Jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta sebentar lagi akan berakhir. Menarik untuk menelaah kebijakan dan tindakan Anies di masa akhir jabatannya ini.
Pada bulan - bulan terakhir ada beberapa kebijakan dan tindakan Anies yang mengundang komentar dan boleh dikatakan cukup kontroversial.
Salah satu kebijakan itu adalah mengganti nama puluhan jalan. Kemudian mengganti nama Rumah Sakit Umum Daerah menjadi Rumah Sehat Jakarta. Hobby mengganti nama berlanjut dengan mengganti nama Kota Tua Jakarta menjadi Batavia.Â
Hal lain yang dilakukan Anies disaat akan meninggalkan tampuk pimpinan DKI Jakarta adalah peresmian beberapa pembangunan.
Pertama adalah peresmian JIS lalu rumah susun dan rumah susun DP 0 %. Semua peresmian ini dilakukan di akhir masa jabatannya.
Apa yang menjadi tujuan Anies dengan kebijakan dan tindakan peresmian di penghujung masa jabatannya ini?
Sebagai orang politik yang jelas masih punya ambisi untuk meraih posisi yang lebih tinggi, tentu kebijakan dan tindakan ini memiliki maksud politis.Â
Nampaknya Anies Baswedan sangat sadar bahwa ketika dia berhenti menjadi gubernur DKI, ada dua tahun waktu lowong di mana dirinya tidak memiliki panggung politik lagi. Apalagi dirinya tidak menjadi salah satu pimpinan partai.
Dengan kesadaran ini, dia ingin memiliki "tugu peringatan" sehingga masyarakat masih mengingat dirinya. Untuk itu, cara paling mudah adalah meninggalkan "warisan" dengan kebijakan mengganti nama. Penggantian nama jalan, nama Rumah Sakit dan kawasan bersejarah adalah cara mudah itu. Dirinya tidak perlu bersusah payah.Â
Sebenarnya dirinya sudah pernah sebelumnya mencoba membangun "warisan" tersebut dengan membuat tugu bambu, tugu batu, tugu sepatu dan terakhir jembatan penyeberangan tempat Selfi ala kapal Pinisi.Â
Tapi nampaknya semua tugu itu dianggap kurang "Memorable". Dalam hal ini JIS adalah salah satu bangunan kebanggaan Anies yang dia coba maksimalkan untuk melakukan kegiatan keagamaan dan pesta sosial di sana walau stadium itu sejatinya adalah diperuntukkan perhelatan olah raga.Â
Sehubungan dengan ini, tentu saja Anies sangat kecewa karena PSSI menganggap JIS belum layak dipakai sebagai ajang pertandingan internasional.
Jadi untuk menambah memorabilia tugu - tugu tersebut, dirinya melakukan kebijakan "ganti nama" walau dirinya tahu hal itu menimbulkan masalah secara administrasi bagi masyarakat yang harus mengganti semua surat resmi yang saat ini mereka miliki.
Peresmian hasil pembangunan yang Anies lakukan diakhir masa jabatannya pun punya maksud yang sama. Selama hampir 5 tahun publik tidak mendengar ada kegiatan yang berhubungan dengan janji kampanye nya. Seolah kegiatan tersebut sengaja tidak dipublikasikan untuk memberikan "kejutan" di akhir masa jabatannya.
Dengan peresmian rumah susun dan rumah DP 0% sebelum meninggalkan tampuk pimpinan diharapkan Anies, masyarakat masih mengingat sampai 2 tahun kemudian saat dirinya kembali ikut ajang Pilkada DKI maupun Pilpres.
Walaupun suara kritis mengatakan bahwa rumah susun itu masih jauh dari target, serta rumah DP 0 % tidak bisa diakses masyarakat yang memiliki penghasilan kurang dari 7 juta perbulan.
Sebenarnya motif politik seperti ini cukup disayangkan, karena seharusnya kebijakan, tindakan dan program Anies sebagai Gubernur DKI yang notabene adalah pelayan publik, seyogyanya bukan motif politik pribadi. Seharusnya kegiatan, tindakan dan progam yang Anies lakukan demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat umum, bukan pribadi.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H