Seperti yang saya kutip dari laman resmi Kemendikbud bahwa Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif pro aktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila yang berketuhanan, beriman, bertakwa berakhlak mulia, bernalar kritis, kreatif, berkebinekaan global, gotong royong serta mandiri.
Mengacu hal tersebut, saya akan menerapkan pengetahuan dari Program Guru Penggerak ini dengan senantiasa berpegang teguh pada prinsip pemikiran dan semboyan Ki Hadjar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung Tulodho, berarti di depan memberi teladan.Â
Guru yang dekat dengan murid-muridnya acapkali digugu dan ditiru sikap dan perilakunya. Anak-anak adalah peniru ulung. Apa yang mereka lihat, rasakan dan dengarkan akan dicontoh. Untuk itu saya harus menjadi suriteladan bagi siapa pun khususnya anak murid saya.Â
Ing Madyo Mangun Karso, di tengah-tengah membangkitkan semangat. Keseharian guru di tengah-tengah proses pembelajaran, patut menjadi pembangun jiwa serta passion murid-muridnya, hingga mereka memiliki daya juang (resiliensi) yang tak kenal lelah. Tut Wuri Handayani, di belakang memberi dorongan.Â
Perkembangan sosial dan emosional anak cukup dinamis dan belum stabil. Jiwanya masih berproses dan terus berkembang. Untuk itu perlu adanya sosok guru yang akan selalu siap sedia memberikan bimbingan, tuntunan, dukungan serta dorongan bagi perkembangan sosial emosional murid-muridnya, demi mencapai kebutuhan belajarnya.
Beberapa hal yang tak kalah penting dalam mentransfer serta menerapkan pengetahuan dari program ini, yaitu nilai dan peran dari guru penggerak itu sendiri. Ada nilai-nilai yang terkandung dalam dirinya, antara lain,
Kolaboratif
Seseorang yang berjiwa kolaboratif adalah mereka yang akan selalu mengedepankan kerja sama atau musyawarah untuk mencapai mufakat di setiap aspek khususnya dalam proses pembelajaran. Begitu pula dengan apa yang senantiasa saya lakukan. Melalui cara-cara kolaboratiflah saya membawa permasalahan hingga ditemukan jalan keluarnya.
Reflektif
Jiwa reflektif pada guru adalah suatu kemampuan untuk mengkoneksikan pengetahuan yang diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga didapati suatu kesimpulan solutif untuk menyelesaikan permasalahan lainnya.Â
Perilaku reflektif seorang guru penggerak misalnya ketika sudah menyelesaikan kegiatan atau aksi, maka ia akan mencatat hal-hal positif untuk ditingkatkan dan mencatat hal-hal negatif untuk diperbaiki. Sebagai contoh, ketika saya menerapkan pembelajaran daring untuk mengamati proses gerhana matahari pada mata pelajaran IPA kelas VI melalui media youtube.Â
Saya mendapati beberapa murid kesulitan. Ternyata di gawai mereka belum terpasang aplikasinya. Hal semacam itu sebaiknya sudah saya antisipasi sebelumnya dengan memberikan tutorial cara memasang aplikasi youtube di gawai mereka. Nah hal tersebut sudah saya temukan solusinya dalam tahap refleksi.
Inovatif
Pendidikan berjalan di atas roda yang berputar secara berkelanjutan dan dinamis. Dinamika kehidupan yang tidak statis menuntut hal-hal baru yang relevan dengan zamannya.Â
Guru penggerak harus senantiasa siap sedia menghadapi perubahan itu dengan tak henti-hentinya berinovasi dalam pembelajaran baik bagi diri sendiri dan orang lain khususnya murid. Seperti halnya saya, yang beberapa tahun belakangan ini mengajar murid kelas VI.Â
Saya terus berupaya melakukan terobosan inovasi pembelajaran. Salah satu contohnya dengan memfasilitasi murid-murid saya dalam belajar khususnya demi meningkatkan pemahaman mereka dalam berliterasi.Â
Saya menghadirkan program ODOROUS (One Day One Reading of Us) satu hari satu bacaan kita. Saya memadukan pembelajaran yang berpedoman pada literasi melalui perangkat digital mereka yaitu gawai, demi mendukung peningkatan kemampuan pemahaman bacaan mereka serta upaya menyokong gerakan literasi sekolah saya.
Mandiri
Segala sesuatu akan bekerja jika saya memiliki kemauan dalam diri hingga saya mampu menerjemahkannya dalam sikap dan tindakan. Berawal dari diri terlebih dahululah saya akan tergerak, yang selanjutnya akan menuntun saya bergerak dengan inisiatif saya sendiri (mandiri). Kemudian langkah selanjutnya turut menggerakkan orang lain.
Berpihak pada Murid
Ki Hadjar Dewantara membumikan istilah pembelajaran menghamba pada murid. Pembelajaran ini sudah saya terapkan dalam aksi nyata melalui kesepakatan dalam keyakinan kelas, pembelajaran yang berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional, strategi coaching dan pengambilan keputusan dari berbagai masalah yang dihadapi murid maupun rekan dalam Dilema Etika maupun Bujukan Moral.
Khusus dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Ada langkah-langkah awal yang akan saya lakukan. Yang pertama, melakukan analisis terkait jenis permasalahan apakah termasuk dalam dilema etika atau bujukan moral.Â
Selanjutnya melakukan pengambilan keputusan melalui Strategi 9 Langkah Pengambilan Keputusan. Namun hal itu dilakukan dengan mengedepankan musyawarah dengan pihak sekolah terlebih dahulu. Supaya yang saya putuskan sesuai dengan harapan semua warga sekolah.
Sejak awal modul ini disampaikan, saya telah menerapkan langkah-langkah tersebut. Metode dalam mengidentifikasi masalah serta langkah untuk mengambil keputusan. Saya terus mendalami dan mempraktikkannya dalam permasalahan sehari-hari baik di sekolah maupun keluarga dan masyarakat.
Bagi saya, dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dibutuhkan pihak lain untuk menjadi pendamping. Pihak-pihak lain tersebut adalah fasilitator, pengajar praktik, kepala sekolah dan rekan sesama CGP. Peran mereka sangat penting, agar apa yang diputuskan tepat sasaran dan efektif hingga dapat disetujui serta diterima khalayak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H