasan meremehkan dan cenderung memperlakukan bekas stafnya.  Perlakuan kita terhadap barang dan manusia tentu beda. Orang yang bekerja di tempat lain yang membawa hati dan pikirannya, tentu tak bisa disamakan dengan mobil kita yang dimiliki/dibeli oleh orang lain. Berbuat baik tidak akan merugikan! Jangan sampai nila setitik rusak susu sebelanga.

Pemberian kesan yang baik saat karyawan keluar/resign, termasuk dalam pemberian uang jasa yang memuaskan mantan karyawan, tentu bisa dikatakan sebagai bagian dari upaya menjaga hubungan positif yang langgeng.  Dengan prinsip menjadi mantan karyawan sebagai mitra bisnis (meskipun dia sudah bekerja di tempat kerjanya yang baru), tentu akan semakin menambah jaringan mitra bisnis perusahaan.  Dan, hal itu menjadi super penting, bila ternyata mantan karyawan itu sudah mengetahui "rahasia" perusahaan. Bagaimana menurut Anda . . . .??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun