Mohon tunggu...
Gunawan
Gunawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sekedar ingin berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Jokowi Kerja atau Pencitraan?

1 Januari 2015   17:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:02 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Ibu Negara ditengan pengungsi Sinabung (sumber foto: tribunnews.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Presiden Jokowi dan Ibu Negara ditengan pengungsi Sinabung (sumber foto: tribunnews.com)"][/caption] Hari gini masih sibuk mencela Presiden Jokowi? Sudah tahun 2015 coy. Masih saja sibuk koar-koar bahwa semua yang dikerjakan Pak Jokowi mengandung unsur pencitraan. Secara logika buat apa lagi Pak Jokowi pencitraan? Dirinya kan sudah jadi presiden. Para pencela pastinya akan terus menggunakan kata sakti "PENCITRAAN". Kata ini tak henti-hentinya dituduhkan buat Pak Jokowi. Ketika Pak Jokowi mengunjungi Sinabung dengan berbaur secara apa adanya dengan para pengungsi juga disebut pencitraan "sok merakyatlah". Apalagi saat salah satu media salah mencatat nomor HP Pak Jokowi untuk korban Sinabung maka tuduhan Pak Jokowi penipu pembohong dan munafik terus saja mereka lontarkan. Ketika Pak Jokowi hadir ke Papua dibilang tak ada manfaatnya. Ketika Pak Jokowi hadir di Desa Karang Bolong untuk menjenguk korban longsor dan para warga berebut air bersih sisa Pak Jokowi mencuci sepatunya dibilanglah warga itu syirik dan dungu karena menganggap Pak Jokowi nabi. Kelakuan warga desa seperti itu bukan salah warga tapi salah para ustadz itu yang berdakwah hanya lewat FB dan medsos saja tanpa mau berdakwah masuk ke desa-desa. Ketika Pak Jokowi juga hadir di tengah korban Air Asia, mereka juga mencela "kenapa Pak Jokowi ikut juga padahal sudah ada Pak JK? Bikin mubazir uang negara saja. Kan bisa bagi-bagi tugas. Kenapa mesti datang semuanya?" Ketika Pak Jokowi menurunkan harga BBM juga dicela,"pencitraan yang nyata, pura-pura menurunkan harga BBM padahal sejatinya harga memang naik dari 6.500 menjadi 7.600. Biar rakyat senang, padahal rakyat dibohongi terus." Mereka tak perduli hitung-hitungan bagaimana BBM premium bisa diturunkan harganya. Yang penting bisa terus mencela dan menghujat saja. Padahal mereka tidak menyadari bahwa kehadiran Pak Jokowi di tengah-tengah bencana dan duka rakyatnya menambah kecintaan rakyat kepada beliau. Inilah yang mereka tak inginkan dan merasa "sirik". Baru sekaranglah rakyat merasa punya pemimpin yang bersama mereka dalam suka dan duka. Pemimpin yang bukan hanya "lip servis" tapi nyata ada di tengah rakyat dalam kondisi duka dan nestapa. Itulah pemimpin yang didambakan seluruh rakyat. Pemimpin yang paling pertama merasakan penderitaan rakyat dan yang terakhir menikmati kesejahteraan rakyat. Bukan di balik keadaannya. Pak Jokowi berusaha melakukan itu. Beliau hadir di tengah rakyat yang terkena musibah dengan cepat tanpa disuruh-suruh apalagi sampai disindir-sindir dan dikirimi surat terbuka segala baru datang menjenguk mereka. Ya kalau kalian tetap menuduh Pak Jokowi pencitraan, itu terserah Anda. Tapi satu pertanyaan buat Anda untuk apa...? Pak Jokowi sudah jadi presiden.  Mikir.... Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun