Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah usaha Meng-ada-kan ku

Mencari aku yang senantiasa tidak bisa kutemui

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Membela KPK: Membela Novel Baswedan?

14 Mei 2021   21:55 Diperbarui: 15 Mei 2021   10:15 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Okezone.com

 Pro dan kontra pemecatan pegawai KPK lewat proses seleksi ASN dan tes Wawasan Kebangsaan terus berlanjut.

Bagi yang setuju 75 pegawai KPK itu dipecat ada beberapa alasan yang mereka kemukakan.

Pertama, ini adalah cara yang tepat untuk membersihkan KPK dari unsur radikalisme yang biasanya disebut sebagai "Faksi Taliban" KPK. 

Menurut mereka faksi inilah yang telah menyusup masuk ke tubuh KPK dan ingin menguasai lembaga anti ruasuah itu. Tujuannya adalah untuk melindungi tokoh - tokoh yang dianggap radikal dari kasus korupsi mereka. 

Dalam hal ini Novel Baswedan dituduh sebagai salah satu tokoh "Faksi Taliban" tersebut.

Kedua, alasan yang sering mereka kemukakan adalah, sangat wajar kalau dalam suatu testing ada yang tidak lulus.  Bahkan mereka mengatakan, para pegawai yang tidak lulus tidak berhak menuntut. Toh, hanya sebagian kecil saja yang gagal. 

Juga alasan lain yang mengemuka adalah, sehubungan dengan pertanyaan yang dinilai tidak wajar bahkan cenderung melecehkan, dinilai hal yang biasa. Alasannya, pertanyaan - pertanyaan itu sengaja dilontarkan untuk menguji apakah para pegawai yang diuji konsisten dan sejauh mana mereka stabil secara emosional.

Terakhir, mereka mempertanyakan sejauh mana sih kehebatan para pegawai itu? Apakah mereka memang tidak tergantikan? Justru karena ada yang tidak lulus maka ada peluang bagi orang baru yang mungkin lebih hebat dari pegawai yang gagal dalam tes ASN tersebut.

Jika dilihat alasan - alasan ini, ada beberapa hal yang bisa untuk menjawabnya.

Untuk alasan penyingkiran "Faksi Taliban" di tubuh KPK.  

Isu adanya "Faksi Taliban" ini kuat berhembus saat Pilpres yang lalu. Salah satu penyebab kencangnya hembusan isu itu adalah beberapa mantan Pimpinan dan penasihat KPK saat kancah Pilpres berseberangan secara Politik dengan salah satu Capres. Mereka dianggap adalah bagian dari "Faksi Taliban" yang ada di KPK.

Khusus untuk Novel Baswedan, kebetulan penyidik KPK ini masih punya hubungan keluarga dengan Gubernur DKI saat ini. Mereka menganggap bahwa Novel Baswedan melindungi sang Gubernur sehingga kasus - kasus korupsinya tidak tersentuh.

Jika dilihat, tuduhan ini tidaklah punya alasan yang kuat dan obyektif. Kenyataan nya mereka yang tidak lulus bukan semuanya beragama Islam. Juga, belum ada bukti otentik bahwa pegawai KPK yang mereka anggap radikal itu benar - benar sudah terpapar radikalisme selain "bukti" fisik seperti berjenggot, jidat hitam dan pakai celana cingkrang.

Kecurigaan bahwa Novel Baswedan melindungi saudaranya juga nampaknya terlalu cepat dituduhkan. Sebegitu hebatnya kah Novel, sebagai salah satu penyidik di KPK sehingga mampu mempengaruhi institusi KPK? Toh masih banyak penyidik lain jika memang dia mau melindungi saudaranya itu. 

Saat sekarang ini dirinya "disingkirkan" dari KPK, adalah bukti otentik bahwa Novel tidak punya kekuatan apa - apa, bahkan untuk melindungi dirinya sendiri dia tidak mampu, apalagi melindungi orang lain.

Untuk alasan bahwa para pegawai yang tidak lulus itu tidak berhak membela diri juga nampaknya tidaklah tepat. 

Sebenarnya saat ini mereka yang membela pegawai yang tidak lulus tes ASN itu bukanlah hanya membela individu. Tapi yang dibela adalah KPK sebagai suatu institusi yang seharusnya independen dan adanya usaha secara sistematik memperlemah atau bahkan membunuh KPK. 

Akar masalahnya adalah saat Revisi UU KPK dilegalkan. Dilihat bahwa dengan Revisi tersebut, KPK yang seharusnya independen sudah diintervensi secara politik. 

Apalagi usul perubahan UU KPK itu berasal dari DPR yang notabene adalah institusi yang setiap kali ada jajak pendapat, lembaga ini selalu masuk rangking atas sebagai lembaga korup. Sudah banyak pimpinan dan anggota DPR yang melakukan praktek korupsi dan mendekam di penjara karena ditangkap oleh KPK.

Bagaimana mungkin lembaga yang oknum anggotanya sering ditangkap KPK punya keinginan luhur untuk memperkuat KPK?

Jika dilihat secara obyektif, butir - butir revisi UU KPK justru membatasi dan menghilangkan wewenang KPK. Dengan adanya Dewan Pengawas yang diberikan wewenang untuk menolak dan membatalkan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Padahal ketiga kegiatan itu adalah kegiatan Pro Justitia dari KPK sebagai penegak hukum yang tidak boleh diintervensi. 

Juga KPK dibolehkan untuk melakukan SP3 atau menghentikan perkara.  Alasan yg diberikan adalah supaya ada kepastian hukum. Padahal salah satu keistimewaan sebagai lembaga antikorupsi justru karena KPK tidak bisa melakukan SP3. 

Larangan KPK melakukan SP3 inilah yang telah membuat gentar para koruptor. Karena ketika mereka ditangkap dan diproses KPK, mereka tidak bisa lolos dari jeratan hukum.

Tentu dengan tidak boleh nya KPK menghentikan perkara, para penyidik harus bekerja ekstra keras dan tidak sembarangan menetapkan seseorang menjadi tersangka. Karena jika tidak akurat maka akan dipatahkan di pengadilan. Dan jika itu sering terjadi maka reputasi KPK akan sirna.

Salah satu perubahan lain di UU Revisi KPK adalah perubahan status pegawai KPK menjadi pegawai negeri. Alasan yang diberikan karena KPK menggunakan uang negara. 

Alasan ini pun nampaknya dicari - cari. Saat kini, di mana para pegawai KPK yang sudah lama mengabdi KPK dan kinerja serta integritas nya sudah teruji justru dianggap tidak layak menjadi ASN, barulah terbongkar maksud busuk pengusul perubahan status pegawai KPK ini. 

Jika ini terus terjadi maka dapat dipastikan pegawai KPK akan semakin dilemahkan karena karena proses penyingkiran dengan alasan tidak lulus testing ASN akan terus berlanjut.

Jadi yang dibela bukanlah individu - individu tapi sistem dan proses seleksi yang dinilai tidak transparan dan obyektif.

Apakah wajar, seseorang yang sudah begitu lama bekerja di KPK,  di mana selama bekerja menunjukkan kualitas dan integritas, bahkan beberapa diantaranya sudah menerima penghargaan, tiba - tiba difonis tidak layak bekerja di KPK karena satu testing? Jasa dan kinerja mereka selama ini seolah tidak ada.

Untuk alasan pertanyaan yang dinilai wajar walau berbau pelecehan dan bahkan melanggar HAM, justru menunjukkan bahwa proses seleksi ini sangat tidak wajar. 

Pertanyaan - pertanyaan tersebut tidak ada hubungannya dengan nilai wawasan kebangsaan. Bahkan ada kesan pertanyaan itu sengaja dibuat untuk menjatuhkan pegawai yang memang mau disingkirkan.

Argumentasi bahwa dengan adanya pegawai yang tidak lulus supaya ada lowongan untuk yang lain, justru sangat tidak pada tempatnya.

Jika mereka yang punya kualitas dan kinerja yang baik disingkirkan maka hanya tunggu waktu saja KPK akan diisi oleh para oportunis dan hanya "mencari pekerjaan" dengan tidak punya semangat dan ideologi anti korupsi. 

Saat ada beberapa pegawai KPK mengundurkan diri, sebenarnya sudah menjadi tanda bahwa KPK saat ini sudah kehilangan roh nya, sehingga mereka yang masih punya ideologi anti korupsi justru merasa tidak lagi merasa KPK sebagai tempat nya mengabdi.

Jadi, membela pegawai KPK bukanlah membela Novel Baswedan semata. Tapi sikap ini adalah mengritik sistem yang telah melemahkan Lembaga Pemberantasan Korupsi ini dan justru didorong rasa cinta pada KPK dan menginginkan institusi tersebut tetap menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang dicintai rakyat dan dibenci oleh koruptor.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun