Dia memandang dirinya yang lebih muda, yang saat itu tampak begitu bahagia dan penuh semangat. "Kenapa aku harus tumbuh tua? Kenapa aku membiarkan waktu mencuri semuanya?" pikirnya dengan sesal.
Dan tiba-tiba, suara lembut seperti bisikan muncul di telinganya. "Apa yang akan kamu lakukan untuk mengulanginya?"
Dia terdiam. Tanpa ragu, jawabannya muncul. "Aku akan menukar semua yang kumiliki. Kekayaanku, statusku, semuanya. Aku ingin kembali. Aku ingin hidup di momen itu lagi."
Angin bertiup lebih kencang. Dia merasa dirinya ditarik kembali ke tubuhnya. Suara alat medis terdengar semakin jelas, begitu pula suara isak tangis istrinya. Namun, rasa rindu itu masih membara di dalam hatinya. Dia sadar bahwa meskipun tubuhnya mungkin masih bertahan, jiwanya telah berubah. Momen di Gunung Gede itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa dia gantikan.
Di ruangan itu, tubuhnya tetap diam. Namun, dalam dirinya, perjalanan menuju Gunung Gede bersama 13 temannya itu masih terus hidup, seperti bara api kecil yang menghangatkan hatinya di tengah dinginnya realita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H