Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mega "Uring-uringan" Bukti Jokowi Bukan Presiden Boneka

13 April 2015   22:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:08 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="Megawati Soekarno Putri / deliknews.com"][/caption] Publik dihebohkan dengan pidato Megawati Soekarno Putri yang berapi-api, sangking berapi-apinya sampai hampir membakar dirinya sendiri. Betapa tidak pidato Mega yang tanpa teks itu akhirnya menuai kritikan dan cibiran dari masyarakat terutama di media sosial. Banyak yang menuduh Megawati sedang galau karena "bonekanya" tak bisa dikendalikan. Tuduhan bahwa Jokowi adalah presiden boneka ternyata hanya isapan jempol saja. Terbukti bahwa sang ketum PDIP yang dituduhkan akan mengendalikan Jokowi saat menjadi presiden RI akhirnya uring-uringan sendiri. Kegalauan Mega tertuang semua dalam pidato pembukaan kongres PDIP di Bali sampai penutupan juga masih mencerminkan kegalauan seorang Megawati. Bagi masyarakat awam yang menilai pidato Mega dari yang tersurat dan terucap pastilah menilai bahwa pidato itu ditujuka untuk kader secara umum. Padahal semua orang juga bisa paham secara kasat mata pidato itu jelas-jelas ditujukan untuk seorang Jokowi yang sudah jadi presiden karena jasa baik Mega yang telah mencapreskan Jokowi saat pilpres 2014 kemarin. Sikap uring-uringan Mega ini tergambar jelas. Ibarat seorang anak perempuan yang memainkan boneka namun bonekanya tidak mau diajak main lagi. Mungkin bonekanya direbut orang lain itu yang menjadi kekhawatirannya. Wajar anak wanita pastinya akan ngambek dan memarahi siapa saja yang mencoba mendekati anak perempuan yang kehilangan bonekanya. Mungkin pemisalan saya sangat absurd tapi itulah yang sedang terjadi dengan ketum PDI "seumur hidup" ini. Kenapa kata seumur hidup saya masukan dalam tanda kutip. Hal ini untuk menegaskan sampai kapan pun jika ibu Mega masih hidup ketum PDIP tidak akan diberikan kepada orang lain. Kembali ke topik artikel bahwa uring-uringan bu Mega kemarin adalah luapan emosi yang selama ini dipendamnya. tanda kecewa bahwa pak Jokowi tak bisa memenuhi segala keinginannya sebagai pengendali " presiden boneka". Ibu yang satu ini memang jarang ngomong di media dan di depan publik. namun sekali beliau berpidato semua kena "semburan" naga api yang terpancar dari ucapannya yang berapi-api.Betapa Jokowi yang diharapkan bisa memenuhi keinginan pribadi beliau akhirnya mental semua. Pak Jokowi yang selama ini dituduh sebagai boneka atau tepatnya presiden boneka yang dikendalikan oleh Megawati ternyata hanya isapan jempol alias tak terbukti. Jika memang Jokowi benar-benar bisa dikontrol oleh Megawati pastinya dia tidak akan unring-uringan seperti saat sekarang ini. Ketidakpuasan dan kekecewaan Mega benar-benar terbaca saat beliau berpidato itu. Apakah ini hanya sandiwara Megawati? Tentu saja tidak. Mana ada orang mau bersandiwara dan merugikan dirinya sendiri. Banyak yang menilai bahwa pidato Mega sangat merugikan dirinya dan partai PDIP sendiri. Malahan karena pidato tersebut pak Jokowi menjadi orang yang semakin mendapat simpati dengan kesan dizolimi oleh ketum partainya sendiri. Reaksi pun bermunculan disana-sini ada yang pro dan kontra. Bahkan sampai ada yang bereaksi kencang agar pak Jokowi segera keluar dari PDIP. Para pendukung Jokowi yang menganut paham aliran "Jokowi yes, PDIP no" sangat kencang menyerukan agar Jokowi segera hengkang dari PDIP. Tapi menurut saya bukan itu yang harus dilakukan Jokowi sekarang ini. Tetap saja berjalan seperti biasa. Rakyat semakin simpati dengan pak Jokowi yang membuktikan bahwa pak Jokowi benar-benar sebagai presiden milik seluruh rakyat Indonesia dan bukan hanya sekedar sebagai petugas partai. Sah-sah saja jika Megawati mengatakan Jokowi petugas partai yang penting jangan jadi boneka partai. Dengan sikap Mega yang sangat tendensius dan uring-uringan itu menandakan "misinya" untuk menjadikan Jokowi sebagai petugas partai sekaligus boneka partai tidak berhasil dan bisa dikatakan gagal total. Apa lacur Megawati harus menelan pil pahit ini. Mau tak mau ini memang harus terjadi. Seharusnya pil pahit ini bisa menjadi obat untuk menyadarkan Megawati menjadi politikus yang mumpuni bukan oportunis dan tidak  hanya gembar-gembor mengatakan membela wong cilik ternyata hanya membela wong licik. Itu harapan saya sebagai pendukung pak Jokowi. Jika Megawati mau menyadari kekeliruannya ini maka saya yakin PDIP akan jaya menjadikan Indonesia raya makmur sejahterah .dengan seorang Jokowi sebagai presiden yang bukan boneka. Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun