Mohon tunggu...
Gunem Priyambada
Gunem Priyambada Mohon Tunggu... -

tukang kopi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Untuk Jokowi

28 Agustus 2014   02:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:20 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat ini sengaja saya tulis ketika ada event dari timses capres-cawapres yang lalu. Saya sudah tahu tidak mungkin di publish soalnya selain tulisannya tidak beraturan juga pasti tidak sesuai yang diharapkan penyelenggara. Monggo silahkan...

Jogjakarta, 25 Juni 2014

Yang Terhormat

Bapak Calon Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia 2014

Ir. H. Joko Widodo

Salam Bapak Jokowi, semoga selalu dilimpahkan kesehatan dan keberkahan

Bapak Jokowi yang saya banggakan.

Saya membaca event “Surat Untuk Jokowi” dari media internet. Pada awalnya saya ragu untuk ikut serta dalam event ini. Keraguan saya muncul karena jangan-jangan ini hanyalah salah satu media politik dalam rangka Pilpres 2014. Tetapi, saya menyadari bahwa kalau ini media politik maka saya katakan ini salah satu media politik yang mencerdaskan. Berbagi kebaikan dan ikut mengambil peran untuk kebaikan negara bangsa ini setidaknya bisa kita salurkan melalui tulisan. Karya tulis yang mungkin tidak bermanfaat untuk hari ini tetapi sepuluh tahun mendatang akan ada sebuah kenangan maupun manfaat tentang tulisan dalam bentuk surat ini.

Bapak Jokowi yang saya banggakan.

Saya termasuk pengagum Bapak terutama saat menjadi Walikota di Solo. Buku-buku tentang Bapak saya sempatkan untuk membacanya. Mulai saat itu saya tahu pola-pola yang Bapak terapkan untuk memimpin sebuah wilayah seperti lingkup Kota Solo. Kalau banyak orang kagum dengan gaya blusukan, maka saya agak tidak sependapat. Percuma kalau blusukan itu tanpa dialog dan bukti nyata.

“Saya tahu maksud Bapak bahwa yang terpenting dialog dan kerja nyata kan Pak?”

“Bukan, mempermasalahakan tempat blususkan sampai ke desa-desa, jalan kaki, naik turun got, dan didampingi seabreg media beserta wartawannya.”

Bapak Jokowi yang saya banggakan.

Mobil Esemka belum lenyap dari ingatan saya dan masyarakat. Begitu kuatnya keputusan Bapak menggunakan mobil ini untuk kendaraan operasional di lingkup kedinasan. Kemudian giat mengembangkan untuk menjadikannya mobil nasional. Nama Bapak semakin berkibar waktu itu hingga prestasi-prestasi ini terbawa saat Bapak mendapat mandat partai menjadi CaGub DKI. Lalu, setelah Bapak menjadi Gubernur Esemka seolah-olah hilang terlupakan. Apakah kemarin itu hanya efek media juga? Entahlah, tetapi apa salahnya ini tetap Bapak usahakan. Jangan sampai rakyat bodoh seperti saya lantas berpikiran, “Mobil Esemka itu kendaraan nasional atau kendaraan politik?”

Bapak Jokowi yang saya banggakan.

Ketika Bapak kemudian dipercaya penduduk DKI untuk menjabat sebagai Gubernur bersama Pak Ahok tentu harapan pengagum Bapak seperti saya sangatlah besar. Jakarta membutuhkan pembenahan dan penataan di berbagai sendi kehidupannya. Sosok pasangan Jokowi-Ahok banyak yang menyatakan pasangan paling sesuai dan tepat. Bapak dengan Pak Ahok bekerjasama apik, sedikit demi sedikit memberesi Jakarta. Hingga desas-desus kencang bahwa Bapak adalah Capres 2014. Saat itu saya mulai kecewa dengan Bapak. Rakyat bodoh seperti saya  memang tak paham kepentingan politik. Bapak sebelumnya selalu menolak ketika berbicara menyoal Presiden. Tetapi mandat partai akhirnya mengantarkan Bapak sebagai Calon Presiden bersama Bapak JK di Pilpres 2014.

Bapak Jokowi yang saya banggakan.

Pada akhirnya saya hanya ingin mengungkapkan bahwa dari sosok bapak saya belajar. Belajar untuk tidak mudah menilai seseorang dan terlalu mencari-cari kesalahan. Mungkin saja negara bangsa ini membutuhkan sosok pemimpin yang katanya datang dari kalangan rakyat biasa. Banyak dipandang sebelah mata dan sebagian kalangan menganggap tidak mampu seperti yang dituduhkan kepada Bapak. Kalaupun banyak yang menuduh Bapak lebih kental dengan pencitraan. Mungkin negara bangsa ini memang butuh revolusi mental seperti cita-cita Bapak. Untuk lebih berpikir terbuka dan sadar. Maka tidak ada alasan untuk memusuhi bangsa sendiri. Saya mencoba belajar demokrasi yang menyenangkan sesuai pandangan Bapak. Maka saya tetap tidak takut dengan euforia pesta demokrasi. Bukan perkara senang-senang dan semangat mendukung saat kampanye saja tetapi setelah itu pun tetap ikut mengontrol dan berkarya. Revolusi mental membentuk orang yang berpikir optimis dan berani. Berani melawan pencetus revolusi itu juga saat tidak sesuai lagi.

Terimakasih Bapak Joko Widodo, bawalah kami negara bangsa ini kepada jalan cahaya dan ingatlah saya pengagum sekaligus menjadi yang pertama akan melawan Bapak. Surat akan terus saya tulis, karena saya menulis surat di malam ini ingin menyelipkan pernyataan

“Saya bagian dari rakyat, maka kamilah punakawan sejati”

“Doakan Pak, semoga punakawan seperti saya tidak kalah kencang sama media”

“Bapak mungkin akan sering blusukan ke desa-desa saya, jadi lebih meringankan saya untuk sesekali saja menengok Indonesia.”

Salam.

Hormat Saya,

99arr

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun