Mohon tunggu...
Hotdi Gultom
Hotdi Gultom Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di IPB University

Hobi Nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertanyaan

19 Mei 2024   20:03 Diperbarui: 19 Mei 2024   20:22 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dasar anak tak tau dirii... Kalian itu harusnya bersyukur ibu masih hidupp. Kalau tidak, kalian akan seperti anak ayam yang kehilangan induknya..". Terdengar suara omelan dengan nada yang begitu kecewa dari dalam rumah.

Dee dan adiknya yang tidak diperbolehkan masuk ke rumah oleh ibunya hanya bisa menghela napas panjang. Baju mereka bau oleh keringat, kaki lelah dengan badan yang begitu kotor. Mereka bersandar di dekat pintu rumah mereka yang terbuat dari papan yang begitu sederhana. Mereka berdua merenung dan tenggelam dalam penyesalan mereka masing-masing. Seharusnya tadi...

"Ibu itu capekkk, kalian tau ga. Ibu harus berangkat jam 5 pagi untuk kerja, pulang jam 5 sore. Pulang kerja dari pabrik ibu langsung ke sawah untuk siapa coba???. Untuk kalian... Supaya kalian tidak seperti ibu.. Tapi kalian sepertinya memang tidak peduli sama ibu..". 

Lamunan Dee dan adiknya dibuyarkan oleh lanjutan omelan ibunya yang sangat marah pada mereka berdua. Menambah rasa bersalah mereka.

Malam semakin dingin.. Angin malam pegunungan bukit barisan berembus membawa rasa dingin yang begitu menusuk tulang. Rasa dingin itu tidak seberapa dibandingkan dengan rasa campur aduk dalam diri Dee. Rasa bersalah, marah dan juga kecewa.

Dee dan adiknya masih diam satu sama lain. Yang terdengar saat ini hanya bunyi jangkrik dan kodok berpadu seolah-olah ikut menyalahkan mereka berdua. Dee mendongak untuk menatap langit, begitu indah, bintang-bintang bertaburan, bersaing dengan cahaya bulan yang bersinar terang, memantulkan cahayanya ke permukaan sawah yang tenang. Berusaha mencari sang Pencipta.

Meski Dee tau itu salah, tetapi dia juga terkadang bertanya-tanya kepada Tuhan.

"Kenapa hidup itu tidak adil?"

Ya.. Kalian mungkin akan dengan sangat cepat menyalahkan Dee dalam kondisi itu. Tetapi Dee sudah berusaha untuk selalu berpikir positif tentang hal itu, tetapi dalam momen tertentu, akan muncul pertanyaan itu dalam hatinya. Dia merasa harus bekerja keras bahkan hanya untuk sekedar mendapatkan makan, tetapi di luaran sana, orang-orang hanya duduk ongkang-ongkang kaki, tetapi mereka dapat hidup dengan mewah. Begitulah yang ada dalam pikirannya.

*

Sebenarnya Dee dan adiknya bukan seperti anak nakal yang kalian bayangkan. Mereka sudah terbilang cukup dewasa malah bagi anak seumuran mereka. Di saat anak seusia mereka hanya memikirkan bermain, dia harus berjuang dengan lelahnya hidup. Hal tersebut karena mereka sangat paham dengan kondisi ibunya yang single parents dan sangat lelah demi menafkahi enam anaknya. Sangat memprihatinkan melihat rasa lelah yang tergambar begitu jelas dalam wajah ibunya, wajah yang lebih tua dari usianya yang seharusnya karena terlalu lelah untuk bekerja.

Maka melihat kondisi tersebut, Dee dengan saudaranya selalu berusaha meringankan beban ibunya dengan bagi tugas. Ibunya akan bekerja di pabrik mulai jam 5 pagi hingga 5 sore dengan upah yang pas-pasan. Sedangkan Dee dengan saudaranya akan saling berbagi tugas untuk mengolah sawah milik orang lain dengan sistem pembagian hasil ketika pulang sekolah. Dee dan adik laki-lakinya biasanya akan mengurus sawah, sedangkan adik perempuan dan si bungsu akan membereskan pekerjaan rumah. Begitulah siklusnya tiap hari. Lelah memang bahkan jika kegiatan hanya sekolah saja, tetapi apa lah boleh dibuat, kondisi memaksa mereka begitu.

Lantas apa yang membuat ibunya begitu kecewa hari ini??.

Hal tersebut dimulai saat mereka ingin berangkat ke sawah, mereka tidak sengaja melihat teman sebayanya bermain bola di lapangan desa. Adik Dee yang hobi main bola pun tertarik ikut dan berusaha membujuk Dee.

"Ayolah bang. Sebentar saja bang. 20 menit kita langsung ke sawah"

"Kerjaan kita lagi banyak dik. Nanti ibu marah"

"20 Menit tidak masalah sih harusnya bang. Nanti aku kerja lebih serius dehh. Soalnya si jhon rival abang juga main tuh bang. Dia dari tadi provokasi tim kampung kita mulu bang. Masa abang mau digituin"

Akhirnya Dee goyah juga. Dia sangat hobi main bola, apalagi rasa ingin membela kampungnya. Jadilah mereka bermain bola hingga lupa waktu.

Sisa ceritanya kalian sudah tau sendiri. Begitu ibunya pulang dari pabrik dan bergegas ke sawah, beliau menemukan sawahnya belum ada kemajuan pekerjaan dari yang kemarin telah dilakukan. Memutuskan untuk bekerja sendiri meskipun rasa lelah yang amat membebaninya. Semakin kecewa ketika mengetahui bahwa Dee dan adiknya tidak ke sawah karena untuk bermain. Memutuskan menghukum Dee dengan adiknya yang tidak menjalankan kewajibannya dengan tidak memperbolehkan masuk ke rumah..

Bersambungg..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun