Â
Desa Pacar yang merupakan salah satu desa penghasil cengkeh di Kecamatan Pacar Kabupaten Manggarai Barat, yang dominan masyarakatnya mengandalkan cengkeh sebagai penghasilan terbesar guna memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun dalam jangka waktu yang panjang.Â
Masyarakat Desa Pacar awalnya berprofesi sebagai petani sawah, kemudian beralih menanam cengkeh karena penghasilan cengkeh lebih besar dari pada bertani sawah, karena dapat menunjang perekonomian masyarakat desa setempat.
Sebagian besar masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Pacar menekuni pekerjaan sebagai petani cengkeh, mereka menekuni pekerjaan tersebut semenjak tahun 1980 hingga sekarang (sekitar 33 tahun).Â
Pekerjaan masyarakat sebagai petani cengkeh di Desa Pacar sudah terbilang cukup lama, sehingga kehidupan atau tingkat kesejahteraan petani juga sudah terbilang cukup memadai hingga saat ini.
Panen cengkeh dilakukan setiap satu tahun sekali yaitu ketika cengkeh berbunga pada sekitar bulan Juli sampai September. Luas lahan perkebunan cengkeh di desa Pacar diperkirakan mencapai 140 Ha. Akan tetapi masyarakat Pacar memiliki cara tersendiri dalam mengukur luas lahan perkebunan.Â
Masyarakat menggunakan satuan pohon (patok) yang mereka tanam di kebun. Untuk petani kecil jumlah pohon cengkeh yang mereka kelolah mecapai 60-80 pohon, sedangkan untuk petani besar jumlah cengkeh yang ditanam di kebunnya mencapai kira-kira 200-400 pohon.Â
Harga cengkeh saat ini berkisar antara 85.000-105.000 per kg. Dalam satu kali panen, pasca musim panen, petani kecil dapat memeperoleh cengkeh hingga 200 kg- 500 kg dengan keuntungan hingga 57 juta. Jika dihitung perbulannya petani kecil ini mendapatkan penghasilan sebesar 4-5 juta.Â
Untuk petani besar, mereka dapat memperoleh cengkeh paling banyak 2 ton- 3 ton dengan keuntungan hingga  Rp 230-300 juta. Jika dihitung perbulannya petani besar ini mendapatkan penghasilannya hingga Rp 19-20 juta. Ketika masa panen masyarakat desa Pacar, cenderung untuk mendatangkan buruh petik dari desa lain yaitu Desa Wewak dan Mawe.
Hal ini disebabkan karena kurangnya tenaga kerja di desa akibat keluarnya muda-mudi dari desa untuk melanjutkan sekolah di kota kabupaten, maupun keluar pulau.
Rata-rata setiap keluarga menyewa 6-30 orang buruh petik. Para buruh tersebut diminta atau dipesan langsung oleh petani sebelum masa panen tiba. Para buruh akan mendapat upah Rp 60.000- Rp 70.000 per hari di luar uang makan dan minum.