Terbongkarnya dokumen Panama Papers secara internasional membuktikan bahwa keinginan warga masyarakat untuk menghindari pajak tinggi. Â Seperti diketahui Panama Papers adalah sebutan terkait bocornya data ribuan klien perusahaan pengelola investasi asal Panama, Mossack Fonseca. Jutaan dokumen itu memuat mengenai individu dan entitas bisnis yang memanfaatkan perusahaan offshore untuk menghindari pajak dan melakukan pencucian uang.
Terdapat banyak nama dari Indonesia yang masuk di Panama Paper. Rata-rata Pengusaha dan Politisi. Nama yang cukup bikin tercengang adalah tercatutnya Nama Rini Soemarno. Sebab ia merupakan Menteri BUMN yang notabene merupakan bagian dari Pemerintahan saat ini.
Respon Pemerintah untuk saat ini masih bertindak secara pasif. Jika melihat negara lain, di Islandia, perdana Menterinya langsung mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggung jawabannya. Di Inggris, pemerintahan negara tersebut membentuk tim khusus untuk menyelidiki persoalan Panama Paper. Di Panama, telah membentuk komisi Independen untuk mengevaluasi sistem transparansi dan hukum negara tersebut. Sedangkan di Prancis, Â memasukan Panama sebagai daftar hitam negara pengemplang pajak. Â
Di Belahan lain, Â Negara Amerika Serikat, mengeluarkan aturan untuk memaksa Bank mencari identitas orang yang bertanggung jawab pada perusahaan palsu (sheel Company) yang menjadi mengatas namakan dokumen di Panama Paper. Artinya pemerintah di banyak negara merespon cepat dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk menangani kasus bocornya dokumen Panama Paper. Sedangkan di Indonesia, DPR-RI justru meresponnya dengan langkah lain yang cenderung tidak masuk akal, yaitu mempercepat pembahasan RUU Tax Amnesty. Jelas. Hal tersebut merupakan dua hal yang berbeda. Para pihak yang terlibat dalam Panama Paper merupakan pihak-pihak pendosa negara, pengemplang pajak. negara mengalami kerugian pada tindakannya. Sedangkan Tax Amnesty tak lebih dari karpet merah yang memposisikan pendosa negara sebagai penyelamat negara. Logika macam apa yang coba dihadirkan?
Pertama, Pembahasan Tax Amnesty bukan jalan tengah yang bijak. Seharusnya pemerintah lebih mawas diri. Melihat sistem perpajakan di negara ini telah seberapa efektif dalam menjaga agar tidak melahirkan pengemplang pajak baru. Misalnya koreksi pada sistem perpajakan saat ini, mengapa  ada 2.961 nama dari Indonesia di Panama Paper, yang terindikasi melakukan pengemplangan pajak dan transaksi keuangan ilegal? Oleh karena itu, pembangunan sistem adminsitrasi perpajakan adalah langkah yang lebih konkrit daripada kembali membicarakan Tax Amnesty, ketika Pemerintah dan DPR RI ingin membahas kembali Tax Amnesty, maka seperti dalam peribahasa bagai Anjing mengulangi bangkai, mengulangi lagi perbuatan yang tak patut.
Kedua, Retooling Kelembagaan Keuangana adalah bentuk konkrit, dalam hal ini Kementrian keuangan sebagai lembaga pengelolaan keuangan di negara ini. Retooling atau melengkapi kembali dalam konteks penguatan kelembagaan, seperti mengganti perundang-undangan yang melemahkan posisi tawar pada wajib pajak, meropisisi sistem pemungutan pajak di negara ini. Jika selama ini Self-assesment dianggap justru memicu potensi pengemplangan pajak. Mengapa tidak membuat kebijakan yang lebih force dalam pemungutan pajak, tentu hal tersebut merupakan kewenangan dari pemerintah, dalam hal ini adalah kemenkeu. Selain itu, Yurisdiksi Perpajakan di Indonesia menjadi kuasa KemenKeu.
Ketiga, negara Indonesia adalah negara yang memiliki wibawa sebagai pemerintahan dan entitas bangsa. Dalam kaitannya dengan Panama Paper, jika memang ada ‘orang dalam’ Jokowi yang terlibat maka Presiden harus bertindak tegas. Seperti yang jamak diberitakan bahwa Menteri Rini Soemarno merupakan salah satu orang dari 2.961 yang namanya termuat di Panama Paper. Oleh karena itu, akan menjadi gentle man apabila Presiden bisa memberikan sikap dan ketegasannya untuk melakukan membersihkan Kabinet dari menteri-menteri yang tidak bersih.  Apabila Presiden tetap mempertahankn Rini Soemarno maka hal tersebut bukan merupakan tindakan yang bijak dari seorang Presiden. jika Jokowi tetap bersikukuh mempertahankan Rini meski skandal Panama Papers melibatkan Menteri BUMN tersebut, artinya Presiden telah mengorbankan nurani, rakyat, bangsa dan negara?
Keempat, seharusnya yang bereaksi bukan para politisi di DPR-RI yang reaksioner menganggap Tax Amnesty sebagai jalan keluar. Jika memang pihak-pihak yang terlibat dengan Panama Paper merupakan bagian dari pendosa Pajak negara ini, maka jelas bahwa konsekuensinya adalah hukuman. Oleh karena itu, lembaga penegakan hukum lah yang seharusnya meresponnya dengan cepat. KPK, Kejaksaan dan Kepolisianlah yang seharusnya menangani persoalan tersebut. Karena tidak hanya terindikasi pengemplangan pajak namun juga tindak pidana pencucian uang atau Economy Underground atau kegiatan ekonomi ilegal seperti bisnis terlarang.
Negara Indonesia terus diterpa prahara, dari mulai hal yang tidak penting, setidak penting rombongan genit yang berfoto kemayu di bawah bunga Sakura dan para rombongan kakap pengemplang pajak yang tak tau malu namanya termuat di Panama Paper. Sikap kita sebagai warga negara yang (merasa) baik tentunya harus melihat persoalan tersebut sebagai proses pendewasaan berbangsa dan bertanah air.
Semoga kita menjadi warga negara yang tidak reaksioner menyikap persoalan kebangsaan yang banal dan degil tersebut.
Merdeka!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H