Mohon tunggu...
Gunawan Sri Haryono
Gunawan Sri Haryono Mohon Tunggu... lainnya -

Menjadi sahabat bagi yang sedih, menjadi teman bagi yang bersukacita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mungkinkah Saya Menikah dengan Pria yang (Jauh) Lebih Muda?

27 Mei 2016   13:43 Diperbarui: 28 Mei 2016   13:42 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan. Goodventure.com

Seorang wanita yang sudah berumur sekitar tiga puluh lima tiba-tiba merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda berusia 19 tahun. Mencoba menepis rasa suka itu ternyata tidak mudah.

Dia merasa tidak benar, dan karenanya berusaha untuk menghilangkannya. Menjaga supaya tidak bertemu. Menjaga bersikap sebagai kakak kepada adiknya. Namun kemudian perasaan kangen, perasaan ingin bersama, perasaan untuk berjalan berdua, datang lagi dengan kuat.

Dia tahu, pria itu juga senang bersamanya. Bahkan pernah pria pernah mengatakan betapa senangnya bila bisa menikah dengannya. Karena itu ikatan dengan pria itu sangat sulit dilepaskan.

Dalam pergolakan itu  terdengarlah suara dalam batinnya, apakah benar-benar aku  salah kalau berelasi dengannya sebagai orang yang memadu kasih dan menuju pernikahan? Bukankah aku tidak melanggar apapun? Namun dia ragu-ragu juga untuk melangkah.

Dalam kegalauan itu dia terus bertanya dan berdoa.

Saya mencoba menuliskan apa saja yang perlu dipikirkan dalam relasi wanita dan pria seperti itu. Semoga menolong.

Tidak Ada Larangan

Secara rohani tidak ada larangan langsung untuk menikah dengan pria yang jauh lebih muda. Alkitab memberikan prinsip-prinsip pernikahan, tetapi tidak bicara secara langsung tentang batasan usia. Karena itu kalau pijakannya adalah perintah atau larangan, maka tidak ada perintah atau pun larangan untuk itu.

Karena nya jawaban untuk pertanyaan itu didapat dari pemikiran-pemikiran yang berasal dari prinsip-prinsip rohani, psikologi, dan sosial.

Pandangan sosial

Ketika teman wanita itu merasa tidak benar punya perasaan terhadap teman mudanya itu maka perasaan itu berasal dari cara pandang masyarakat tentang pernikahan beda usia, apalagi yang pria jauh lebih muda. Bahkan dirinya sendiri, dulu, sebelum merasa tertarik dengan pria tersebut, sulit menerima relasi seorang wanita dengan pria yang jauh lebih muda.

Bahkan bisa berkata,”…amit..amit…jangan sampai aku seperti itu…” ketika melihat seorang wanita menikah dengan pria lebih muda.

Masyarakat memiliki pandangan secara umum bahwa relasi seperti itu tidak lazim. Karena itu masyarakat akan bersikap agak negatif. Sekalipun ketika pasangan itu nekat, masyarakat kemudian juga akan menerimanya. Paling-paling akan ada bisik-bisik.

Namun yang penting dari sikap masyarakat ini adalah fungsinya sebagai PERINGATAN DINI bagi pasangan beda usia tersebut. PERINGATAN DINI untuk berpikir dengan serius. Kalau masyarakat tidak mudah menerima, berarti ada kejadian-kejadian yang tidak baik yang pernah terjadi pada pasangan yang beda usia.

Pandangan masyarakat tidak perlu menjadi aturan hukum, tetapi bisa menjadi alat untuk diam dan memikirkan serius relasi itu. Dipikirkan betul untung ruginya., supaya kalau misal akan benar-benar jadian, sungguh-sungguh sudah dipikirkan konsekuensinya. Dan kalau pun tidak jadi, benar-benar berasal dari pikiran yang matang, sehingga tidak merasa kecewa atau terluka.

Jadi marilah berpikir dengan serius.

Memahami Perasaan Yang Menggelora

Setiap pria dan wanita yang membangun relasi harus mengingat bahwa perasaan yang menggelora pada waktunya akan mereda. Dalam pernikahan, perasaan menggelora itu bisa hilang. 

Ada banyak hal yang perlu dilakukan untuk mengobarkan dan memelihara perasaan menggelora ketika relasi sudah terwadahi dalam pernikahan. Karena itu jangan jadikan kuatnya perasaan sebagai dasar relasi.

Perasaan yang muncul perlu dihargai. Namun jangan jadi pondasi. Perasan dipakai untuk pijakan berpikir hal-hal yang lebih fundamental yang menentukan ikatan relasi nanti nya. Perasaan adalah alat untuk menikmati relasi, tetapi bukan alat satu-satunya mengikat relasi dan bukan perlu hal-hal lain yang untuk menopang.

Hal Biologis

Kebutuhan seks

Dalam pernikahan seks adalah hal utama. Seks menyatakan keintiman dan ekspresi dari perasaan cinta. Seks adalah alat untuk menikmati kesenangan. Akan tetapi keindahan relasi seksual perlu memenuhi syarat-syarat tertentu, baik keintiman relasi itu sendiri maupun kondisi fisik.

Apabila sang wanita berusia 35 dan sang pria berusia 19 tahun, maka jika pernikahan dilakukan menunggu sang pria cukup matang, biologis, psikis, dan ekonomi, maka minimal pada usia 25 tahun, usia sang wanita sudah 40 tahun. 

Pada saat itu relasi seksual bisa menyenangkan keduanya. Sang pria sedang menggelora, dan sang wanita pada usia 40 masih  menggelora juga. Sang wanita yang lebih matang secara psikologis akan bisa memberikan kepuasan kepada sang pria.

Maka relasi pria wanita pada usia seperti ini secara seksual bisa saling mengisi. Tidak heran ada relasi-relasi seperti itu pada masa kini.

Namun tantangannya adalah ketika sang pria berusia 35 dan sang wanita berusia 50. Sang istri sudah mulai menopause. Gairah seks bisa menurun dan juga alat reproduksi perlu perlakuan khusus. 

Sementara sang suami masih gagah, masih membutuhkan hubungan seksual dengan frekuensi lebih banyak. Selanjutnya ketika suami memasuki usia 40, usia yang dikatakan sebagai puber ke dua, istri sudah berumur 55 tahun. Tentu kegairahan dan kemampuan istri sudah berbeda.

Karena itu pada usia-usia selanjutnya tantangan dalam relasi seksual cukup berat. Pernikahan dengan perbedaan usia seperti itu, indah di awal, berat di kemudian hari. Dan beratnya cukup panjang.

Perubahan fisik

Wanita usia 35 tahun masih cukup cantik, dan jika belum punya anak, bentuk tubuh relatif lebih mudah dikelola, sehingga masih menarik. Karena itu pemuda usia 20 tahunan masih akan tertarik. 

Namun pada usia 40 ke atas wanita akan mulai mengalami perubahan fisik. Dan kalau sudah punya anak, perubahan fisik terjadi cukup signifikan. Fisik berubah dari kerut-kerut dan bercak-bercak di wajah, pertambahan berat, dan juga mungkin rambut yang rontok. Perubahan menua akan terus terjadi.

Ketika pria memasuki usia 40 an  dan memasuki usia “puber ke dua”, dimana juga memasuki masa kemapanan. Masa menyatakan hasil kerja, maka pada waktu itu sadar atau tidak sadar akan muncul kebutuhan istri yang menarik dan cantik di sampingnya. Sementara istrinya sudah berusia 55 tahun.

Akankah dia merasa cukup percaya diri didampingi istrinya dengan segala keadaannya ?

Psikis

Pria usia 19 atau 20 tahun baru saja ke luar dari masa remaja. Masa belum stabil. Perasaannya masih menggelora, pikiran belum matang, dan secara ekonomi belum apa-apa.

Pertanyaannya adalah apakah dia tahu apa makna rasa tertarik? Bagaimana bisa membedakan rasa tertarik yang disertai dengan pemikiran yang lengkap dengan rasa tertarik alamiah seorang remaja yang dibubuhi dorongan seksual yang kuat?

Usia 19 atau 20 bukanlah usia yang baik untuk memulai relasi serius. Belum lengkap kemampuannya untuk memaknai rasa tertarik. Sekalipun bisa berkalimat baik untuk menyatakan keseriusan relasi, tetapi kelengkapan jiwanya belum cukup untuk berelasi secara serius, apalagi dalam hal pernikahan.

Apabila pernikahan  telah terjadi, maka akan selalu terjadi ketidakseimbangan perkembangan psikologis dalam perjalanan pernikahan. Di awal relasi,sementara si pria masih bergumul menyelesaikan tugas-tugas perkembangan remajanya, di antaranya menemukan identitas diri, mengontrol emosi, dan mulai belajar bertanggung jawab dalam hidup bermasyarakat, sang wanita sudah mapan. Sang wanita sudah memikirkan karier, tugas-tugas di masyarakat, memikirkan masa depan.

Pada saat sang pria usia 40 tahun, ia memasuki masa akhir masa dewasa menuju awal lanjut, sang wanita sudah memasuki masa lanjut. Sang wanita sudah menyimpulkan perjalanan kehidupan, sang pria masih membentuk kehidupan, menuju masa puncak karier. Sang wanita mulai surut, sang pria sedang menuju puncak.

Saat pria mendekati usia 50 tahun, dan mencapai puncak karier, sang istri sudah memikirkan kekekalan.

Kesenjangan perkembangan psikologis ini perlu dipikirkan serius. Ini adalah gerak yang dirasakan setiap hari, karenanya akan menentukan berbagai hal dalam hidup. Karena itu tanpa pengelolaan yang baik, pernikahan dengan perbedaan usia seperti itu, akan menghadapi persoalan yang cukup berat.

Ekonomi

Jika pernikahan itu terjadi pada saat sang pria usia 25, maka dia baru saja merintis pekerjaan. Pendapatannya tentu belum seberapa. Sementara sang wanita sudah berusia 40 tahun, pendapatannya tentu sudah sangat mapan. Dengan demikian, terjadi kesenjangan dalam pendapatan.

Pertanyaannya apakah dengan perbedaan pendapatan itu, sang suami bisa memimpin keluarga dengan baik ? Apakah bagi sang istri bisa puas? Williard F Harley dalam bukunya His Needs Her Needs mengungkapkan kebutuhan dasar ke 4 dari seorang wanita adalah keamanan finansial. Kalau wanita merasa suami tidak punya pendapatan yang cukup, ia bisa merasa tidak aman. Ini tentu bisa jadi persoalan.

Benarkan Tidak Mungkin?

Dari uraian di atas nampaknya cukup berat jika seorang wanita menikah dengan pria dengan selisih usia cukup besar. Tapi apakah benar tidak mungkin? Bukankah kalau mampu berpikir dewasa, maka semua tantangan tadi bisa diatasi ? Benar sekali. Hal di atas ditulis untuk dipikirkan. Dan mungkin saja bisa diatasi. Yang terpenting adalah pikirkan dengan masak-masak. Tantangannya cukup berat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun