Secara hukum, keputusan ini memperlebar pintu bagi partai politik untuk berpartisipasi lebih aktif dalam Pilkada, tanpa harus tunduk pada dominasi partai-partai besar.Â
Dari sudut pandang teknis, keputusan ini juga berarti lebih banyak nama yang dapat masuk dalam bursa calon kepala daerah, yang sebelumnya mungkin terhambat oleh ketatnya persyaratan threshold.
Contoh penerapan keputusan MK ini dapat dilihat dalam Pilkada sebelumnya, di mana partai-partai yang tidak mencapai ambang batas harus berkoalisi dengan partai lain untuk dapat mengusung calon.Â
Jadi dengan keputusan MK yang baru, diharapkan partai-partai kecil bisa berdiri sendiri dan tidak perlu lagi tergantung pada partai besar untuk dapat mengusung calon.
Dampak terhadap Peta Calon Kepala Daerah
Salah satu dampak yang paling terlihat dari keputusan ini adalah kemungkinan lebih banyak partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah.Â
Misalnya, dalam konteks Pilkada Jakarta, PDIP kini memiliki kemampuan untuk mencalonkan calon gubernur sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.Â
Ini tentunya membuka peluang lebih besar bagi partai-partai dengan modal suara menengah untuk turut serta dalam persaingan. Sebelumnya Pilkada DKI mensyaratkan 20 persen kursi DPRD untuk bisa mencalonkan sendiri, namun kini hanya perlu 7,5 persen. Â
Hal itu berarti bahwa sekarang PDIP bisa mendukung sendiri calon gubernur Jakarta tanpa harus berkoalisi dengan partai lain di mana saat ini 12 partai sudah bergabung dengan koalisi besar Koalisi Indonesia Maju (KIM).Â
Namun, penting untuk dicatat bahwa perubahan ini tidak serta-merta mengubah secara drastis peta politik. Meskipun threshold berubah, mekanisme pemilihan langsung yang ada tetap menjadikan pilihan masyarakat sebagai penentu utama.Â