Budaya bertani merupakan salah satu bentuk warisan dari leluhur Sunda, bahkan sudah menjadi kewajiban bagi masyarakatnya. Karena pada dasarnya orang Sunda itu dituntut untuk tidak bermalas-malasan sehingga kegiatan setiap harinya itu harus produktif. Bahkan leluhur Sunda itu mewariskan hitungan waktu yang tepat untuk menanam. Dari mulai merawat sampai dengan panen dan mengajarkan juga cara menyimpan hasil panen daripada tanaman padi itu.Â
Sawah merupakan salah satu sarana paling utama untuk menanam padi. Namun sangat miris sekali dizaman sekarang ini sudah banyak orang yang tidak memperdulikan sawah. Sudah terlalu banyak sawah yang dijual lalu dijadikan bangunan, toko, rumah, gedung-gedung, hotel, penginapan, dan lain sebagainya. Sekarang ini sudah semakin sedikit yang mempunyai sawah. Kenapa? Karena zaman sekarang ini sawah dan kebun habis hanya untuk memenuhi keinginan bukan kebutuhan. Ingin membeli motor, mobil, hp dan lain sebagainya. Hal ini tentu bela-belain menjual sawah dan kebunnya. Banyak orang yang gaya hidupnya tinggi sehingga yang ditingkatkan itu bukan produktifitasnya tapi gengsinya.
Orang tua kita telah mengetahui tata cara menanam, merawat, memanen, dan menyimpan hasil tanaman tersebut. Sungguh luhurnya pengetahuan leluhur kita, sudah sepatutnya kita mulai dari sekarang untuk memulai belajar dan memahami terhadap peradaban yang diwariskan oleh mereka. Bertani merupakan salah satu bentuk upaya masyarakat untuk mempertahankan kebutuhan pokoknya sehingga masyarakat tidak harus mengekspor dari luar negri untuk kebutuhannya. Seandainya harga pupuk di Indonesia ini murah, mungkin ekonomi masyarakat akan lebih meningkat dan masyarakatnya akan lebih produktif lagi.Â
Menanam padi itu tidak asal-asalan menanam, hal ini perlu keahlian lebih dari seorang petani atau yang mau bertani. Untuk mencapai ke tahapan memanen itu harus melewati proses yang panjang dan melalui beberapa tahapan.
MENGOLAH LAHAN DAN MEMBAJAK SAWAH
1. Ngawuluku
2. Mopokan galengan
3. Ngagaru
4. Ngangler
5. Ngabinihkeun pare (padi)
6. Menanam kesawah
7. Sekitar 2 minggu biasanya sudah mulai dikasih pupuk
8. Sudah besar padinya lalu dirambet (dibersihkan rumputnya)
9. Ngerambet mino (membersihkan rumput kedua kalinya)
10. Babad tamping
11. Panen
12. Menjemur
13. Disimpan ke lumbung padi
Dari sini kita dapat membayangkan begitu rumitnya menanam padi. Oleh karena itu membutuhkan keahlian utuk bertani supaya tidak asal menanam begitu saja sehingga penghasilannya pun jauh lebih unggul dengan para petani sekarang. Kenapa demikian? Karena karuhun kita dalam menanam sesuatu itu sesui dengan tata-titinya. Perlu kita ketahui kualitas berasnya pun berbeda, kalau zaman sekarang makan satu piring baru kenyang, sedangkan zaman dahulu cukup makan hanya dengan satu kepal saja sudah kenyang.Â
Kalau melihat ajaran leluhur Sunda rumput di sawah itu tidak boleh di semprot pakai obat karena ekosistem tidak akan setabil. Serangganya mati, belalangnya mati, belut yang ada di sawah pun ikut mati. Bahkan tanaman padi yang ada di sawah juga tidak boleh menggunakan pupuk dari toko. Orang tua kita mengajarkan supaya tidak menggunakan pupuk toko maka jerami padinya itu harus dibakar di sawahnya sehingga nanti abunya itu dijadikan pupuk. Dengan cara itu maka ekosistem lingkungan pun akan setabil. Serangga tidak mati, belalang tidak mati, belut pun tidak ikut mati karena cukup dengan ditabur abu jerami saja.Â
Sebagai Negarawan yang baik dan berbudaya luhur, sudah sepatutnya kita memahami terhadap warisan-warisan leluhur kita. Bagaimana cara mengolah sawah, bagaimana cara mengolah kebun, bagaimana cara bertani yang benar, merawat tumbuhan, bisa memilah dan memilih mana yang harus di jaga, tahu mana yang disebut "Leuweung larangan" (Hutan Larangan/Hutan Rebosiasi), leuweung tutupan, dan leuweung baladahan (Garapan).Â
Leuweung Larangan (hutan terlarang) yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena tempat tersebut sebagai tempat penyimpanan air untuk masyarakat.
Leuweung Tutupan (hutan reboisasi) yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi, hutan tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang baru.
Leuweung Baladahan (hutan pertanian/garapan) yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat. Biasanya ditanami oleh jagung, kacang tanah, singkong atau ketela, dan umbi-umbian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H