"Tuhan telah mempertemukan dia dengan kita. Dia adalah tanggung jawab kita sekarang."
Sejak hari itu, Lucas tumbuh menjadi anak yang ceria dan penuh kasih. Namun di balik senyum lebarnya dan lelucon-lelucon konyolnya, ada sebuah pertanyaan besar yang selalu menghantui benaknya: siapa orang tuanya?
Malam itu, setelah semua anak tidur, Lucas duduk di tepi tempat tidurnya, memandang keluar jendela. Bulan purnama bersinar terang, seolah mengejek kegelapan yang menyelimuti masa lalunya.
"Hei, Lucas!" bisik Tam, sahabat baiknya. "Belum tidur?"
Lucas tersentak dari lamunannya. "Oh, belum. Kamu sendiri?"
Tam menggeleng. "Nggak bisa tidur. Mikirin apa sih? Kok serius amat?"
Lucas terdiam sejenak, ragu apakah ia harus membagi pikirannya. Tapi akhirnya ia memutuskan untuk bicara.
"Aku... aku sering kepikiran tentang Ibu ku, Tam. Kata suster Imelda, aku ditemukan besama Ibu ku yang telah meninggal. Apa yang sebenarnya terjadi pada Ibu ku saat itu ya...."
Tam mengangguk paham. Sama seperti Lucas, Tam pun tidak memiliki kenangan sedikit pun tentang orang tuanya. "Aku ngerti, Luc. Sangat berat memang, nggak tahu apa-apa tentang orang tua kita."
"Kadang aku berpikir," Lucas melanjutkan, suaranya pelan nyaris berbisik, "Apakah wanita itu memang ibuku? Lalu dimana ayahku? Atau... apakah ayah memang sengaja meninggalkan aku dan ibu?"
Tam bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di samping Lucas. "Hei, jangan berpikir begitu. Kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi."