Bagaimana Perawatan Lansia Berbasis TIK Mengubah Dinamika Sosial
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) kini merambah hampir semua aspek kehidupan, termasuk dalam sektor kesehatan dan perawatan lansia. Seiring bertambahnya usia penduduk di seluruh dunia, terutama di negara-negara maju seperti Polandia, tantangan terkait peningkatan biaya perawatan kesehatan, pensiun, dan perawatan jangka panjang menjadi isu utama. Menurut data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (2017), jumlah populasi lansia berusia 65 tahun ke atas di negara-negara berpenghasilan tinggi diproyeksikan meningkat dari 17% pada tahun 2015 menjadi 26,8% pada tahun 2050. Di tengah tantangan demografis ini, TIK menawarkan berbagai solusi inovatif yang dapat mendukung kebijakan "active ageing" dengan memungkinkan lansia untuk hidup secara lebih mandiri, sehat, dan terhubung secara sosial.
Namun, meskipun potensi besar ini telah diidentifikasi, penerapan teknologi untuk lansia masih terkendala berbagai hambatan. Sebagai contoh, di Polandia, negara dengan tingkat inklusi digital yang masih rendah, lansia sering kali menghadapi keterbatasan keterampilan dalam menggunakan perangkat teknologi, serta kurangnya akses terhadap infrastruktur digital. Data dari European Commission (2016) menunjukkan bahwa indeks inklusi digital Polandia berada di bawah rata-rata Eropa, dengan kurang dari 65% rumah tangga yang memiliki akses internet.
Artikel yang ditulis oleh Ewa Soja (2017) dalam jurnal Information Systems Management mengeksplorasi risiko yang terkait dengan penggunaan TIK dalam perawatan lansia di Polandia. Dengan memfokuskan pada perspektif multigenerasi, Soja menyajikan wawasan mendalam mengenai tantangan dan risiko yang dihadapi oleh pengguna lansia, pengasuh, serta keluarga mereka dalam mengadopsi teknologi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa risiko-risiko utama mencakup keandalan teknologi, keterbatasan keterampilan pengguna, serta dampaknya terhadap hubungan interpersonal di antara keluarga.
*****
Salah satu tantangan utama dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam perawatan lansia adalah masalah keandalan teknologi itu sendiri. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ewa Soja (2017), salah satu risiko terbesar yang dirasakan oleh para responden adalah potensi kegagalan teknologi pada saat yang kritis. Hal ini sangat penting karena dalam situasi darurat, misalnya ketika lansia membutuhkan bantuan medis segera, kerusakan perangkat atau malfungsi sistem dapat menyebabkan konsekuensi fatal. Risiko kegagalan teknologi ini, seperti yang dilaporkan oleh Soja, menjadi kekhawatiran hampir 30% dari seluruh responden, terutama dari kalangan generasi yang lebih tua. Kepercayaan terhadap teknologi harus dibangun dengan peningkatan kualitas produk dan jaminan layanan perbaikan yang cepat dan dapat diandalkan.
Selain itu, keterbatasan keterampilan dalam menggunakan teknologi adalah penghalang besar bagi lansia untuk memanfaatkan sepenuhnya potensi TIK. Data dari European Commission (2015) menunjukkan bahwa hanya 25% dari populasi lansia di Polandia yang merasa nyaman menggunakan komputer atau internet, jauh di bawah rata-rata Eropa yang mencapai 44%. Ini menunjukkan adanya jurang keterampilan digital yang signifikan antara generasi muda dan lansia. Penelitian Soja menyoroti bahwa sekitar 32,4% dari generasi paruh baya (orang tua) yang diwawancarai mengungkapkan kesulitan dalam mengoperasikan teknologi modern, seperti perangkat monitoring kesehatan atau aplikasi pengingat obat, yang tentu akan lebih berat bagi kelompok lansia.
Implikasi sosial dari penggunaan teknologi juga menjadi isu penting yang dibahas dalam artikel ini. Responden, terutama dari generasi muda (sekitar 16,7%), menyatakan kekhawatirannya terhadap potensi penurunan kualitas hubungan interpersonal antara lansia dan anggota keluarga akibat bergantungnya perawatan pada teknologi. Dengan penggunaan perangkat otomatis, seperti sistem pengingat dan monitoring kesehatan jarak jauh, interaksi personal antara lansia dan pengasuh atau anggota keluarga bisa menurun. Hal ini berpotensi menambah rasa kesepian pada lansia, yang sudah menjadi masalah tersendiri dalam populasi yang menua. Menurut data UN (2017), lebih dari 30% lansia di Eropa, termasuk Polandia, hidup sendirian dan rentan terhadap isolasi sosial.
Dengan demikian, risiko-risiko ini menggarisbawahi pentingnya perencanaan yang matang dalam penerapan TIK di sektor perawatan lansia. Pendekatan yang lebih personal dan mendukung hubungan interpersonal harus menjadi bagian dari solusi teknologi untuk memastikan bahwa teknologi tidak hanya bermanfaat secara fungsional, tetapi juga secara sosial dan emosional.
*****
Penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam perawatan lansia memang menawarkan banyak manfaat, tetapi juga menyimpan berbagai tantangan yang harus diatasi. Penelitian yang dilakukan oleh Ewa Soja (2017) menunjukkan bahwa risiko-risiko utama dalam penggunaan TIK meliputi keandalan teknologi, keterbatasan keterampilan pengguna, dan dampak sosial terhadap hubungan interpersonal. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih komprehensif untuk memastikan bahwa TIK tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga mendukung kesejahteraan emosional lansia.
Upaya untuk meningkatkan keterampilan digital di kalangan lansia dan pengasuh harus menjadi prioritas. Pelatihan teknologi yang berkelanjutan dan akses yang lebih baik ke infrastruktur digital dapat mengurangi jurang keterampilan yang ada. Selain itu, pengembangan perangkat teknologi yang lebih mudah digunakan, serta jaminan keandalan dan respons cepat terhadap kegagalan perangkat, sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan lansia dan keluarganya terhadap teknologi.