Mohon tunggu...
Gunawan Moh kasim
Gunawan Moh kasim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Gunawan Moh. Kasim mahasiswa universitas Tadulako Program Studi Antropologi Hobi bermain Billyard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mereview Antropologi Agama Program Studi Antropologi Untad

16 Desember 2023   23:33 Diperbarui: 16 Desember 2023   23:53 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Materi 1 : Dr. Rismawati S.sos, Ma.

Antropologi agama merupakan cabang ilmu yang menganalisis agama melalui tingkah laku manusia terhadap asal usulnya. Selain memerhatikan dimensi keagamaan, antropologi agama juga menyoroti fenomena keagamaan sebagai keyakinan terhadap hal-hal gaib yang dinamis. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam antropologi agama melibatkan pendekatan historis untuk melacak pemikiran dan perilaku manusia terkait agama, pendekatan normatif yang fokus pada norma-norma dan sastra suci, pendekatan deskriptif untuk mencatat dan melaporkan perilaku manusia terkait agama, serta pendekatan empiris yang melibatkan pengamatan langsung terhadap pengalaman dan realitas di lapangan.

Dalam konteks teori sejarah agama, E.B. Tylor mengemukakan teori jiwa yang menyatakan bahwa kesadaran manusia terhadap konsep jiwa muncul dari dua aspek utama. Pertama, perbedaan dalam persepsi antara benda hidup dan mati, di mana pergerakan dianggap sebagai tanda kehidupan, dan dengan perkembangan pengetahuan, manusia menyadari bahwa kehidupan disebabkan oleh keberadaan jiwa sebagai kekuatan di luar tubuh. Kedua, pengalaman mimpi di mana manusia menyadari perbedaan antara tubuh yang tidur dan dirinya yang hadir di tempat lain. Ini mengarah pada keyakinan akan keberadaan jiwa yang merdeka dalam alam semesta, dikenal sebagai spirit atau makhluk halus, membentuk dasar dari konsep animisme.

Materi 2 : Yulianti Bakari S.sos,.MA.

eksplorasi mengenai agama dan sihir. Games J. Frazer berpendapat bahwa manusia, meskipun menyelesaikan tantangan hidupnya dengan akal dan pengetahuannya, namun keterbatasan akal dan pengetahuan tersebut menyebabkan batasan yang sempit. Seiring majunya peradaban dan kebudayaan, batas akal manusia dapat berkembang. Meskipun begitu, dalam banyak kebudayaan, batas akal tetap terbatas, dan untuk memecahkan persoalan hidup yang kompleks, manusia sering mengandalkan ilmu gaib.

Ilmu gaib mencakup segala perbuatan manusia, termasuk abstraksi dari tindakan, untuk mencapai tujuan tertentu melalui kekuatan alam dan serangkaian perbuatan kompleks di baliknya. Magic atau kekuatan gaib ini dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan sifatnya: magic putih yang dianggap baik dan magic hitam yang dihubungkan dengan konotasi negatif atau kekuatan jahat. Dalam studi antropologi agama, agama dan sihir dipandang dari aspek supranatural. Sebagai contoh, Balia di masyarakat Kaili, di mana ritual ini dilakukan untuk meminta kesembuhan dari roh nenek moyang atau roh penguasa alam yang dipercayai hadir.

Dalam perspektif antropologi, agama juga dianggap dinamis, yang berarti agama tidak bersifat kaku dan dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tempat. Contohnya adalah agama Kapitayan, atau yang lebih dikenal sebagai agama nenek moyang. Kapitayan, sebagai perwujudan monoteisme dari pulau Jawa, telah ada sejak zaman nenek moyang, dan sering disebut sebagai agama nenek moyang. Berbeda dengan Kejawen dan agama Jawa lainnya yang bersifat Non-Monoteistik, Kapitayan meyakini Tuhan Yang Tunggal. Etimologinya berasal dari kata 'taya', yang berarti tak terlihat atau yang mutlak. Konsep Kapitayan mirip dengan agama Islam karena keduanya menganut monoteisme, dan pada masa penyebaran Islam di Nusantara, nilai-nilai agama Kapitayan diadopsi oleh para Wali Songo karena kesamaan konsep Tauhid.

Materi 3 : Muh. Zainuddin Raddolahi, S.Sos. M.SI

Pada pembahasan terakhir, kita mengeksplorasi konsep agama, kepercayaan, dan keyakinan. Agama, sebagai lembaga sosial-budaya, kompleks dan meresap dalam pandangan religi, supranatural, dan dunia. Seseorang mengadopsi agama melalui internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi, yang secara kolektif membentuk struktur sosial masyarakat.

Kepercayaan adalah sikap batin terhadap kebenaran atau keberadaan suatu zat atau entitas, sedangkan keyakinan lebih terfokus pada perilaku atau tindakan terhadap kekuatan tertentu. Referensi menarik dalam konteks ini adalah tulisan "Assongka Bala: Interpretation of Value System in Handling Disease Outbreaks in the Bugis-Makassar Society" oleh Syamsu Rijal, dkk (2020), yang menggambarkan ritual keselamatan Assongka Bala sebagai ekspresi nilai kearifan lokal Bugis-Makassar.

Ritual tersebut mencerminkan kesederhanaan, kebersamaan, dan penghormatan terhadap leluhur. Bugis-Makassar menghargai nenek moyang mereka, percaya pada kekuatan tak kasat mata sebagai sumber kekuatan, sambil tetap tunduk pada keputusan dan kepastian Tuhan. Manusia, dengan daya kognitifnya, membentuk tatanan hidup melalui konsep kebudayaan yang mencakup nilai-nilai magic, mitos, hingga tabu, yang pada akhirnya membentuk norma, aturan, dan adat-istiadat.

Kesimpulan :

Antropologi Agama memandang agama tidak hanya dari perspektif keagamaan semata. Sebaliknya, fokusnya adalah pada harmoni perilaku individu dalam memahami agama, membentuk dinamika peradaban manusia sejak zaman dahulu. Kita sebagai makhluk berakal seharusnya menghargai perbedaan, termasuk agama, ras, suku, dan status sosial, untuk memperluas wawasan dan mencegah konflik yang mungkin timbul dari perbedaan pandangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun