Mohon tunggu...
Gun Gun Heryanto
Gun Gun Heryanto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Dosen dan Peniliti Bidang Komunikasi Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Kehilangan Mahkota

22 Juli 2011   12:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:28 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik mencermati berita utama Kompas (12/7) “Yudhoyono Menjamin Anas”. Selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono memandang penting mengeluarkan pernyataan yang menggaransi Anas Urbaningrum untuk tetap menjadi nahkoda partai. Konteks pesan Yudhoyono tersebut dapat kita posisikan sebagai peredam konflik internal antar faksi sekaligus berupaya meminimalisir efek turbulensi politik PD pasca “nyanyian ” Nazaruddin.

Menciderai Kekitaan

Dalam jangka pendek, sinyal SBY bahwa tidak akan ada kongres luar biasa (KLB), sepertinya masih akan didengar para elit Demokrat. Kita tentu memahami bahwa hingga sekarang, Yudhoyono masih berada di puncak hirarki kekuasaan partai. Dalam tradisi partai yang menyandarkan diri pada kekuatan figur sentral, dinamika politik yang terbangun biasanya bermuara pada gejala groupthink.

Irving Janis dalam bukunya Groupthink: Psychological Studies of Policy Decisions and Fiascoes (1982) menyebutkan salah satu ciri utama gejala groupthink ialah para kader organisasi akan menghindari pemikiran berlawanan dengan elit utamanya. Geneologi PD  memosisikan SBY sebagai figur utama sekaligus pusat pergerakan sistem organisasi. Sekeras apapun upaya faksi non-Anas menggelindingkan isu KLB, tanpa restu SBY, hal tersebut hanya akan membentuk gelembung air sabun.

Namun, dalam jangka panjang pernyataan Yudhoyono pelan tapi pasti akan kehilangan koherensi karakterologis (characterological coherency). Hal ini ditandai dengan kian melemahnya kepercayaan publik di level konstituen dan publik eksternal partai pada karakter-karakter utama Yudhoyono sebagai pemimpin.

Konflik antarfaksi seusai kongres PD  tahun lalu, mengalami fase ‘inkubasi’ saat skandal Nazaruddin terkuak. Perang terbuka pun aktual di media massa karena proses pengendalian konflik terhalang oleh kepentingan elit Demokrat yang berbeda-beda. Konsolidasi internal tak mampu menyolidkan lagi gerak ritmis para elit sehingga konflik menjadi eskalatif dan terbuka di mana-mana.

Partai Juara?

Tak dimungkiri, PD saat ini ibarat sang juara yang kehilangan mahkota. Setelah memenangi Pemilu 2009 dengan meraih 20,85 persen suara pemilih, Demokrat ternyata tak mampu mentransformasikan kemenangannya untuk membuat perubahan nyata.

Jajak pendapat Kompas, Senin (4/7/2011) menunjukkan kepercayaan publik terhadap Demokrat menurun drastis. Jika pemilu dilaksanakan sekarang hanya 35,6 persen pemilih Demokrat yang berterus terang akan tetap kembali memilihnya. Bahkan 86,8 persen responden yakin partai ini tidak bebas dari korupsi.  Mahkota bagi partai pemenang pemilu adalah kepercayaan, kewibawaan dan kredibilitas. Sebuah partai yang memenangi Pemilu tetapi tak lagi punya ketiga hal tersebut sama saja dengan juara tanpa mahkota.

Komentar Marzuki Ali (Kompas,12/7/2011) yang menyatakan bahwa keberhasilan Demokrat pada Pemilu 2014 ditentukan tiga pihak yakni Yudhoyono selaku pemimpin pemerintahan, dirinya di DPR dan Anas dalam mengonsolidasikan partai, menjadi cermin elit Demokrat yang menyederhanakan masalah. Marzuki mungkin lupa, faktor rakyat atau konstituen dalam membesarkan partai. Tanpa riset ilmiah sekalipun teraba bahwa rakyat kini tak hanya gelisah tetapi kecewa atas perkembangan penyelsaian kasus Nazaruddin.

Tak ada pilihan bagi Demokrat, selain mengoptimalkan perbaikan-perbaikan ke depan. Pertama, Demokrat harus tegas memecat kader-kader yang terlibat korupsi.  Agenda pemberesihan para koruptor di tubuh demokrat seharusnya menjadi agenda utama dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang digelar 23-25 Juli ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun