Mohon tunggu...
Guido AngeloSupriyadi
Guido AngeloSupriyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi : mencari Kebenaran dalam Kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sosial Ladang Pemersatu Agama

12 Maret 2023   19:27 Diperbarui: 12 Maret 2023   19:32 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengutip dari pernyataan seorang teolog Katolik yaitu Hans Kng, yang mengatakan "there can be no world peace without religious peace" (Kng 1991, 76). Pernyataan ingin menegaskan bahwa perdamaian dunia dapat tercipta karena adanya perdamaian antara-agama.

Dalam Gereja Katolik dialog antarumat beragama menjadi perhatian yang penting, khususnya setelah Konsili Vatikan II. Doktrin Extra Eclessiam Nula Salus (Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan) yang sebelumnya dipandang sebagai dasar sikap eksklusif Gereja didefinisi ulang melalui dokumen Nostra Aetate. Dokumen ini membahas secara khusus sikap Gereja yang mulai terbuka untuk membangun dialog terhadap agama-agama lain. Gereja Katolik tidak menolak apa pun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. 

Secara jelas dan tegas melalui dokumen tersebut Gereja menyatakan demikian: "Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang (Paulus 1991, NA art 2)." Ini menegaskan bahwa Gereja Katolik menyadari bahwa perbedaan dalam kebenaran, cara hidup serta cara beribadah bisa jadi menginspirasi untuk memperdalam iman seseorang.

Hal ini selaras dengan hasil kuesioner yang dibagikan kepada Mahasiswa dan mahasiswi aktif, Pelajar SMA dan SMP, guru, serta karyawan sederajat. Sebanyak 44.3% beragama Katolik, 21.3% beragama Kristen, 26,2% beragama Islam, 3.3% beragama Hindu, 3.3% beragama Buddha dan 1.6% beragama Konghucu. 

Mereka sangat setuju bahwa dialog antarumat beragama itu penting karena 56 dari 61 responden merasa bahwa agama sangat penting dalam kehidupan karena agama menjadi pokok dan dasar pembelajaran bagi hidup, pedoman dalam menjalankan kehidupan pribadi maupun kelompok serta menjadi suatu norma dalam bertindak.

Tidak hanya itu saja banyak pula mengatakan bahwa agama adalah sebagai fondasi utama dalam menjalani hidup agar tetap kokoh dan kuat. Dan 5 responden responden merasa bahwa agama sudah sangat tidak penting, karena agama hanya sebagai sebuah pegangan dalam hidup agar tetap waras. Dapat disimpulkan dialog antarumat beragama itu masih sangat penting namun tetap saja masih ada yang menganggap itu tidak penting. 

Untuk menanggapi hal ini dialog antarumat beragama harus tetap digaungkan bahkan harus dijadikan pembahasan yang santai dan semua kalangan masyarakat dapat membahasanya. Melihat responden yang mayoritas ialah generasi milenial dan generasi Z, maka dialog antarumat beragama harus lebih digaungkan dalam media sosial.

Media Sosial Ladang Berdialog

Media sosial adalah sebuah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi (Nasrullah 105). Sedangkan menurut Dave Kerpen (2011) media sosial adalah teks, gambar, video dan kaitan secara daring yang dibagikan diantara orang-orang dan organisasi (Laila Fazry 2021). Bisa dikatakan bahwa dengan media sosial kita dapat berbagi aktivitas dua arah dengan berbagai cara seperti bertukar informasi, berkolaborasi gagasan, bercerita baik dalam bentuk tulisan, visual maupun audio visual. Singktanya dengan media sosial kita dapat Sharing, Collaborating dan Connecting (Puntoadi 2011).

Oleh karena itu Media Sosial sebenarnya bisa menjadi ladang untuk berdialog antarumat beragama. Menurut laporan dari We Are Social jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 191 juta orang pada Januari 2022 dan umur penggunanya dari 13-50 tahun (Kemp 2022). Sebenarnya dialog antarumat beragama sudah terjadi dalam platform media sosial. Seperti Habib Husein Ja'far yang menjelaskan mengapa umat Islam dilarang mengucapkan selamat natal kepada kaum Nasrani dalam podcast Daniel Mananta Network. 

Dalam platform Instagram banyak sekali akun-akun yang berfokus menjelaskan ritual dan makna dalam agamanya seperti katolikmedia, katolikvidgram, sahabatkatolik, bimbingan_islam, hindutimes.id, buddhazine, dan masih banyak lagi. Belum lagi dalam platform twitter yang membahas kebenaran- kebenaran tentang agamanya dengan cara dikomedikan, contohnya Katolik garis lucu dan Nu garis lucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun