Mohon tunggu...
Gunawan Simangunsong
Gunawan Simangunsong Mohon Tunggu... Administrasi - Gunawan Simangunsong seorang Junior Asscociate di Refly Harun & Partners saat ini sedang menempuh Pascasarjana Universitas Indonesia Peminatan Hukum Kenegaraan. Untuk menghubungi bisa di gunawansimangunsong14@gmail.com

Lawyer at Refly Harun and Partners, Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menyoal Keabsahan Penahanan Djoko Tjandra

10 Agustus 2020   12:42 Diperbarui: 10 Agustus 2020   12:31 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO | Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia.

Djoko Tjandra terpidana kasus Bank Bali telah menyita perhatian publik akhir-akhir ini, banyak permasalahan yang muncul belakangan akibat kasus tersebut, hingga menimbulkan keguncangan hukum di tanah air. Setelah Djoko Tjandra berhasil ditangkap oleh Bareskrim Polri, maka dipastikan yang bersangkutan akan dieksekusi sesuai dengan Putusan Peninjaunan Kembali (PK) Mahkamah Agung yang menghukumnya selama 2 tahun penjara.

Sebagai informasi sebelum adanya Putusan PK tersebut, Djoko Tjandra telah diadili pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat kasasi. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 156/PID./2000/PN.Jak.Sel tanggal 28 Agustus 2000 menyatakan "Djoko Tjandra Dilepas Dari Segala Tuntutan Hukum". 

JPU kemudian mengajukan Kasasi, namun lagi-lagi JPU kalah, Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1688 K/PID/2000 tanggal 28 Juni 2001 menyatakan "Menolak Permohonan Kasasi Dari Pemohon Kasasi: Jpu Pada Kejaksaan Negarai Jakarta Selatan". Karena tidak mau kalah, JPU kemudian mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 tersebutlah, yang dijadikan alasan untuk mengeksekusi Djoko Tjandra, karena Djoko Tjandra dijatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.

Namun pro dan kontra muncul belakangan, apakah putusan pemidanaan Djoko Tjandra sah atau tidak? Mengingat amar Putusan PK Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 tidak memuat perintah penahanan terhadap terdakwa dalam hal ini Djoko Tjandra. Padahal perintah penahanan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah putusan pemidanaan. 

Apabila syarat tersebut tidak dimuat dalam putusan pemidanaan, maka putusan tersebut berakibat batal demi hukum. Apabila putusan batal demi hukum, maka putusan dianggap tidak pernah ada, sehingga tidak dapat dieksekusi (non-executable).

Nah untuk meluruskan pro-kontra tersebut, saya ingin memberikan pendapat terkait dengan sah atau tidaknya putusan pemidanaan Djoko Tjandra.

Pertama-tama kita harus bedakan antara hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil memiliki karakteristik larangan dan sanksi pidana, sedangkan hukum pidana formil memuat tata cara melaksanakan ketentuan mengenai larangan dan sanksi hukuman. Sementara perbedaan lainnya, hukum pidana materiil masih dibolehkan penafsiran hukum oleh aparat penegak hukum termasuk hakim, sementara ketentuan hukum pidana formil.

Aparatur penegak hukum termasuk hakim tidaklah diperbolehkan melakukan penafsiran lain selain apa yang telah ditulis dalam undang-undang (as posited) sehingga terhadap hukum pidana formil berlaku asas "non-interpretable". Karena sifatnya yang as posited maka ketentuan hukum acara pidana harus tertulis (lex scipta), harus jelas dan tidak multitafsir (lex certa) serta harus ditafsirkan secara ketat (lex stricta).

Dengan karakteristik tersebut di atas, maka hukum pidana formil diharapkan memiliki kepastian hukum. Karena pasti, maka kekhawatiran penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum dapat dicegah dan diminimalisir. Kepastian hukum itu sangat penting, karena hukum pidana formil langsung bersentuhan dengan sisi kemanusiaan seseorang baik tersangka, terdakwa, maupun terpidana.

Salah satu hukum formil adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Dalam Pasal 197 ayat 1 disebutkan, ada 12 (dua belas) materi muatan dalam sebuah putusan pemidanaan. Salah satunya adalah huruf k, yaitu harus adanya pemuatan perintah penahanan terhadap terdakwa. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka sesuai Pasal 197 ayat 2 KUHAP maka Putusan Pemidanaan menjadi batal demi hukum.

Bahwa perintah penahanan yang disamakan dengan istilah "ditahan" atau "tetap dalam tahanan" dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k adalah bersifat "imperative" dan "mendatory" yang berlaku pada semua tingkatan pengadilan, karena sifatnya "imperative" dan "mendatory" maka jika tidak dipenuhi maka putusan tersebut batal demi hukum. karena batal demi hukum maka putusan yang demikian dianggap "tidak pernah ada", "tidak mempunyai nilai hukum", "tidak mempunyai kekuatan hukum" serta "tidak dapat dieksekusi oleh jaksa".

Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 yang tidak ada perintah penahahan terhadap Djoko Tjandra, maka sesuai uraian di atas Putusan tersebut menjadi batal demi hukum. Karena Putusan tersebut batal demi hukum, maka yang berlaku dan mempunyai kekuatan hukum eksekutorial adalah putusan yang ada sebelumnya yaitu Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1688 K/PID/2000 tanggal 28 Juni 2001 menyatakan "Menolak Permohonan Kasasi Dari Pemohon Kasasi: JPU Pada Kejaksaan Negarai Jakarta Selatan".

Bahwa karena Putusan Kasasi Nomor 1688 K/PID/2000 tanggal 28 Juni 2001 menolak Kasasi dari JPU, maka berdasarkan Putusan Nomor 156/PID./2000/PN.Jak.Sel tanggal 28 Agustus tahun 2000 yang menyatakan "Djoko Tjandra Dilepas Dari Segala Tuntutan Hukum". Maka kesimpulannya demi hukum terhadap Djoko Tjandra tidak dapat dikenakan penahanan, melainkan dilepaskan dari segala tuntutan atau dengan kata lain dia wajib dibebaskan.

Namun ada yang berpendapat bahwa terhadap Putusan Pemidanaan yang tidak memuat materi perintah penahanan tidak batal demi hukum, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 69/PUU-X/2012 tanggal 22 November 2012. Pertanyaan kemudian, apakah Putusan Pemidanaan terhadap Djoko Tjandra yang tidak memuat perintah penahanan menjadi tidak batal demi hukum?

Terhadap pertanyaan tersebut, kita harus melihat tanggal Putusan Peninjauan Kembali terhadap Djoko Tjandra dan tanggal Putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan PK Djoko Tjandra berkekuatan hukum tanggal 11 Juni 2009, sementara Putusan MK berkekuatan hukum tanggal 22 November 2012. Karena Putusan PK dibacakan tahun 2009 maka Pasal 197 ayat 1 huruf k KUHAP tentang syarat pemuatan perintah penahanan masih berlaku dan mengikat pada saat dibacakan putusan PK tersebut.

Bahwa karena sifat Putusan Mahkamah Konstitusi tidak berlaku surut, melainkan berlaku secara futuristik atau kedepan atau memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum (Pasal 47 UU MK), sehingga syarat pemuatan penahanan pada Pasal 197 ayat 1 huruf k KUHAP baru tidak berlaku atau tidak mengikat sejak tanggal 22 November 2012. 

Karena Putusan MK baru berlaku pada tahun 2012 sementara Putusan PK Djoko Tjandra pada tahun 2009, maka Putusan MK tidak dapat diterapkan terhadap putusan PK Djoko Tjandra, sehingga Putusan PK tersebut tetap batal demi hukum dan tidak dapat dieksekusi oleh eksekutor dalam hal ini Jaksa.

Sebagai penutup adanya pertentangan antara Putusan Kekuasaan Kehakiman terhadap Hak Asasi Djoko Tjandra untuk mendapatkan kepastian hukum, maka Kedudukan hakim dalam sistem kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh siapapun tidak lebih tinggi dari hak asasi setiap orang yang dijamin di dalam UUD 1945. Penafsiran atas setiap norma dalam Undang-Undang harus tidak boleh bertentangan dengan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun