Mohon tunggu...
arya gumilar
arya gumilar Mohon Tunggu... -

A brainstorm full-timer, Indonesian full-timer, Social-Work enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berkibarlah Bendera Digital!

16 Agustus 2012   12:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:40 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak puluhan tahun lalu, saya memperingati datangnya tanggal 17 Agustus dengan memasang bendera merah putih di depan rumah. Dan saya percaya mayoritas rakyat Indonesia melakukan hal yang sama.

Untuk apa memasang bendera? Untuk merayakan menjadi Negara merdeka. Menjadi bangsa yang memiliki kekuasaan atas tanah air-nya, sehingga berhak memasang bendera. Ketika bendera terpancang, artinya hak kepemilikan ditegakkan. Hak milik atas tanah, daerah, sistem kemasyarakatan, serta atas kehendak kolektif penduduknya. Jadi semestinya, ketika melihat kain bendera bergelombang diterpa udara, lamunan kita jauh mencari-cari momen patriotisme lampau:

Sore yang jingga, angin bertenaga, dan orang-orang desa mengangkat tangan menatap bendera. Lalu air mata menitik perlahan karena haru. Ini pertama kalinya merasa merdeka.

Nah, kalau saya bosan dengan ritual itu.

Bayangkan. Puluhan tahun sudah. Saya sudah pernah membayangkan jadi tentara berbaju coklat, dengan peci bersemat garuda, yang menghormat bendera. Pernah membayangkan jadi pemuda yang menculik Soekarno ke Rengasdengklok, lalu setelah berhasil, tentu menghormat bendera. Jadi pembawa ranjau darat yang bunuh diri dengan meledakkan tank Belanda, lalu arwah saya ikut upacara dan menghormat bendera. Bahkan jadi penasehat spritual Ibu Inggit sewaktu ditinggal kawin lagi, dan mengingat betapa ibu berjasa mendidik para pemimpin negeri ini di rumahnya di Bandung, sehingga mampu memancang bendera, lalu saya memandangi bendera sambil haru. Mesti membayangkan jadi apalagi?

Lagipula saya pikir, pendekatan ini tidak lagi kontekstual. Rasanya, tidak cukup membangun rasa nasionalisme dengan kisah-kisah perjuangan. Jika ada negara lain tiba-tiba mencaplok sebuah daerah di nusantara, saya yakin tidak akan sulit mengumpulkan pemuda-pemuda untuk mengangkat bambu runcing dan menyerang dengan wajah garang. Tapi cerita tentang perjuangan fisik hanya akan memberi mereka inspirasi untuk “menangani serangan” dengan senjata.

Sebab, serangannya sudah dalam bentuk lain. Jika ada banyak Negara lain mengirimkan ekspatriat untuk memimpin perusahaan-perusahaan besar di sini, lalu masyarakat kita cuma kebagian jabatan rendah, Anda mau apa? Mau angkat rencong? Atau menghunus kujang?

Maka, saya memutuskan memperingati kemerdekaan dengan cara lain. Sebagai anak muda – ah tentu saja masih muda -, saya memperingatinya dengan cara paling gaul tentunya: Digital’s Way.

Sebab di ranah inilah, saya yakin, kita punya posisi tawar di dunia. Tak ada Negara mana pun yang memandang rendah kekuatan SDM Indonesia di bidang informasi teknologi. Negara berpenduduk miskin ini ternyata menjadi salah satu Negara dengan penetrasi internet terhebat di dunia. Hacker? Kita gudangnya.User? Apalagi. Sewaktu internet dan digital mulai dipandang sebagai industri baru yang menjanjikan, coba saja hitung ada berapa banyak start-up bermunculan di sini? Banyak pokoknya.

Dan jadilah kemarin saya jalan-jalan di trotoar virtual, untuk mencari bendera virtual, untuk dihormat secara virtual. Saya mencari digital start-up yang saya rasa pantas untuk dikerek ke tiang tertinggi:

Sore yang jingga, angin bertenaga, dan anak-anak muda berpotensi, menggulung lengan baju, berjibaku mencanangkan Mindtalk.com.

Sebuah Social-Media bertajuk Social Interest, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia untuk berguyub, berkumpul, membicarakan hobi, dan membentuk komunitas.Apalagi yang bisa diinginkan orang Indonesia selain berkumpul dan nongkrong?

Terinspirasi dari budaya lokal. Dibuat oleh orang-orang lokal. Tapi jangan pikir, manajemennya bergaya lokal yang ndeso, dengan para programmer-nya bekerja mengenakan sarung di bale bambu. Mindtalk dikerjakan serius, berkantor serius. Tujuannya pun serius: menjadi social media Indonesia yang digunakan seluruh masyarakat dunia.

Maksud saya, Mindtalk atau apapun pilihan Anda, manfaatkan momen kemerdekaan besok untuk mengerek dan menghormati produk local genius yang memang bagus. Untuk dibanggakan ke dunia.

Sebab jika kita menghormat bendera saja, tak akan lantas warga bangsa lain ikut menghormat. Tapi jika Mindtalk berhasil membuat seluruh warga dunia kecanduan, maka Negara ini akan lebih dihormati oleh siapa pun.

Sebagai Negara pencipta Mindtalk. Bukan Negara penghasil PRT saja.

Barulah berasa merdeka.

Jakarta, 16 Agustus 2012.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun