Mohon tunggu...
GUNAWAN
GUNAWAN Mohon Tunggu... Guru - Guru ASN

Guru desa melakukan apa saja agar otak tidak beku.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Biarkan Mereka Terbang Bebas

12 April 2023   22:45 Diperbarui: 12 April 2023   22:47 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembaca yang budiman, di awal tulisan ini saya persilakan anda membaca lebih dulu judul berita dan menyimak isi berita lewat link yang saya kutip dari Kompas.com berikut ini :

Kronologi Tangkap Tangan Rektor Unila Karomani Berkait Dugaan Suap

(Kompas.com - 21/08/2022, 12:17 WIB)

Karomani Diduga Tawarkan Jasa Mudahkan Calon Mahasiswa Lulus Masuk Unila Lewat Orang Kepercayaan 

(Kompas.com - 02/12/2022, 14:34 WIB)

Anaknya Diterima Di 3 Universitas Top, Ibu Ini Pilih Jalur Suap Unila

(Kompas.com - 17/02/2023, 05:15 WIB)
KPK Bakal Analisis Pengakuan Polisi "Titip" Anak Masuk Unila

(Kompas.com - 08/02/2023, 23:12 WIB)

Berita-berita di atas mengabarkan dugaan adanya kecurangan dan pelanggaran hukum yang terjadi di perguruan tinggi negeri berkaitan dengan seleksi penerimaan mahasiswa baru. Jika nanti terbukti, proses hukumnya saat ini sedang berlangsung, betapa menyedihkan apa yang sudah terjadi di dunia pendidikan kita.

Kolusi, kong-kalikong, pat-gulipat, cincai, atau apapun istilahnya itu sungguh tak terpuji, apalagi itu berlangsung di tempat yang seharusnya menjadi salah satu mercusuar akal sehat dan benteng moralitas: institusi pendidikan. Di tempat yang seharusnya mengabarkan dan mengajarkan nilai-nilai positif dan kejujuran kepada anak-anak kita, di situ malah dikotori dengan ketidakjujuran dan keculasan.

Pada seleksi penerimaan mahasiswa baru yang berlangsung setiap tahun di sejumlah perguruan tinggi negeri selain lewat jalur prestasi belajar dan jalur test tertulis, dibuka juga kemungkinan seorang lulusan SMA diterima lewat jalur mandiri. Di jalur seleksi inilah kecurangan ini berlangsung seperti yang diberitakan di Kompas.com tersebut.

Saya tidak akan membicarakan atau membahas kejadian di atas dari sudut perkara hukumnya. Untuk urusan hukum pada kasus tersebut saya hanya bisa berharap semoga perkara suap di penerimaan mahasiswa itu berakhir dengan putusan hukum yang seadil-adilnya.

Saya tertarik untuk melihat orang-orang yang terlibat dalam perkara suap penerimaan mahasiswa baru ini. Selain melibatkan para intelektual internal dari perguruan tinggi tersebut sebagai penerima suap, terungkap pula bahwa ada sekian banyak orang pelaku pemberi suap adalah para orangtua calon mahasiswa.

Para orangtua yang bersemangat mendorong anaknya dalam melanjutkan studi di jurusan yang dicita-citakan anaknya (kemungkinan besar juga diimpikan orangtuanya) itu rela berkorban untuk mewujudkan kenyataan anak-anak mereka duduk di bangku kuliah idaman. Untuk meraih posisi di jurusan tertentu di perguruan tinggi tersebut diberitakan para orangtua rela mengeluarkan uang ratusan juta rupiah, di luar biaya resmi, untuk "mengamankan" jaminan diterimanya anak-anak mereka. Di sinilah kepentingan orangtua "sayang anak" dan pemanfaatan kesempatan oknum culas dari perguruan tinggi tersebut bertemu. Simbiosis mutualisme jahat berlangsung. Kolusi, persekongkolan, cincai terjadi.

Orang-orang intelektual dari institusi pendidikan yang seharusnya sangat menjunjung tinggi kebenaran dan kebaikan universal di manapun mereka berada itu telah menjual akal sehat dan kehormatannya untuk setumpuk rupiah yang mereka inginkan. Bobrok sudah moral dan integritas mereka. Dan para orangtua calon mahasiswa itu terjebak untuk berlaku kolusif dengan oknum-oknum tersebut menghalalkan segala cara demi keinginan memberikan hal "terbaik" untuk anak-anaknya.

Para orangtua ini melupakan sendiri nilai-nilai yang selama ini selalu mereka ajarkan ke anak-anak mereka. Ajaran universal yang sesungguhnya sangat mudah dipahami jika disertai teladan. Nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan kerja keras dalam menjalani hidup dan meraih cita-cita yang biasa mereka junjungkan ke kepala anak-anak itu tiba-tiba hilang terbang entah ke mana.

Dan para orangtua ini lupa bahwa seharusnya mereka hanya boleh berharap, tapi tak berhak menentukan seperti apa bentuk masa depan anak-anak mereka. Seharusnya orangtua membiarkan mereka yang memilih dan meraih sendiri angan-angan mereka. Cukuplah jika anak mereka gagal meraih satu bintang, orangtua tetap harus menyemangati anaknya untuk mengejar bintang yang lain. Ingatlah, di langit sana selalu bertabur bintang-bintang yang tak terhingga banyaknya.

Jika sang anak kalah atau tersingkir dalam satu persaingan atau pertarungan yang fair, biarlah dia berlapang dada menerimanya. Bimbinglah dia mencari dan menemukan potensinya di bidang yang lain. Kalah bersaing di satu medan bukanlah keruntuhan segalanya, apalagi kiamat.

Apa yang para orangtua calon mahasiswa itu takutkan sehingga harus melakukan perbuatan tercela itu?  Mereka takut anak-anaknya itu akan bernasib malang, suram masa depan, dan sengsara sepanjang hayat jika tidak mengikuti  "skenario masa depan cerah"  versi mereka. Tapi mereka melupakan nasihat yang mengatakan bahwa jika engkau menginginkan anakmu kelak menjadi singa maka didiklah dia sejak lahir sebagai anak singa, bukan sebagai anak domba.

Janganlah berharap jika sejak kecil dia diperlakukan sebagai anak domba yang selalu aman terlindungi di kandang kelak tiba-tiba dia akan menjadi singa perkasa yang biasa tertempa didikan keras alam liar.

Jangan pula ada lagi anak-anak yang semestinya berada di liga domba dimasukkan ke liga singa. Jika anak-anak domba itu kelak babak belur, bersiaplah bertanggungjawab wahai para orangtua karena selama ini telah mengasuh anaknya sebagai domba tapi memimpikan dia besar sebagai singa.

Biarkan anak-anak kita mengeksplorasi dirinya sendiri dan doronglah mereka untuk menemukan dirinya sebagai apapun yang terbaik dari dirinya.

"Let your boys test their wings. They may not be eagles, but that doesn't mean they shouldn't soar free."

 C.J. Milbrandt

Biarkan anak-anakmu menguji sayap-sayap mereka. Bisa jadi mereka bukan para rajawali, tapi bukan berarti mereka takkan bisa terbang bebas membubung tinggi.

Dan para orangtua tetaplah harus berpegang teguh pada moralitas, apapun target pencapaian yang ingin mereka berikan kepada anak-anaknya.

"Eagle rises to the top of the precipice with its wings; man, to the top of the honour, with his morals!"

- Mehmet Murad Ildan

Elang terbang mencapai puncak tebing yang curam dengan sayapnya. Manusia menuju ke puncak kehormatan dengan moralitasnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun