[caption id="" align="alignnone" width="780" caption="Jokowi memiliki aura seorang pemimpin yang sederhana dan dekat dengan rakyatnya (sumber foto: kompas.com)"][/caption]
Miris menyaksikan manuver politik para politikus dinegeri yang mayoritas beragama Islam. Isu sara dan perpecahan agama adalah momok yang paling sensitif di negeri ini. Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial media. Olok-olok antar umat beragama semakin mendapat tempat dan memiliki salurannya di sosial media.
Isu agama ini mulai dimainkan lagi terhadap capres paling dominan yaitu Jokowi dari partai PDIP. Walau Jokowi seorang muslim namun ada saja isu yang disebar untuk menjatuhkan Jokowi ini. Sejak Jokowi dicalonkan menjadi Gubernur DKI tahun 2012 yang lalu isu ini santer. Mulai dari agama orang tua Jokowi bukan Islam, Jokowi tidak bisa berwudhu , Â Jokowi belum haji serta isu-isu agama yang masif disebar untuk menyerang pribadi Jokowi.
Kenapa hal ini bisa menimpa Jokowi? Jelas karena Jokowi bukan kader partai Islam, Jokowi adalah kader partai berlambang banteng bermocong putih yang berideologi nasionalis. Hal ini semakin menyakitkan partai Islam yang tak punya sosok kharismatik seperti Jokowi.Walau muncul tuduhan bahwa sosok Jokowi diorbitkan media sebagai sosok sederhana. Tapi memang begitu kenyataannya. Aura Jokowi memancar dengan sendirinya sebagai aura pemimpin yang jujur dan ikhlas. Kalau lah memang beliau diorbitkan media? Kenapa capres yang lain yang punya banyak uang dan media tidak mengorbitkan dirinya sendiri? Oh, ternyata sudah tapi tidak berhasil, karena mereka tak memiliki aura seperti yang dimiliki pak Jokowi.
Isu itu ternyata tak berhasil, terbukti Jokowi memenangkan pemilihan gubernur di DKI dan menjadi orang nomor satu di Jakarta. Kini isu itu mulai dihembuskan lagi. Â Malah masih ada yang mempermasalahkan status gelar Haji yang dituduhkan palsu kepada Jokowi. Setelah diklarifikasi penyebar fitnah hanya diam malah merasa tak berdosa dan tak pernah meminta maaf.
Calon presiden yang bisa dikatakan sudah memiliki tiket ke istana negara adalah Jokowi. Sementara partai-partai lain masih kasak-kusuk mencari koalisi. Jokowi sudah siap hanya tinggal mengumumkan wakilnya dan mendaftar ke KPU saat pendaftarannya dibuka nanti.
Makanya para capres yang belum dapat tiket semakin gerah dan pendukungnya juga hanya berharap-harap cemas dengan ide-ide konyol ingin membuat poros tengah. Padahal pencetus poros tengah sudah kelihatan ambisinya dan hanya untuk menjegal presiden dari PDIP untuk kedua kalinya.
Mengahadapi manuver-manuver negatif ini PDIP dan Jokowi seharusnya belajar banyak dari kasus tahun 1999 yang lalu. Dimana kemenangan PDIP ternyata hanya berbuah wakil presiden saja gara-gara poros tengah, memang saat itu pemilihan presiden dipilih secara voting oleh anggota DPR dan MPR. Sekarang kondisinya sangat berbeda. Presiden dipilih oleh rakyat langsung. Sehingga permainan manuver kotor seperti itu kemungkinan akan gagal.
Umat Islam di Indonesia tidak semuanya taklid buta yang mau didoktrin begitu saja oleh ustadz-ustadz yang mempunyai niat tidak baik dalam hati mereka. Isu sara yang sekarang berkembang menyerang Jokowi hanya sekedar lewat saja. Karena memang fitnah itu memang tak ada landasannya. Malah makin memposisikan Jokowi sebagai orang yang teraniaya dan semakin mendapat simpati dari para pendukungnya.
Ingatlah bahwa doa orang-orang yang merasa teraniaya dan dizolimi akan dikabulkan oleh Allah Tuhan yang maha Kuasa. Dan Jokowi selalu mendapatkan doa-doa itu dari rakyat yang mendukungnya.
Salam Kompasiana.