Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kasihan, Nama Prabowo Masih Dibawa-bawa untuk Menebar Kebencian Kepada Pemerintahan Jokowi

22 Maret 2015   20:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:17 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="562" caption="Presiden Republik Indonesia terpilih Joko Widodo mengunjungi Ketua Umum Partai Gerindra yang juga mantan pesaingnya dalam Pilpres lalu, Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2014). Dalam pertemuan tersebut Jokowi bersilaturahmi dan mengundang Prabowo untuk menghadiri pelantikan Presiden Seni 20 Oktober mendatang./ Kompas.com"][/caption]

Suasana kampanye pilpres seakan masih kental ya. Kompasiana juga masih membara, masih banyak yang belum bisa "move on" bahkan menuduh dengan mengatakan para pendukung pemerintahan yang sah yaitu presiden Jokowi berhalusinasi. Padahal Pak Jokowi sudah dilantik tepat 5 bulan pada tanggal 20/03/2015 kemarin.

Kasihannya juga karena nama pak Prabowo yang sudah duluan move on ketimbang para pendukungnya masih saja dibawa-bawa untuk menebarkan kebencian kepada pemeritahan Jokowi. Padahal pak Prabowo sudah legowo atas kekalahannya pada pilpres kemarin.

Seperti di Kompasiana ini ada yang menyerang saya dengan cara banci memakai topeng dibalik akun palsu. padahal saya yakin dia adalah kompasianer lama yang punya akun asli dan selalu memperhatikan artikel saya di Kompasiana. Dia sepertinya sangatkesal kepada saya karena artikel-artikel saya yang sering dipilih Admin untuk nangkring di kolom TA. Kemungkinan jika dia menyerang tulisan saya dengan akun aslinya takut jika reputasi dan nama baiknya rusak di Kompasiana ini karena akan mendapat cap sebagai orang yang iri hati dan dengki serta belum bisa move on.

Merasa iri dengan pencapaian artikel seseorang yang di HL dan TA, itu bagus sebenarnya jika itu menjadi motivasi untuk mencontoh dan meningkatkan kualitas tulisan agar bisa HL dan TA. Tapi jika hanya sebagai bahan menyerang dan memprotes admin atas tuduhan yang tidak jelas dan menuduh berhalusinasi itu suatu yang sangat konyol.

Artikel saya yang menurut dia merupakan puji-pujian yang terlalu berlebihan kepada pak Jokowi adalah bentuk kekecewaannya yang jagoannya sudah kalah. Malah artikel saya banyak terlahir dan mendapatkan ide-ide dari status fb mereka yang terlalu sadis dalam menjelekan pak Jokowi. Bahkan saya mengcounter segala tuduhan mereka yang hanya sekedar fitnahan dan pemelintiran berita berupa cerita narasi karangan fiksi semata yang tak jelas sumbernya. Mereka sengaja terus menyebarkan itu di kalangan mereka sendiri.

Jika mereka menuliskan di kalangan di luar mereka pastilah akan mendapatkan tanggapan dan bahkan serangan balik. Karena memang opini mereka hanya berupa fitnah dan plintiran berita yang gampang sekali untuk dibantah dan dipatahkan.

Saya sebenarnya tidak heran mengapa pilpres kali ini sangat istimewa dan kampanyenya terus bergaung di dunia maya bahkan di dunia nyata masih saja ada yang belum move on. Sebenarnya jika dipetakan orangnya ya itu-itu saja. Mereka memperbanyak diri dengan akun-akun palsu yang tek jelas di medsos bahkan di Kompasiana ini.

Mereka-mereka ini sepertinya menutup mata dengan keberhasilan Pak Jokowi yang sudah ditorehkan. Mereka menganggap keberhasilan itu tak ada apa-apanya dibanding kerisuhan politik yang sengaja mereka besar-besarkan sendiri. Mereka menutup mata dengan segala kebijakan yang kelihatannya merugikan rakyat diawal namun hasilnya bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Contoh nyata adalah kenaikan BBM yang menjadikan BBM tidak disubsidi dan subsidinya dialihkan ke pembangunan insfrastruktur yang nyata ketimbang hanya habis terbakar. Bisa juga dikonotasikan bahwa subsidi BBM seperti melarang anak -anak yang merokok dan uang rokoknya diganti untuk membeli susu agar bisa hidup sehat dimasa tua. Maka si anak itu mencak-mencak memusuhi orang tuanya bahkan berani melawan orang tuanya karena sudah kecanduan rokok.

Seperti juga halnya dengan harga beras yang agak naik, mereka besar-besarkan sepertinya beras sudah sangat mahal dan tak bisa dibeli lagi. Padahalan tidak demikian faktanya. Jika memang beras mahal dan langka pastinya hidup kita seperti jaman pak Soekarno dulu yang selalu antri untuk mendapatkan sembako. Nah ini nyatanya kan tidak seperti itu. Harga beras naik karena kita mengurangi impor beras sehingga beras dari petani bisa terjual semua dan petani mendapatkan keuntungan yang lumayan. Dan selanjutnya kita bisa swasembada pangan untuk tahun-tahun mendatang tanpa harus impor beras lagi.

Demikian juga dengan dollar yang naik dijadikan pula senjata untuk menyerang pak Jokowi. Padahal bukan Indonesia saja yang mengalami penurunan mata uang terhadap dollar AS , namun hampir seluruh negara di dunia mengalaminya. Bisa saja sih pemerintah menurunkan dollar dengan cara menambah hutang lagi. Tapi itu tidak dilakukan agar kita benar-benar bisa mandiri.

Namun semua itu tak ada apa-apanya dan tak dipandang sebelah mata oleh para pembenci pak Jokowi. Yang mereka lihat hanya kejelekannya saja. Bahkan kebijakan yang baik juga akan dikatakan jelek. Maklum lah entah sampai kapan mereka akan terus seperti ini.

Saya mendapatkan anekdot  yang beredar di medsos tentang prilaku para pembenci pak Jokowi yang sepertinya mengada-ada, namun jika dipikir-pikir memang seperti itulah nanti akhirnya. Jadi sebelum itu terjadi maka tidak ada salahnya kita mulai merubah pola pikir kita agar tetapmkritis tapi tidak dengan hujatan dan fitnahan.

Perbandingan reaksi masyarakat dan reaksi hater terhadap Pemerintahan pak Jokowi selama 5 tahun ke depan

Sumber gambar: di sini.

Saya juga tetap mengkritisi kebijakan pak Jokowi sekiranya itu akan berpotensi merugikan rakyat. Seperti usulan pengangkatan Komjen Budi Gunawan menjadi calon Kapolri kemarin, saya dan teman-teman di sini sangat menentang kebijakan itu yang akhirnya pak Jokowi masih mendengar para relawannya yang tetap kritis walau jadi bulan-bulanan dan sasaran kemarahan dan kebencian karena dianggap menuhankan dan mendewakan pak Jokowi.

Saya sebenarnya kasihan kepada para pendukung pak Prabowo dan pak Prabowo sendiri yang namanya selalu saja dipakai sebagai alasan menebar kebencian kepada pemerintahan yang sah. Padahal saya tahu sebenarnya mereka bukan mendukung pak Prabowo sepenuhnya, tujuan mereka sebenarnya yang penting bukan pak Jokowi yang jadi presidennya itu saja.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun