Mohon tunggu...
Asep Gunawan
Asep Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Baru-baru ini suka membaca dan mengerjakan soal matematika dasar (setelah menonton COC Ruang Guru). Suka traveling dan menguasai Bahasa Inggris dan Turki.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Senja yang Menarik di Taman Suropati

5 Agustus 2024   06:37 Diperbarui: 5 Agustus 2024   06:39 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu, langit Jakarta mulai berubah warna menjadi semburat jingga ketika saya melangkahkan kaki memasuki Taman Suropati. Terletak di jantung Menteng, Jakarta Pusat, taman ini menyambut saya dengan ketenangan yang kontras dengan hiruk-pikuk ibu kota yang baru saja saya tinggalkan.

Taman Suropati, yang dahulu dikenal sebagai Burgemeester Bisschopplein pada masa kolonial Belanda, memiliki sejarah panjang yang menarik. Dinamai untuk menghormati Untung Suropati, seorang pahlawan nasional yang berjuang melawan penjajahan Belanda pada abad ke-17, taman ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang Jakarta dari masa ke masa.

Begitu memasuki taman, saya disambut oleh rimbunnya pepohonan yang menjulang tinggi. Pohon-pohon tua ini seolah berbisik, menceritakan kisah-kisah lama yang telah mereka saksikan selama puluhan tahun berdiri di sana. Udara terasa lebih sejuk di sini, sebuah oasis hijau di tengah padatnya beton dan aspal kota.

Saya memutuskan untuk berjalan santai mengitari taman. Jalur setapak yang rapi membelah rerumputan hijau, mengundang para pengunjung untuk menjelajahi setiap sudut taman. Di sepanjang jalan, saya melihat berbagai patung yang menghiasi taman. Patung-patung ini, saya kemudian mengetahui, adalah bagian dari proyek "Persahabatan ASEAN" yang diprakarsai oleh Ibu Tien Soeharto pada tahun 1995. Setiap patung mewakili negara-negara anggota ASEAN, menjadikan Taman Suropati sebagai simbol persatuan dan kerja sama regional.

Langkah saya terhenti di depan air mancur yang menjadi pusat taman. Gemericik air yang lembut menciptakan atmosfer yang menenangkan, mengundang saya untuk duduk sejenak di salah satu bangku taman terdekat. Dari sini, saya bisa mengamati aktivitas pengunjung lain yang beragam.

Sekelompok remaja sedang asyik berfoto, memanfaatkan latar belakang indah taman untuk mengabadikan momen mereka. Disisi lain, beberapa orang dewasa terlihat melakukan yoga, menikmati ketenangan sore hari untuk bermeditasi dan menyegarkan pikiran. Sementara itu, beberapa keluarga menggelar tikar piknik, berbagi makanan dan tawa di bawah naungan pohon rindang.

Saat senja semakin pekat, lampu-lampu taman mulai menyala satu per satu, menciptakan suasana yang magis. Cahaya lembut ini menerangi jalan setapak dan menyoroti keindahan patung-patung, memberikan dimensi baru pada keindahan taman di malam hari.

Saya melanjutkan perjalanan dan menemukan sebuah sudut yang menarik perhatian saya. Di sana, terdapat sebuah monumen kecil yang didedikasikan untuk Suropati. Membaca informasi yang tertulis di sana, saya semakin kagum pada sosok pahlawan ini dan bagaimana namanya diabadikan dalam taman yang indah ini.

Ketika malam mulai turun, suasana taman berubah. Udara menjadi lebih sejuk, dan alunan musik akustik terdengar samar-samar. Ternyata, di salah satu sudut taman, sekelompok musisi jalanan sedang menghibur pengunjung dengan lagu-lagu merdu. Saya memutuskan untuk bergabung dengan kerumunan kecil yang menonton pertunjukan impromptu ini.

Sambil menikmati musik, saya merenungkan betapa pentingnya ruang publik seperti Taman Suropati ini bagi kehidupan kota. Di tengah padatnya Jakarta, taman ini menjadi tempat pelarian sejenak bagi warga kota. Ia bukan hanya paru-paru kota, tetapi juga ruang sosial yang mempertemukan berbagai lapisan masyarakat dalam suasana yang santai dan inklusif.

Taman Suropati juga memiliki nilai edukasi yang tinggi. Selain patung-patung ASEAN yang mengingatkan kita pada pentingnya persahabatan antarnegara, taman ini juga sering menjadi lokasi pameran seni dan acara budaya. Hal ini menjadikannya bukan sekadar taman biasa, tetapi juga pusat kegiatan sosial dan budaya yang dinamis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun