Seperti musim panen tahun 2021 kemarin, tanaman cengkeh di sebagian besar wilayah Manggarai Raya, Flores, Nusa Tenggara Timur kembali terancam gagal panen tahun ini.
Situasi ini tentu saja membuat lesu petani cengkeh, dan selebihnya, harapan ekonomi kembali berdenyut di tengah petani sedemikian jauh panggang dari api.
Padahal menariknya, di tengah ancaman gagal panen dan/atau menurunnya produktivitas bunga cengkeh tahun ini, harga jual per kg keringnya justru menggairahkan, yakni Rp 105.000,-.
Adapun sejauh pengamatan saya, penyebab utama di balik ancaman gagal panen cengkeh tahun ini disebabkan oleh faktor iklim. Baik itu misalnya, karena dipicu curah hujan yang tinggi, angin kencang, sinar matahari kurang, dlsb.
Benar, bahwa faktor yang amat menentukan berhasil tidaknya pemanenan cengkeh adalah iklim.
Seperti kita tahu, bahwa hampir sepanjang Desember hingga Maret 2022, curah hujannya terlalu tinggi di Manggarai Raya. Saya pikir, intensitas hujannya mencapai 4.000 mm. Itu berarti jauh di atas rata-rata 2.500-3.000 mm.
Sebagai konsekuensinya, terjadi kerusakan parah pada bunga cengkeh dan akar tanaman serta memicu tumbuhnya lumut pada ranting dan cabang pohonnya.
Itu berarti kondisi tanaman cengkeh kita tak lagi dalam kondisi yang sehat. Dan karenanya, amatlah logis apabila tahun ini petani cengkeh di Manggarai Raya kembali gagal panen, seperti gejala pada tahun 2021 kemarin.
Lebih lanjut, saya beberapa hari yang lalu sempat mendengar cerita dari para petani cengkeh di Desa Mano, Manggarai soal ancaman gagal panen ini. Sekaligus menyaksikan langsung tanaman cengkeh milik petani di Pacar, Manggarai Barat yang tidak banyak berbuah.
Sebagai petani cengkeh pemula, saya ikut merasa iba seraya prihatin atas prahara gagal panen cengkeh ini. Belum lagi terjadi selama 2 tahun berturut-turut.
Tidak ada usaha kongkrit memang untuk mengatasi situasi batas ini, selain bersabar dan berdoa. Karena biar bagaimana pun, tidak ada manusia yang bisa mengendalikan apalagi melawan kuasa alam.
Pada curah hujan yang optimal, seperti yang terjadi pada musim panen 3-4 tahun lalu di Manggarai, tanaman cengkeh bisa mencapai produktivitas yang tinggi. Tersebab pertumbuhan bunga sangat dipengaruhi oleh unsur iklim ini.
Curah hujan yang terus menerus turun bisa menurunkan produktivitas tanaman cengkeh dalam pembungaan. Sekali pun bakal bunga bisa tumbuh dari tunas baru dan menghasilkan bunga cengkeh, tingginya curah hujan tetap saja masih bisa menjadi penyebab kegagalan panen.
Solusinya memang ada dan cuma satu, yakni bagian atas pohon cengkeh ditutupi menggunakan paranet guna menaungi dan/atau memecah derasnya air hujan. Tapi, hal tersebut memerlukan biaya yang tak sedikit.
Itu pemicu yang pertama. Yang kedua adalah selain curah hujan tinggi, unsur-unsur perubahan iklim seperti kurangnya penyinaran matahari, angin kencang, terlalu lembab, dlsb merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kisutnya produktivitas tanaman cengkeh.
Dan memang pengaruh dari seabrek unsur-unsur iklim itu relatif lebih kecil daripada curah hujan yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap produktivitas tanaman cengkeh. Kendati ke semuanya cenderung terjadi secara bersamaan pada saat musim penghujan tiba.
Saya kira, anasir faktor iklim itulah yang melatar belakangi terjadinya ancaman gagal panen cengkeh tahun ini di wilayah Manggarai Raya. Jadi, sangatlah beralasan tentu saja.
Pendek kata, tulisan ini sebagian besar merupakan bertolak dari pengalaman pribadi saya sebagai petani cengkeh, berikut yang kemudian saya padukan dengan berbagai referensi/sumber bacaan mengenai ekologi tanaman cengkeh.
Berharap saja, pada musim panen kali berikut, faktor iklim sudi bersahabat dengan kita seperti 3-4 tahun yang lalu.
Salam Cengkeh. Kopce!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI