Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Megawati Perintahkan Jokowi Bubarkan KPK

12 Oktober 2015   01:13 Diperbarui: 12 Oktober 2015   03:43 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber foto: Kompas.com"][/caption]

Banyak yang menuduh Jokowi bonekanya Megawati. Jokowi hanya presiden boneka dan hanya perpanjangan tangan Megawati yang notabene adalah ketum PDIP.

Benar atau tidaknya tuduhan itu hanya Megawati dan Jokowi yang tahu. Jika benar maka sepantasnya memang Jokowi tunduk kepada aturan partai dimana beliau bernaung dan yang mengusung beliau menjadi capres dan memenangi pemilu 2014 lalu. 

Dilema menjadi petugas partai dimana seorang Jokowi bukan pemilik dan bukan ketum partai pastilah menjadi hal yang dialami Jokowi. Hal wajar seseorang yang bukan pemilik suatu kendaraan pastilah akan sungkan jika dia hanya menyopiri majikannya. Ibarat sopir yang bukan pemilik mobil haruslah hati-hati dan mengikuti arahan majikan mau kemana mobil dibawa, kapan harus menginjak gas dan kapan harus menginjak rem.

Pengandaian mobil,sopir dan majikan sepertinya terlalu berlebihan dan tidak pantas untuk birokrasi suatu negara. Karena negara ini bukan mobil pribadi milik Megawati dan Jokowi hanya sebagai sopir pribadinya. Namun negara adalah milik seluruh rakyat Indonesia yang sekarang rakyat menyerahkan mandatnya kepada Jokowi untuk memimpin negeri ini. Jadi walaupun kemarin Megawati mencapreskan Jokowi jika rakyat tidak memberikan mandat maka Jokowi tak akan pernah menjadi Presiden.

Beberapa waktu yang lalu tersiar kabar bahwa Megawatilah otak dari usulan untuk membubarkan KPK. Berita itu sengaja diplintir oleh CNNIndonesia yang sudah melakukan permintaan maaf dan meralat berita tersebut. Baca beritanya di sini. Padahal yang sebenarnya Megawati hanhya mengatakan KPK bisa saja dibubarkan kalau sudah tidak ada korupsi. Tapi oleh CNN Indonesia judul beritanya dirubah. CNN Indonesia menuliskan berita tersebut dengan judul "Megawati: Bubarkan KPK". Kini judul tersebut diubah menjadi "Megawati: Bubarkan KPK jika Tak Ada Korupsi".

Namun berita yang salah itu sudah kadung disebar oleh portal-portal berita berhaluan hater yang sengaja membesar-besarkan perkara ini dan mengambil kesempatan untuk menggoyang Jokowi dan Megawati. Apalagi ada yang antipati dengan Megawati dan PDIP dengan semboyan PDIP No Jokowi yes bahkan PDIP No Mega No Jokowi No lebih sadis lagi tuduhan mereka. Seakan Megawatilah yang terus merongrong dan menekan Jokowi untuk membubarkan KPK.

Dari plintiran berita di media walau media itu minta maaf namun tidak semua portal berita akan melakukan permintaan maaf yang sama atau melakukan klarifikasi. Kebiasaan di negeri ini memang seperti itu. Jika ada kesalahan dan sudah tersebar fitnahan atau plintiran itu akan tetap tersebar dan terus diblowup padahal pihak yang pertama melakukan sudah minta maaf dan sudah melakukan klarifikasi.

Memang inilah susahnya dijaman internet yang semua apa-apa dishare walau belum tahu benar atau hoax tetap saja semangat membagikan hal-hal yang belum pasti nilai kebenarannya. Apalagi kalau orang itu memang sudah benci maka akan membagikan apa saja yang dilihatnya menyerang orang yang dibencinya itu. Walau itu hanya judulnya saja. Sedangkan isi beritanya sangat jauh berbeda.

Tapi inilah yang sedang terjadi di negeri ini. Dengan pendidikkan masyarakatnya yang serba nanggung, kesejahteraan juga serba nanggung ya akhirnya pikirannya juga nanggung dan parahnya nggak mau nanggung jawab jika terjadi kesalahan yang dilakukannya dan akhirnya lari dari tanggung jawab.

Memang sulit untuk mengatasi permasalahan tersebut namun jika ada hukuman yang setimpal kepada pelaku pemelintir berita dan bisa menjadi efek jera dan bukan sekedar minta maaf saja maka lambat laun permasalahan ini bisa teratasi.

Selain pelaku utama yang share berita-berita plintiran ini juga harus dikenai sanksi agar mereka tidak sembarangan melakukan penyebaran berita-berita yang belum tentu benar bahkan menjurus fitnah itu.

Hukuman bukan hanya berbentuk kurungan bisa saja berbentuk denda yang nantinya pasti akan menimbulkan efek jerah bagi yang didenda. Bahkan uang denda itu bisa menambah kas pendapatan negara. Semoga saja usulan ini bisa menjadi solusi untuk permasalahan yang terus saja terjadi akhir-akhir ini.(Gunawan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun