Artis dan penulis merupakan dua pekerjaan yang berbeda. Artis, umumnya berhubungan dengan dunia entertainment. Istilahnya sekarang sebagai public figure. Sedangakan, penulis, biasanya berhubungan dengan karya tulis.
Perbedaan lain dari keduanya, menurut saya adalah, jika artis melakukan kesalahan (skandal), seperti selingkuh, dan atau lainnya, tetap saja banyak orang yang mengaguminya, bahkan membelanya. Karya-karyanya tetap saja diburu oleh para penggemarnya. Akan tetapi, lain halnya dengan penulis. Bila penulis yang melakukan hal demikian, tunggu saja akibatnya. Siap-siap saja karyanya masuk tong sampah. Karya-karya selanjutnya bisa saja tidak dianggap. Bahkan, bila ada satu kalimat atau satu kata saja yang salah dalam penulisan/pengetikan, maka komentar sana-sini pun beragam. Pokoknya, minim apresiasilah. Kira-kira begitu.
Mungkin, wajar saja bila seorang penulis mendapatkan komentar sana-sini, ini dan itu terkait dengan karya tulisnya. Apalagi sampai ada yang berkomentar tentang kesalahan dalam penulisan dan atau pengetikan, kesalahan tanda baca, tata bahasa, dan atau lainnya. Ini juga, bisa menjadi masukan untuk perbaikan terhadap karya tulis selanjutnya. Alasan lain juga, mungkin disebabkan karena buku itu dikonsumsi oleh banyak orang. Maka sangatlah wajar bila ada yang mengoreksi dan mengkritiknya.
Pertanyaannya, adalah apakah artis tidak juga demikian? Apakah setiap karya artis tidak juga dinikmati oleh banyak orang? Bahkan, hampir setiap hari media cetak maupun media elektronik menampilkan berita tentang dunia keartisan. Itu juga, jauh lebih banyak konsumennya, bila kita mengukur dari hal itu. Apalagi zaman sekarang, banyak sekali generasi kita yang lebih banyak mengidolakan artis ketimbang penulis. Mereka (baca: generasi kita) tidak terlalu mempedulikan, apakah artis yang menjadi idolanya berpenampilan seperti ini dan itu, bersikap baik atau tidak. Pokoknya, tidak berpengaruh baginya. Tetap saja diidolakan.
Bila seorang artis yang melakukan skandal, begitu banyak orang yang membelanya. Begitu banyak pengacara yang mau mendampinginya. Karya-karyanya tidak pernah ditarik kembali dari para konsumen dan distributornya. Tetapi, bila hal demikian dilakukan oleh seorang penulis, maka siap-siap ia jalan sendiri tanpa ada yang mau membelanya. Mungkin juga, ia akan secepatnya disidang dan masuk “penjara.” Karya-karyanya pun segera ditarik dari toko-toko buku dan sejumlah konsumennya. Semua yang berwewenang sudah pasti melakukan operasi atau razia ke sana ke mari. Dari toko buku sampai ke penerbit.
Belum lagi seabrek perbedaan lainnya dari kedua profesi tersebut. Pembaca sendiri, mungkin bisa menggali dan mengkajinya sendiri berbagai perbedaan itu.
Yang ingin saya sampaikan lewat tulisan ini adalah memang menjadi seorang penulis itu tidaklah gampang. Kita harus siap mental. Harus siap dimaki. Harus tahan banting. Harus siap dikritik dan dikomentari. Dan bahkan, harus siap masuk “penjara.” Pokoknya, harus serba siap siaga.
Jadikanlah itu semua sebagai motivasi untuk terus berkarya. Jangan cepat merasa minder. Jangan cepat putus asa, apalagi sampai tidak lagi mau menulis sama sekali. Teruslah menulis, apa pun itu. Tidak apa-apa kita dimaki, dihina, dimasukkan di “penjara.” Jangan pernah berhenti untuk menulis.
Percayalah, tanpa penulis tidak akan ada karya tulis yang dibaca oleh miliaran orang di dunia ini. Tanpa penulis, tidak akan ada berbagai tulisan yang beredar di media internet dan atau media lainnya. Tanpa karya tulis dari penulis, tidak akan ada berbagai ide dan pemikiran yang dibaca oleh semua elemen bangsa untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa ini. Tanpa karya tulis yang dihasilkan oleh penulis, tidak akan ada buku-buku dan atau e-book untuk dijadikan rujukan bagi para guru atau dosen untuk mengajar siswa atau mahasiswanya. Semuanya itu karena adanya kontribusi penulis.
Jadi, Anda yang berprofesi sebagai penulis, jangan berkecil hati. Justru, Anda harus bangga menjadi seorang penulis. Teruslah berkarya. Teruslah menulis, menulis, dan menulis! Mari kita sama-sama saling memotivasi untuk selalu dan terus menulis. Ikatlah segala macam pengetahuan dan ilmu yang masih bertebaran dan berkeliaran di alam sekitar. Sehingga orang lain bisa mengetahui dan menikmatinya. Cukuplah Tuhan yang menilai kita dalam berkarya. Serahkan sepenuhnya kepada-Nya. Mari kita berjihad lewat karya tulis!
Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H