Di bawah langit yang indah,
seorang gadis menanam harapannya.
Bukan bunga kecil yang cepat layu,
melainkan pohon cinta yang tak kenal waktu.
Akar-akar itu menjalar jauh,
menggali bumi hingga temukan inti.
Dahannya membentang ke cakrawala,
daunnya berbisik pada angin senja.
Datanglah mereka, para pejalan,
dengan senyum dan kagum di genggaman.
Mereka memetik, menakar, mencoba,
tapi daun-daun itu terlalu hijau.
Mereka berkata dalam nada lirih,
"Indah, tapi terlalu berat untuk kami."
Lalu pergi, meninggalkan jejak ringan,
tanpa luka, tanpa bekas, hanya sunyi.
Pohon itu tetap berdiri,
seolah tak peduli pada yang pergi.
Tiap dahan mengayun pelan,
menanti angin yang benar datang.
Gadis itu, ia tak menangis,
sebab tahu pohon itu bukan untuk sembarang jiwa.
Ia menjaga dengan sabar yang tak bertepi,
berbisik kepada malam yang diam:
"Tak ada hujan yang jatuh sia-sia,
tak ada waktu yang ingkar pada cinta."
Ia menunggu, bukan pada siapa,
tapi pada saat yang akan tiba.
Mungkin akan datang seorang asing,
yang tak hanya melihat daun dan dahan.
Ia akan duduk di bawah bayang pohon itu,
dan memahami keindahan dari akar yang dalam.
Tak perlu tergesa, tak perlu ragu,
sebab gadis itu tahu,
cinta sebesar apapun itu,
akan menemukan hati yang pantas,
di waktu yang tak pernah terburu-buru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H