Mohon tunggu...
Gunawan Sundani
Gunawan Sundani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PRODI PBSD(Pendidikan Bahasa Sastra Daerah)

Melestarikan Budaya Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asal-usul Kampung Haurseah | Cianjur Selatan, Jawa Barat

7 Oktober 2023   11:06 Diperbarui: 21 November 2023   01:08 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lembur Haurseah, Sabtu 07 Oktober 2023. Dokpri

Cianjur adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya berada di kecamatan Cianjur. Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa setelah Kabupaten Sukabumi.

Salah satu wilayah yang memiliki lautan yaitu Cianjur selatan, lebih tepatnya yaitu di Kecamatan Sindangbarang. Yang mana Kecamatan Sindangbarang ini memiliki salah satu kampung yang sudah tidak asing lagi bagi warga sekitar yaitu "Sindangkerta/Haurseah".

Kampung Sindangkerta yang kerap sekali disebut "Haurseah" ternyata memiliki History yang menarik dan tidak diketahui oleh banyak orang asal-usulnya. Bahkan warga lokalnya juga tidak semua tahu terhadap asal-usul kampunya sendiri. 

Mungkin saya kira dikampung-kampung yang lainnya juga ada asal-usulnya atau memiliki sejarahnya masing-masing sebelum adanya nama tempat tersebut. Terkadang di dalam sejaranya itu memiliki peristiwa yang menarik sehingga peristiwa tersebut biasanya dijadikan nama-nama tempat.

Yang disebut kampung Haursah ini bukan asli Nama  Kampungnya. Nama asli kampunynya adalah Sindangkerta akan tetapi lebih populernya disebut Haur Seah. Perlu kita garis bawahi nama tersebut berasal dari dua kata yaitu "Haur-Seah". Haur yaitu bambu, sedangkan seah merupakan suara dari gesekan bambu tersebut. 

Kenapa bisa di sebut Haur seah? Karena gesekan dari daun-daun bambu yang tertiup oleh angin tersebut sangat jelas terdengar kemana-mana, hususnya wilayah sekitaran kampung tersebut.

Menurut cerita dari orang tua saya sendiri di kampung tersebut ada sebuah tanaman pohon Bambu Haur yang bukan sengaja ditanamkan untuk dirawat. Melainkan pohon Bambu Haur tersebut merupakan padung lubang lahat kuburan. Yang mana pada waktu itu padung dari kuburan tersebut tidak memakai papan melainkan memakai Bambu Haur yang di susun dengan rapi untuk menutup lubang lahatnya.

Karena pada zaman dahulu itu masih banyak yang menggunakan Bambu, beda halnya sama zaman sekarang. Kalau di zaman sekarang ini sepertinya sudah tidak ada yang menggunakan lagi bambu sebagai penutup lubang lahat kuburan. dan sudah semua menggunakan papan yang terbuat dari kayu.Padung yang terbuat dari bambu haur tersebut dengan seiring berjalannya waktu dari tehaun ke tahun mulai tumbuh dengan besar sehingga makamnya tertutup oleh Dapuran Bambu Haur tersebut. 

Bambu Haur itu tumbuh dengan ukuran sebagaimana mestinya Bambu-bambu Haur yang lain. Bambu tersebut pernah beberapa kali di tebang dan di bakar. Akan tetapi bambu tersebut malah semakin cepet tumbuh kembali. Dengan adanya peristiwa tersebut maka ada inisiatif dari kake saya sendiri untuk memindahkan makam tersebut ke halaman yang lebih terbuka lagi.

Sudah semakin besar Bambu tersebut ketika tertiup angin bersuara "Seah" dan itu amat sangat terdengar dengan jelas kemana-mana. Sehingga warga disana mengatakan "Haur Seah" dan tanpa disadari secara tidak langsung dari peristiwa tersebut mereka itu setuju dengan nama Kampungnya jadi "Haur Seah". 

Suara dari tiupan angin tersebut ternyata unik juga karena suaranya itu justru terdengar lebih kencang ke luar kampung dibanding di halaman kampungnya sendiri. Banyak orang mengatakan bahwa suara tersebut malah tidak terdengar di wilayah kampungnya kecuali, yang rumahnya sangat dekat terhadap pohon bambu tersebut.

Akan tetapi secara logika menurut saya sangat wajar akan hal itu terjadi karena suara gesekan Bambu tersebut berada di atas dan terbawa oleh tiupan angin sehingga suaranya itu tidak terdengar disekitaran sana. Ketika ada suatu tempat di mitoskan bagi saya sendiri sangat senang karena dengan adanya mitos itu secara tidak langsung tempat tersebut akan terjaga dengan sendirinya. 

Karena pada dasarnya masyarakat itu lebih takut dengan "Hukum Pamali dibanding Hukum Negara". Lebih takut dengan aturan yang dibuat oleh leluhurnya daripada aturan yang dibuat oleh manusia biasa. Karena sejatinya Ajaran Pikukuh Sunda Siliwangi itu menjaga alam.  Kita harus senantiasa menjaga alam tanpa melihat apa peristiwanya. Karena Semakin terjaganya ekosistem alam maka akan semakin menguntungkan juga untuk seluruh kehidupan makhluk Yang Maha Kuasa. Kita harus senantiasa menjaga alam tanpa melihat apa peristiwanya.

"Segala sesuatu yang terjadi pasti ada Hikmahnya"

Jika kalian punya sejarah tempat tinggalnya bisa dikirim lewat Email: gun78741@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun