Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah usaha Meng-ada-kan ku

Mencari aku yang senantiasa tidak bisa kutemui

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saat Ajakan Doa Semua Agama dan Promosi Bipang Jadi Batu Uji Kebhinekaan

9 Mei 2021   11:20 Diperbarui: 9 Mei 2021   12:11 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sumber gambar: Tokopedia

Di negeri ini seringkali terjadi hal kecil menjadi viral. Kadang rasanya agak berlebihan namun itulah yang menjadi kenyataan. Mungkin inilah yang menjadi dampak komunikasi online yang menyebabkan semua orang bisa berpendapat dalam hitungan detik.

Masih segar dalam ingatan, ketika Menteri Agama menyatakan, demi menjaga dan menghormati kebhinekaan maka setiap acara Kementerian Agama hendaknya diawali oleh doa semua agama. Alasannya karena Kementerian Agama bukanlah milik salah satu agama di Indonesia ini.

Ajakan itu langsung menjadi polemik, pro dan kontra pun memenuhi jagad raya para netizen.

Saat ini kehebohan serupa terjadi lagi. 

Polemik itu muncul ketika Presiden Jokowi yang mengisi acara Kementerian Perdagangan mengundang dan mempromosikan produk kuliner unggulan lokal sebagai bagian sikap bangga pada produk buatan sendiri. 

Dari produk kuliner yang disebutkan terselip kuliner yang memang lagi disukai di Kalimantan Barat, Bipang Ambawang, satu restoran khas Babi Panggang di desa Ambawang.

Sontak pernyataan presiden ini mengundang pro dan kontra yang meramaikan jagad Maya. Komentar para tokoh pun berseliweran untuk membela dan mengkritik pernyataan Jokowi ini.

Alasan yang mengkritisi, tidak etis Jokowi sebagai seorang muslim dan dalam suasana Ramadhan mempromosikan makanan yang dinilai haram untuk kaum Muslim.

Argumentasi pembela, Jokowi adalah presiden untuk semua golongan dan agama, maka wajar lah jika beliau juga berbicara bukan hanya untuk mewakili salah satu golongan dan agama tertentu saja.

Jika dilihat, kedua polemik di atas sebenarnya menunjukkan satu fenomena yang sama. Ada kesan bahwa kebhinekaan yang menjadi nilai luhur bangsa ini memang masih sangat rentan. 

Walau sebagai bangsa sudah ada kesepakatan bahwa negara ini tidak akan bisa lahir bila tidak didukung dan diperjuangkan semua agama dan golongan namun praktek nya tidaklah gampang. 

Indahnya dasar falsafah negara Bhineka tunggal Ika hingga saat ini rupanya masih merupakan wacana dan cita-cita. 

Menjadi usaha dan tanggung jawab bersama lah untuk tetap menjaga semangat keanekaragaman dan kebhinekaan itu, jika kita tidak ingin bangsa ini akan terjebak pertikaian sektarian dan bahkan bubar sebagai sebuah Negara.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun