Emansipasi wanita selalu di elu-elukan di berbagai sudut Negara, tak terkecuali Indonesia.
Saking terobsesi nya dengan kalimat Emansipasi Wanita, terkadang terdapat juga beberapa wanita yang tak terima jika di istilahkan sebagai Manusia Kelas Dua atau hanya sebagai pelengkap Kaum Lelaki.
Sehingga dari hal tersebut, banyak juga beberapa wanita yang superior dan kreatif dalam bidangnya mulai menujukkan tajinya sebagai Kompetitor Sang Lelaki, baik itu dalam dunia Bisnis, Politik, entertainment atau segala bidang yang kiranya mampu dikerjakan seorang wanita.
Sebenarnya tak semua Kaum Lelaki yang mempermasalahkan hal tersebut, hanyalah lelaki gagal dan pengecut yang selalu menganggap Wanita itu kelas dua atau semacam kiasan remeh lainnya. Karena sejatinya lelaki membutuhkan sosok wanita dalam meniti kualitas hidup yang lebih baik, terlebih dalam membangun Keluarga dan rumah tangga.
Oleh karena itu, semakin hari gerakan nyata dalam kiat emansipasi wanita selalu di giatkan pada setiap sudut Kota yang ada di Indonesia, intinya apa yang Kaum lelaki bisa sukses lakukan, wanita juga bisa melakukan hal yang sama, intinya perbedaan hanya sebatas di Jenis Kelamin, tak lebih dari itu.
Namun tak semua perkerjaan lelaki dapat di lakukan Wanita, percaya tidak percaya ingat saja dengan kodrat pada masing-masing dua Kaum Manusia ini.
Wanita sejatinya adalah makhluk yang lemah lembut, baik dalam tutur kata dan perbuatan, sehingga sangat wajar jika wanita di anggap sebagai penyempurna Kaum Adam.
Waktu pun berlalu cukup singkat, istilah Emansipasi Wanita tak lagi jadi persoalan, melihat wanita duduk di kantor meja yang bertuliskan “Director” sudah biasa, melihat staff lelaki termangu-mangu di depan bos seorang wanita, apalagi?
Namun itu hanya segelintir wanita yang bisa mendapatkannya.
Lalu bagaimana dengan beberapa wanita yang hanya bisa beretorika Emansipasi ?
Dalam artian, hanya ngomong belaka tanpa di dasari dengan perbuatan dan perjuangan dalam mengejar cita-cita tersebut. Hari ini ngomong Emansipasi Wanita, besok sudah Hamil, lalu lusa Nikah.
Jika ditanya, mengapa bisa seperti itu?
Sungguh Bervariasi jawabannya, ada yang karena Hamil diluar nikah, Keadaan Ekonomi, mengikuti trend, menikah karena paksaan orang tua, dan masih banyak lagi alasan demi alasan yang di lontarkan, walaupun tak semua Kaum Wanita seperti itu.
Hal tersebut sah-sah saja, jika memang persoalan itu telah terjadi, maka kedua yang bersangkutan harus menikah?
Lalu bagaimana dengan emansipasi yang telah di gembar-gemborkan sebelumnya?
Tentunya akan pupus seiring waktu berjalan, dengan ditambah nya pekerjaan rumah, kewajiban melayani suami dalam segala aspek, mengurusi anak, dan masih banyak lagi.
Karena Wanita yang sudah menikah, telah bertambah satu tingkat dalam peran kehidupannya, yaitu menjadi seorang Ibu.
Jika sudah menjadi sorang Ibu, wanita tak dapat lagi dengan bebas melakukan hal yang disukai dan apa yang di cita-citakan sebelumnya, tentu semuanya harus mendapatkan persetujuan izin dari Sang Suami.
Apakah semua suami dapat mengizinkan semua hal yang ingin di cita-citakan istrinya?
Tentu tidak semua, perlu dilakukan pendekatan khusus untuk mendapatkan izin kepada suami, bagaimana planingnya, apa yang dikejar, apa yang bisa di hasilkan, dan lebih parahnya apakah tujuan tersebut membuang-buang waktu bersama keluarga dan pekerjaan rumah tangga?
Mungkin banyak wanita yang sulit menjawabnya dan sulit membuat komitmen, karena terdapat suatu peran yang sangat berarti, yaitu Ibu yang harus mengurusi Anak dan melayani Sang Suami, jika bukan Wanita para istri, siapa lagi yang diharapkan suami? Apakah harus poligami? atau menyewa seseorang untuk mengganti peran Ibu di rumah?
Sepertinya contoh di atas terlalu dibesar-besarkan, karena tidak semua kenyataan seperti itu.
Perlu ditegaskan kembali, perihal di atas, hanyalah mengambil situasi terburuk jika wanita melakukan pernikahan dini atau nikah di usia muda, walaupun tak semua lelaki atau suami yang mengekang istrinya untuk bergerak maju.
Tapi alangkah lebih baik bagi para Wanita superior, muda dan kreatif untuk lebih memanfaatkan Usia produktif “sebelum nikah” ke ranah yang sesuai dengan cita-cita baik yang ingin di raih.
Jangan pernah patah arang hanya karena kondisi ekonomi yang sulit, karena banyak juga wanita diluar sana yang meraih cita-citanya sekaligus membuktikan emansipasi wanita yang dilakukannya bukan hanya pepesan kosong atau OMDO “Omong Doang”. Meski dalam kondisi ekonomi sulit sekalipun.
Jangan pernah terpengaruh dengan perilaku kebebasan yang tak terkontrol dari lingkungan tempat tinggal, tetap fokus dengan apa yang dicita-citakan, jangan patahkan semangat Emansipasi yang positif tersebut.
Berbicara lain dari terbatasnya Emansipasi, nikah di usia muda sangat beresiko bagi setiap Kaum Wanita, resiko nya antara lain seperti, penyakit, infeksi, susahnya melakukan proses bersalin, berpotensi kematian di saat proses bersalin, atau belum lagi dengan keadaan psikis negatif yang membelenggu diri Wanita.
“Menikahlah di usia Ideal, Demi Meraih Masa Depan yang Cemerlang, Karena menurut riset terbaik yang dilakukan oleh BKKBN, Wanita akan lebih baik dan akan terhindar dari segala macam resiko berbahaya, jika menikah ketika umur sudah menginjak 20 Tahun keatas.”
Namun kiat bahaya dari resiko wanita tersebut, jarang dipedulikan.
Berdalih bahwa para wanita zaman dahulu dan beberapa wanita di sekitarnya baik-baik saja setelah mengalami pernikahan di usia muda?
Jika memiliki pandangan seperti itu, maka harus mengerti dan memahami makna dari kata resiko, yang dalam artian, bahaya, akibat atau konsekuensi yang akan terjadi jika perisitiwa tersebut terjadi.
Jadi semua wanita yang menikah di usia muda dapat beresiko seperti yang disebutkan di atas, baik itu secara psikologis dan fisik.
Apakah para wanita muda siap menanggung Resiko tersebut, jika melakukan nikah di usia muda? Mari renungkan !
Satu hal lagi, Perihal ini bukan mengaitkan tentang Budaya dan Agama, walaupun kehidupan manusia memang wajib berpedoman terhadap Agama dan Budaya,
Namun ada hal yang lebih Krusial untuk saat ini, yaitu bagaimana mempersiapkan rencana kehidupan yang lebih baik, dalam artian membangun kualitas hidup antara kontribusi Kaum Lelaki dan wanita.
Karena telah di ketahui pergerakan globalisasi saat ini selalu mengalami perubahan dan kemajuan yang cukup tinggi, sehingga Indonesia membutuhkan kaum muda mudi untuk mampu lebih maju dan berkembang dari sebelumnya (Tanpa memperhatikan Gender), yaitu pembangunan karakter yang bermartabat dan kompetitif.
Berikut kutipan menarik dari Bapak Proklamator kita:
Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter …kalau tidak dilakukan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli!” ~Presiden Pertama Negara Republik Indonesia, Ir. Soekarno~
Oleh sebab itu, apa yang telah Wanita cita-citakan dalam perihal Emansipasi tersebut, sangatlah berguna untuk memajukan Negara Republik Indonesia, bukan hanya sebagai pembuktian diri bahwa wanita dapat sukses seperti Kaum Lelaki, melainkan meluruskan cita-cita para orang terdahulu yang mendambakan karakter pemuda-pemudi Indonesia yang kompetitif, berbudi luhur, dan tentunya berkarakter berguna.
Jadi, Kepada para wanita teruslah mengejar dan raih impian cita-cita yang terkandung dalam istilah emanispasi, buang jauh stigma masyarakat, yang menanggap setinggi-tinggi apapun sekolah atau yang di raih seorang wanita, mentok-mentoknya bakalan kerja di dapur.
Dengan segala hormat kepada semua Wanita muda di Indonesia, Dapatkah kalian mematahkan Stigma tersebut ?
Semoga tulisan ini dapat dipahami oleh sudut pandang yang positif dari setiap pembaca, dan bermanfaat bagi kalian para wanita muda dalam merencanakan kehidupan yang lebih cermerlang sebelum menikah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H