Mohon tunggu...
Guntur Rizkiyana Muhammad
Guntur Rizkiyana Muhammad Mohon Tunggu... -

Idealis dan realis jadi satu. Selalu berusaha melihat segala sesuatu dari sisi yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Twitter sebagai Public Sphere Virtual: Permasalahan dan Solusinya

14 Oktober 2013   21:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:32 1673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu Public Sphere Virtual? Kelebihannya & Kekurangannya? Apa itu public sphere virtual? Sebelum lebih jauh, ada baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu apa itu definisi public sphere. Public sphere di definisikan oleh Jurgen Habermas yaitu semua ranah kehidupan sosial kita yang dimana opini publik dibentuk melalui interaksi antar masyarakat secara bebas. Habermas, dalam buku lainnya berpendapat bahwa public sphere merupakan virtual tempat masyarakat suatu negara bertukar ide dan mendiskusikan isu untuk mencapai kesepakatan mengenai kepentingan bersama. Sehingga bisa didapat kesimpulan bahwa public sphere adalah suatu tempat dimana masyarakat bisa berinteraksi, bersosialisasi, bertukar ide, berdiskusi mengenai suatu isu secara bebas, sebagai basis terbentuknya opini publik dan mencapai kesepakatan mengenai isu yang menyangkut kepentingan bersama. Melihat hal tersebut, banyak tempat baik nyata dan virtual bisa dikategorikan menjadi public sphere karena fungsinya yang sama. Contoh tempat nyata adalah warung kopi, kampus, forum diskusi dan semua tempat dimana semua orang bisa bertatap muka langsung dan berdiskusi. Contoh tempat virtual yaitu sosial network, forum online dan media massa online, cetak, radio serta televisi. Tulisan ini akan berfokus kepada permasalahan dan solusi dalam Twitter sebagai public sphere virtual. Karena kini menurut saya, Twitter memiliki tujuan yaitu menyampaikan suara serta informasi dan juga berkontribusi, ini sesuai dengan semangat public sphere Habermas. Selain itu banyak kelebihan yang membuatnya sangat menarik seperti paling banyak digunakan, mudah dan efektif untuk diakses, menyampaikan informasi, ide, pendapat serta berdiskusi. Mudah dan efektif karena masyarakat tidak harus bertemu langsung, tidak makan banyak waktu, semua orang dengan koneksi internet bisa mengakses dan memakainya kapan saja dan dimana saja tanpa batas, informasi, ide pendapat serta diskusi bisa terjalin dengan mudah juga informasi hasil interaksi akan tetap tersimpan di internet dan bisa diakses oleh siapa saja. Salah satu contoh penggunaan Twitter sebagai public sphere demi kepentingan bersama yaitu penggunaan sosial media network Facebook, Twitter dan Youtube untuk memberi informasi, berdiskusi dan menggalang dukungan bagi rakyat Mesir untuk menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintahan Hosni Mubarak. Penggunaan public sphere virtual ini akhirnya berhasil menggalang dukungan rakyat Mesir dan terjadi demo besar-besaran demi menggulingkan pemerintahannya. Bagaikan pedang bermata dua, selain kelebihan public sphere virtual juga memiliki kekurangan yang menariknya, berasal dari efek kelebihan yang dimilikinya. Kekurangannya yaitu informasi terkadang tidak dapat dipercaya sumbernya, informasi yang disampaikan digunakan demi kepentingan pribadi/segelintir orang/kelompok, informasi dengan tujuan komersial, memberikan informasi yang bersifat pribadi, memberi informasi dengan tujuan pencemaran nama baik, membicarakan hal-hal kecil yang sengaja di besar-besarkan serta banyak hal lain yang dimana semua kegiatan tersebut tidak bertujuan demi kepentingan bersama. Semua hal tersebut mudah sekali terjadi karena kelebihannya yaitu kemudahan diakses bagi siapa saja yang memiliki hubungan internet dan sifat penggunanya yang anonimus, kita tidak bisa mengetahui dengan jelas identitas yang memberikan informasi dan kualitas dari informasi tersebut. Apa Saja Permasalahan Twitter Sebagai Public Sphere Virtual? Penyalahgunaan public sphere oleh masyarakat luas banyak terjadi karena public sphere banyak dipakai tanpa memperdulikan aspek demi kepentingan bersama. Ini telah menyalahi definisi dasar  public sphere oleh Habermas. Masalah-masalah ini didefinisikan oleh Alan Mckee menjadi lima masalah public sphere dalam bukunya yaitu trivialization, commercialization, spectacle, fragmentation dan apathy. Lima definisi masalah public sphere ini sangat tepat untuk menganalisa permasalahan public sphere, terutama Twitter sebagai jenis virtual, mencari akar permasalahan dan solusinya. Berikut adalah lima analisa permasalahan Twitter: 1.Trivialization Berarti mengangkat masalah pribadi, tidak menyangkut isu kepentingan bersama, menjadi bahan pembicaraan dan diskusi besar dalam public sphere. Ranah public sphere virtual merupakan tempat dimana masalah ini berlangsung sangat hebat dan menjadi hal yang ditunggu oleh publik. Hal yang sangat mengherankan terjadi yaitu dimana informasi mengenai hal ini sangat ditunggu-tunggu, banyak didiskusikan oleh masyarakat dan bahkan sengaja disebarkan oleh individu masyarakat. Padahal hal yang bersifat pribadi tersebut sangat tidak layak diketahui publik dan tidak mencakup kepentingan bersama. Contoh kasusnya yaitu pemberitaan gosip oleh media massa mengenai artis dan masalah pribadinya menggunakan Twitter dan didiskusikan oleh masyarakat pengguna Twitter, mengeluarkan informasi pribadi ke Twitter yang tidak pantas untuk diketahui masyarakat umum. 2.Commercialization Berarti menggunakan public sphere dengan tujuan komersialisasi, ini bertentangan dengan tujuan kepentingan bersama. Semua jenis public sphere virtual, termasuk Twitter. dipenuhi banyak informasi yang bertujuan komersialisasi. Sosial network, forum online dan semua macam media massa menghadirkan informasi mengenai info barang dan jasa yang bersifat komersial kepada masyarakat. Hal ini sangat mengganggu masyarakat dalam mendapatkan informasi dan berinteraksi karena Twitter akan dipenuhi oleh informasi yang tidak kita butuhkan karena tidak menyangkut kepentingan bersama. Selain itu juga akan mempersulit kita untuk fokus mencari informasi dan berdiskusi karena dihalangi oleh iklan. Namun Twitter juga memiliki fungsi tujuan komersialisasi yang resmi. Untuk menghindari hal tersebut, kita bisa saja tidak follow akun iklan yang mengganggu tersebut. 3.Spectacle Berarti informasi yang ada di public sphere dilihat hanya sepintas saja, tanpa mendetail, dan penampilan sangat diutamakan sehingga diskusi yang terjadi di public sphere bersifat dangkal. Twitter juga mengalami hal ini, diskusi yang terjadi mengenai suatu isu terkesan tidak mendalam. Banyak tweet yang bernada menghujat karena melihat pemberitaannya saja tanpa memiliki pengetahuan yang mendalam, kemudian mereka melupakannya begitu saja. Hal ini menjadikan diskusi tidak dapat terjalin dengan baik dan sulit tercapai keputusan yang terbaik demi kepentingan bersama. 4.Fragmentation Terjadinya perpecahan masyarakat menjadi kelompok-kelompok tersendiri dan tidak dapat bersatu dalam satu kesatuan untuk berdiskusi demi mencapai kepentingan bersama. Fragmentation ini juga terjadi di Twitter, pengguna Twitter juga terpecah menjadi kelompok-kelompok dan susah mencapai kesepakatan dalam suatu isu. Pengelompokan dalam Twitter bisa dibagi menjadi yang Pro, Kontra, pengamat dan tidak peduli karena merasa bukan masalahnya. 5.Apathy Berarti masyarakat dalam public sphere ikut serta sebagai pendengar namun tidak peduli dan tidak ikut berfikir mengenai isu yang berkaitan dengan kepentingan bersama yang muncul. Mengenai permasalahan yang ini, Twitter sebagai public sphere virtual, memiliki jumlah Apathy yang banyak. Informasi sangat mudah didapat dan mengalir setiap harinya di Twitter, namun banyak pengguna Twitter yang tidak merespon hal tersebut. Mereka membacanya namun tidak memberikan umpan balik melalui pendapat serta diskusi. Semua masalah diatas merupakan masalah besar yang menghambat efektivitas Twitter sebagai salah satu macam public sphere. Menurut pendapat saya, sistem Twitter sebagai public sphere sudah cukup baik yaitu memberi kebebasan bagi pemakainya untuk memilih informasi apa yang diinginkannya serta informasi apa yang ingin dikontribusikan. Kebebasan ini sangat penting sebagai salah satu aspek public sphere, namun kebebasan ini juga menjadi sumber masalah yang menggerogoti Twitter karena masalah ruang publik diatas menurut saya bersumber dari kebebasan Twitter itu sendiri. Jika kita mengharapkan peraturan yang membatasi pengguna Twitter dalam konten yang ingin dikeluarkan, maka akan menjadi hal yang mustahil. Maka dari itu saya lebih berharap pada hal fundamental yaitu manusia. Manusia sebagai pengguna Twitter menjadi akar munculnya permasalahan public sphere dan juga kunci mengatasi permasalahan. Solusi yang Terbaik? Menurut saya, solusi yang paling baik adalah melalui edukasi kepada manusia mengenai etika memahami, menanggapi dan menggunakan public sphere virtual yang baik dan benar. Kita harus membuat standar bersama dalam menggunakan public sphere virtual karena belum ada standar yang disepakati bersama dalam penggunannya. Hal ini bisa dimaklumi karena kemunculan public sphere virtual merupakan hal yang baru dalam sejarah manusia sehingga manusia sebagai penggunanya juga banyak yang tidak mengerti apa yang baik dan apa yang kurang baik untuk dilakukan dalam ranah public sphere virtual. Saya sangat percaya bahwa dengan tingkat pemahaman manusia yang lebih baik dalam menggunakan hal ini maka akan banyak permasalahan public sphere virtual yang berkurang dan bahkan hilang. Saya sangat mengharapkan pemerintah, sebagai pemegang kekuasaan resmi tertinggi untuk memberikan perhatian besar untuk edukasi mengenai etika memahami, menanggapi dan menggunakan public sphere virtual yang baik dan benar. Perhatian ini bisa diberikan melalui memasukkan edukasi mengenai hal ini dalam kurikulum sekolah, iklan layanan masyarakat, penyuluhan-penyuluhan serta banyak hal lainnya yang bertujuan untuk menyadarkan rakyatnya. Karena saya sangat percaya bahwa jika public sphere virtual seperti Twitter ini dapat berfungsi maksimal, maka semua pihak akan mendapat keuntungan, demokrasi dapat berjalan sebagaimana mestinya dan kepentingan bersama dapat tercapai. Habermas, Jurgen (1964) ‘The public sphere: An Encyclopedia Article (1964)’, Jstor.com Accessed 10/6/2013. Habermas, Jurgen (1997) ‘The public sphere’, in Robert E. Goodin and Philip Pettit (eds) Contemporary Political Philosophy: AnAnthology,Oxford: Blackwell Publishers, pp. 105–108. Twitter.com,“The fastest, simplest way to stay close to everything you care about.”(online), <https://twitter.com/about>, accessed 10/14/2013. Kassim, Saleem. "Twitter Revolution: How the Arab SPring Was Helped By Social Media"(online).<http://www.policymic.com/articles/10642/twitter-revolution-how-the-arab-spring-was-helped-by-social-media>, Accessed 10/14/2013. Mckee, Alan (2005) ‘An Introduction to the Public Sphere’, New York, Cambridge. Twitter.com,“The fastest, simplest way to stay close to everything you care about.”(online), <https://twitter.com/about>, accessed 10/14/2013.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun