Sumber gambar: Tribunnews.com
Apa yang terjadi antara walikota Medan Bobby Nasution dan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi bagai Dejavu. Ya, karena hal yang sama pernah terjadi ketika Jokowi, mertua Bobby, menjadi walikota Solo dan Gubernur Jawa tengah waktu itu.
Ketika Bibit Waluyo duduk sebagai orang nomor satu di Jawa Tengah, ia terlibat polemik dengan Jokowi yang kala itu menjabat Wali Kota Solo. Salah satu kejadian yang paling membekas adalah saat Bibit menghina Jokowi dengan sebutan wali kota bodoh.
"Wali kota Solo [Jokowi] itu bodoh, kebijakan Gubernur kok ditentang. Sekali lagi saya tanya, Solo itu masuk wilayah mana? Siapa yang mau membangun?" tukas Bibit Waluyo pada 27 Juni 2011.
Bibit Waluyo meradang karena Jokowi menolak rencana pembangunan mal di atas lahan bangunan kuno bekas Pabrik Es Saripetojo yang berlokasi di Purwosari, Laweyan. Padahal, Bibit selaku gubernur sudah menyetujui rencana tersebut.
Kali ini polemik serupa terjadi. Polemik antara keduanya muncul karena Bobby sebagai walikota Medan merasa tidak diajak berkoordinasi terkait lokasi penampungan isolasi Covid 19 dari warga yang baru datang dari luar negeri. Padahal lokasi itu di wilayah kota Medan.
Edy mengatakan, jika memang Bobby masih tidak tahu soal lokasi karantina, sebaiknya ia mencari tahu sendiri. Bila perlu, kata Edy, tanyakan langsung pada Tuhan.
"Kalau tidak tahu, cari tahu. Kalau tidak tahu, tanya Tuhan Yang Maha Tahu," tutur Edy.
Dua peristiwa ini sepertinya mempunyai alasan yang hampir sama. Sang Gubernur yang merasa lebih berkuasa tidak mau dilecehkan oleh bawahannya.Â
Sebenarnya pertikaian ini tidak perlu terjadi jika ada sikap mau saling berkomunikasi dan berkoordinasi. Â Namun harga diri rupanya lebih dominan daripada sikap mau membuka diri.
Di sisi lain  perselisihan terbuka seperti ini menyebabkan masyarakat bisa menilai sejauh mana keduanya mampu menunjukkan diri sebagai seorang pemimpin dan politikus yang sungguh mumpuni atau tidak.
Bobby dalam hal ini memang punya beberapa hal yang bisa menjadi alasan untuk selalu disoroti.Â
Tentu hal pertama yang menjadi magnet kontroversi adalah dirinya sebagai menantu presiden saat ini.Â
Rupanya Bobby sangat menyadari hal ini. Dari awal pelantikannya dia sudah menggebrak dengan melakukan tindakan yang mengundang banyak komentar.
Dari membersihkan selokan kotor, menghentikan pembangunan yang dianggap tidak sesuai koridor, membuka dan merestorasi ruang publik Kesawan menjadi tujuan wisata unggulan kota Medan dan memecat lurah yang melakukan pungli.Â
Tentu semua tindakan ini bisa dinilai sebagai prestasi, sehingga sudah ada yang menilai bahwa dirinya patut diperhitungkan untuk menduduki posisi politik yang lebih tinggi.Â
Apakah  hal ini yang menyebabkan atasannya, gubernur Edy merasa tersaingi?Â
Kembali pada masalah yang menyebabkan keduanya bertikai. Sebenarnya sumber masalah sangatlah sederhana. Jika memang Bobby tidak tahu lokasi karantina, dia tinggal bertanya dan tidak perlu mengekspos itu ke media.
Sebaliknya protes Bobby juga tidak perlu ditanggapi berlebihan oleh Gubernur Edy, tinggal dia hubungi sang walikota memberitahu lokasi dan mengajak untuk berkoordinasi.
Namun hal yang sederhana itu tentu menjadi masalah dan polemik berkepanjangan, jika keduanya memang sengaja menggunakan isu tersebut sebagai komoditi politik dan persaingan.
Apakah polemik antara Bobby dan Edy akan menjadi sama seperti perselisihan antara Jokowi dan Bibit Waluyo, di mana akhirnya sang bawahan justru menjadi atasan? Wallahu alam.***MG
Sumber bacaan:Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H